Karena tidak sengaja terluka oleh barang berbahaya dari seorang pelanggan gila. Hisa harus berakhir dengan penyakit aneh yang sekian detik menghancurkan bagian tubuhnya.
racunnya terlalu kuat membuatnya harus mencari beberapa bahan ramuan yang langka atau bahkan sudah menjadi legenda hanya untuk sekedar sembuh.
tapi...kejadian berbahaya yang tidak dia inginkan terjadi satu demi satu, mengejarnya sekuat tenaga seolah mencegahnya untuk hidup.
"Dewi keberuntungan, dimanakah engkau? aku sangat lelah hingga raga ku tidak sanggup lagi untuk hidup!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lulanan astraya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Leon
Sepasang tangan tegang memegang tusuk sate berisi ular pelatuk bakar dan kodok goreng. Jakunnya berguling saat ludahnya ia telan karena menahan rasa jijik.
Mata hijau itu melirik elf pendek di sampingnya yang dengan wajah nikmat menyantap daging ular pelatuk.
"enak! Oh ayolah...rasanya tidak akan enak jika sudah dingin. Kau harus mencoba satu Caine."
Rasa mual menghampirinya, Caine menggertakkan gigi sambil memejamkan mata. Kualitas psikologisnya sudah termasuk bagus karena tidak muntah di depan kedai itu. Kalau tidak, mungkin mereka sudah di usir dengan alasan mencemari nama baik.
Karena melihat Caine tidak bergerak dari tadi membuat Hisa agak jengkel. Sifat jahilnya mulai keluar, dirinya mengambil daging kodok yang masih utuh lalu dengan seringai licik dirinya mencubit hidung Caine.
Saat Caine membuka mulutnya dan akan menghindar, Hisa segera memasukkan daging itu dengan cepat.
"Hum!!"
"gigit, kunyah. Jangan di muntahkan atau aku akan memasukkan kembali daging kalajengking atau bahkan ulat bambu."
Mual seketika menguar, rasa asam seolah melonjak dari keronggkongannya mencoba keluar dari mulutnya.
Daging itu memang enak, dengan bumbu dan rempah yang sudah di pilih dengan cermat oleh pemilik kedai. Namun, menyadari bahwa daging tersebut berasal dari hewan yang tidak dia sukai membuatnya tetap menolak secara psikologis.
"bukankah itu enak?"
Caine menggeleng, ingin sekali meludahkan kodok goreng dari mulutnya tapi Hisa membungkam mulutnya dengan erat menggunakan tangannya. Saat akan menghajar Hisa dengan pukulan telak sebuah suara asing menyela dan memanggil nama Caine.
"Wah apakah itu kamu Caine? Aku tidak menyangka akan bertemu dengan mu di sini. Apa kabar?"
Mereka berdua berbalik, Caine segera menelan daging itu tanpa mengunyah bahkan jika setelahnya perutnya terasa mual. Hisa yang melirik dan ingin melihat lelucon segera kecewa takkala Caine tidak memperlihatkan kelainan.
Pemilik suara itu segera menghadap mereka, dia adalah seorang pemuda berwajah bayi dengan rambut panjang hitam yang di ikat ekor kuda, Mengenakan pakaian katun yang dilindungi mantel tebal, di punggungnya terdapat busur beserta anak panah. Dia nampak akrab dengan Caine bahkan merangkul bahunya, tapi setelah itu di tepis dengan kasar oleh pemilik bahu.
Hisa melihat pemuda itu dan tubuhnya segera terasa gerah saat melihatnya memakai mantel setebal tiga lapis pakaian di hari yang sangat panas di musim panas ini.
"Leon...aku baik," ujar Caine.
Leon yang lengannya di tepis kasar tidak marah tapi hanya tertawa ketika mendengar ucapan singkat dari Caine.
"Masih dingin? Ayolah...kau tidak semanis ketika umur mu masih belasan tahun."
"Aku sudah 29, bukan anak-anak."
"29 tahun, tapi masih belum menikah...kasihan, aku bahkan sudah punya dua anak yang manis."
Caine hanya diam mendengar ucapan menohok itu sambil mendorong Leon yang sok asik menjauh dari jangkauannya. Leon tersandung beberapa langkah sebelum dengan berani mendekat lagi, kali ini dirinya tidak merecoki Caine tapi pemuda elf di sampingnya.
Tangannya melambai, senyumnya melebar hingga nampak seperti palsu, wajah yang seperti wajah bayi itu miring membuat ujung rambut panjangnya bergoyang yang terlihat lembut.
"Halo cantik, aku Leon teman seperjuangan Caine saat di sekolah pendekar, siapa nama si cantik ini?" tangannya terulur ke arah Hisa, dirinya yang genit dan tidak bisa membedakan jenis kelamin Hisa membuat Caine menampar tangan nakal itu.
Hisa yang awalnya ingin menyambut tangan itu segera menarik tangannya turun, mata birunya bolak-balik menatap Caine dan Leon.
"Jauhkan tangan nakal mu dan apakah mata mu buta? Apa kau tidak melihat bahwa dia seorang laki-laki?" ketus Caine.
Tangan lelaki itu segera memerah, menunjukkan kekuatan pukulan Caine padanya. Leon mengusap punggung tangannya yang terasa terbakar tapi masih tersenyum dengan santai.
"heh, tapi dia cantik...jadi siapa nama mu?"
"Hisa."
"dari klan mana?"
Mata elf itu sedikit bercahaya, jarang-jarang ada orang menanyakan klannya ketika menanyainya. Sebagian ras di benua selatan cukup tidak peduli elf itu dari klan mana kecuali membedakannya antara dark elf dan elf biasa.
Senyum tipis segera tersungging, sejak itu Hisa memandang Leon dengan ramah.
"Klan Zyum."
Leon menaikkan salah satu alisnya, kemudian dirinya tersenyum balik sambil mengguncang tangan Hisa.
"Senang berkenalan dengan mu."
"Senang berkenalan dengan mu juga."