Di tahun terakhir mereka sebagai siswa kelas 3 SMA, Karin dan Arga dikenal sebagai musuh bebuyutan. Mereka sering bertengkar, tidak pernah sepakat dalam apapun. Namun, semua berubah di sebuah pesta ulang tahun teman mereka.
Dalam suasana pesta yang hingar-bingar, keduanya terjebak dalam momen yang tidak terduga. Alkohol yang mengalir bebas membuat mereka kehilangan kendali, hingga tanpa sengaja bertemu di toilet dan melakukan sebuah kesalahan besar—sebuah malam yang tidak pernah mereka bayangkan akan terjadi.
Setelah malam itu, mereka mencoba melupakan dan menganggapnya sebagai kejadian sekali yang tidak berarti. Namun, hidup tidak semudah itu. Beberapa minggu kemudian, Karin mendapati dirinya hamil. Dalam sekejap, dunia mereka runtuh.
Tak hanya harus menghadapi kenyataan besar ini, mereka juga harus memikirkan bagaimana menghadapinya di tengah sekolah, teman-teman, keluarga, dan masa depan yang seakan hancur.
Apakah mereka akan saling menyalahkan? Atau bisakah kesalahan ini menjadi awal dari sesuatu yang tidak terduga? Novel ini mengisahkan tentang penyesalan, tanggung jawab, dan bagaimana satu malam dapat mengubah seluruh hidup.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mardianna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jalan Pulang
Pagi itu, suasana di villa mulai ramai dengan persiapan anak-anak untuk pulang. Barang-barang sudah dikemas, dan tawa canda mulai meredup seiring dengan kesadaran bahwa momen-momen seru di villa akan segera berakhir.
Fano: berdiri di tengah kerumunan “Oke, guys! Barang-barang udah siap semua, kan? Jangan sampai ada yang ketinggalan ya!”
Bela: tertawa kecil sambil memeriksa tasnya “Siapa sih yang mau ninggalin barang? Ini semua udah gue cek dua kali!”
Intan: menarik koper sambil menghela napas “Ya ampun, cepet banget liburan ini selesai. Padahal seru banget.”
Sarah: mengangguk setuju “Iya, gue bahkan kayak baru aja nyampe sini, eh, sekarang udah pulang aja.”
Karin: menyusul ke arah kumpulan anak-anak, sambil mengikat rambutnya “Sama. Gue bahkan belum sempet istirahat dengan tenang.”
Arga: melirik sekilas ke arah Karin, suaranya tenang “Ntar kita bisa liburan lagi. Yang penting, momen sekarang jangan dilupain.”
Revi: bergandengan tangan dengan Rico “Bener tuh. Ini tuh baru awal. Masih banyak momen seru lain yang bakal kita buat bareng.”
Rico: mengangguk setuju “Iya, nanti kita atur liburan bareng lagi pas ada waktu.”
Sisil: berdiri dengan tangan terlipat, tampak sedikit bosan “Tapi jujur, gue masih pengen nambah beberapa hari di sini. Villa ini enak banget, udara seger, nggak kayak di kota.”
Tino: menegur Sisil sambil tertawa “Santai, Sil. Ntar kita bisa balik lagi kapan-kapan. Sekarang yang penting kita beres-beres dulu biar nggak ada yang ketinggalan.”
Wina: membantu mengangkat koper Tria “Lo butuh bantuan nggak, Tri? Barang lo kayaknya berat banget.”
Tria: tertawa “Nggak apa-apa, gue bisa bawa sendiri. Emang gue bawa barang banyak kemarin, tapi sekarang udah lebih ringan.”
Tiara: menyikut Sisil sambil tersenyum “Bentar lagi kita balik ke realita, Sil. Kangen nggak sama rutinitas sekolah?”
Sisil: mendengus “Kangen apaan? Gue malah pengen sekolah libur terus!”
Galang: datang membawa tasnya “Yang penting sih, liburan ini jadi pengalaman seru buat kita semua. Setidaknya, kita bisa buat kenangan bareng.”
Bibo: mengangguk sambil menepuk pundak Galang “Bener. Video-video kita aja udah jadi bukti kalau kita semua udah ngalamin hal-hal gila di sini.”
Danendra: mengambil kunci mobil “Oke, mobil udah siap di depan. Kalo ada yang mau taruh barang di bagasi, sekarang waktunya.”
Cicio: menatap villa sekali lagi dengan tatapan sedih “Gue nggak nyangka bakal kangen tempat ini. Padahal kemarin gue ribet ngatur barang-barang buat bersih-bersih.”
Arga: bercanda “Yah, Cio, lo emang tipe anak rumahan yang sayang sama tempat tinggal.”
Cicio: tertawa “Ya gitu deh, nggak kebayang gimana nanti pas balik ke kota. Bakal ngerasa beda banget.”
Karin: memandang sekitar, sedikit senyum terbentuk di wajahnya “Yang penting, kita semua bisa pulang dengan selamat, nggak ada drama, dan punya kenangan baru buat diinget.”
Sisil: bercanda sambil mengangkat alis “Ya, kecuali kalau ada yang masih punya drama, sih.”
Karin: menghindari tatapan Sisil, sedikit tersipu “Drama apa, Sil?”
Tiara: tertawa kecil “Udahlah, jangan diperpanjang. Yang penting kita udah menikmati liburan ini dengan maksimal.”
Tino: memanggil dari depan villa “Ayo semuanya, jangan lama-lama! Bus udah nunggu, kita harus jalan sebelum siang!”
Sarah: menghela napas panjang “Well, it’s time to say goodbye, villa...”
Bela: berjalan ke arah bus sambil tersenyum “Bye, villa! See you next time!”
Arga dan Karin mengikuti rombongan anak-anak menuju bus. Meski di hati masing-masing ada kegelisahan kecil, mereka saling bertukar pandang sebentar, seolah memberi isyarat bahwa mereka akan baik-baik saja.
Danendra: memastikan semua sudah masuk ke bus “Udah siap semuanya? Barang-barang udah aman?”
Fano: memegang daftar “Oke, kita berangkat. Semoga perjalanan pulang lancar.”
Sambil duduk di kursi bus, suara tawa dan obrolan kembali terdengar. Meski perjalanan pulang sudah dimulai, suasana kebersamaan di antara mereka masih terasa hangat.
Saat bus melaju di jalanan yang sepi, Karin duduk di samping Arga dengan perasaan gelisah. Wajahnya tampak pucat, matanya terus melirik keluar jendela, tapi pikirannya jelas tak tenang. Setelah beberapa lama dalam diam, dia akhirnya berani untuk berbicara.
Karin: berbisik dengan suara gemetar "Ga... gue takut."
Arga: menoleh ke arah Karin, mengernyit bingung "Takut kenapa, Rin?"
Karin: menghela napas berat, menunduk sambil berusaha menahan emosinya "Gue... gue takut kejadian semalam... Ga, gue takut kalau gue hamil."
Mendengar itu, Arga tersentak. Ia menatap Karin dengan tatapan panik dan bingung. Tangannya mengepal erat di pahanya, mencoba mencerna kata-kata Karin.
Arga: menunduk, suaranya bergetar "Rin... lo beneran mikirin itu sekarang?"
Karin: mengangguk pelan, hampir menangis "Gimana nggak, Ga? Kita nggak sadar sama sekali. Gue nggak tahu gimana nanti... gue nggak bisa berhenti mikirin kemungkinan terburuk."
Arga: merasa bersalah, tangannya mencoba meraih tangan Karin "Rin, maaf... Gue juga nggak tahu harus gimana. Tapi... gue bakal tanggung jawab kalo terjadi sesuatu. Kita selesaikan ini bareng-bareng, oke?"
Karin: menggigit bibirnya, matanya mulai berkaca-kaca "Lo janji, kan, Ga? Gue nggak mau sendirian ngelewatin ini."
Arga: menggenggam tangan Karin erat, meskipun tangannya sedikit gemetar "Gue janji, Rin. Gue nggak bakal ninggalin lo."
Karin: menatap Arga dengan mata yang penuh ketakutan, tapi sedikit tenang dengan janjinya "Gue nggak tahu harus gimana, Ga. Gue nggak siap kalo gue beneran ham..."
Arga: menghela napas panjang, mencoba menenangkan diri "Rin. Nanti kita liat dulu ada yang berubah ngga dari lo, jangan buru-buru takut. Apa pun yang terjadi, gue di sini."
Suasana di dalam bus yang semula ramai mulai mereda, tapi bagi Karin dan Arga, percakapan singkat itu membawa beban besar. Meski Arga mencoba menenangkan Karin, keduanya sama-sama merasa khawatir akan apa yang mungkin terjadi.
Kelelahan dari perjalanan dan perasaan mereka bercampur membuat mereka akhirnya tertidur di bangku bus yang cukup nyaman.
Di tengah tidur mereka, salah satu teman mereka, Tino, memperhatikan posisi Karin dan Arga yang tertidur dengan kepala hampir bersandar satu sama lain.
Tino: nyengir, melirik ke arah Bibo "Eh, liat tuh, Arga sama Karin. Udah mirip pasangan beneran aja, tidur bareng gitu."
Bibo: ketawa kecil "Wah, beneran tuh. Mereka udah nggak berantem lagi sekarang? Atau udah baikan banget, nih?"
Tino: masih dengan senyum jail "Jangan-jangan, semalem mereka ada kejadian spesial makanya sekarang adem ayem."
Cicio : “kejadian spesial apa tuh yang bikin dua manusia akur kaya gini, hahaha kan mereka ngilang berdua tu, jangan-jangan sebenernya waktu itu?
Bersambung……