NovelToon NovelToon
Prajurit Perang Di Dunia Sihir

Prajurit Perang Di Dunia Sihir

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi / Anak Genius / Perperangan / Penyeberangan Dunia Lain
Popularitas:487
Nilai: 5
Nama Author: Sapoi arts

Letnan Hiroshi Takeda, seorang prajurit terampil dari Kekaisaran Jepang selama Perang Dunia II, tewas dalam sebuah pertempuran sengit. Dalam kegelapan yang mendalam, dia merasakan akhir dari semua perjuangannya. Namun, ketika dia membuka matanya, Hiroshi tidak lagi berada di medan perang yang penuh darah. Dia terbangun di dalam sebuah gua yang megah di dunia baru yang penuh dengan keajaiban.

Gua tersebut adalah pintu masuk menuju Arcanis, sebuah dunia fantasi yang dipenuhi dengan sihir, makhluk fantastis, dan kerajaan yang bersaing. Hiroshi segera menyadari bahwa keterampilan tempur dan kepemimpinannya masih sangat dibutuhkan di dunia ini. Namun, dia harus berhadapan dengan tantangan yang belum pernah dia alami sebelumnya: sihir yang misterius dan makhluk-makhluk legendaris yang mengisi dunia Arcanis.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sapoi arts, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Sihir penerjemah

Setelah perjalanan yang melelahkan, Hiroshi dan penyihir itu akhirnya tiba di dalam kerajaan. Ketika mereka turun dari kereta, suasana di sekitar gerbang terasa bergejolak. Namun, penyihir itu tampaknya memiliki tujuan yang lebih tenang. Dia melambai kepada Hiroshi untuk mengikutinya.

“Di sini,” katanya dengan nada tenang, sambil menunjukkan arah ke bawah sebuah pohon besar yang rindang dan sepi. Hiroshi mengangguk dan mengikuti langkahnya, meski bingung dengan bahasa yang tak dimengertinya.

Setelah mencapai tempat teduh di bawah pohon, penyihir itu mengamati Hiroshi dengan tatapan serius. Dia kemudian menggelengkan kepalanya, seolah berusaha memahami sosok pendiam di depannya.

"Kau, tidak mengerti?" dia bertanya, suaranya penuh kebingungan. Hiroshi hanya bisa menatapnya, tidak mengerti sepatah kata pun.

Di bawah pohon besar yang rindang, penyihir itu mengamati Hiroshi dengan keraguan dan ketidakpastian.

Setelah gagal dalam beberapa percobaan, dia merasa ada yang perlu dicoba. Dengan tekad, dia mengangkat tongkat sihirnya sekali lagi, berusaha menggunakan mantra lain untuk lebih memahami asal usul Hiroshi dan bagaimana pria misterius itu bisa berada di dunianya.

"Aku akan mencoba lagi," katanya, menatap tongkatnya yang bersinar dengan harapan.

Dia mengucapkan mantra pertama, "Verbum Ignis!" tetapi tidak ada yang terjadi. Cahaya di ujung tongkatnya meredup, dan Hiroshi menunggu, sedikit bingung.

"Kau... baik-baik saja?" tanya Hiroshi, mencoba memberikan dukungan.

"Tunggu sebentar," jawab penyihir itu, berusaha menenangkan diri. Dia menarik napas dalam-dalam dan mencoba lagi. "Aqua Venti!" Dia memfokuskan energinya, tetapi kali ini, hasilnya hanya segerombolan embun yang menghilang dalam angin.

Frustrasi mulai menyelimuti penyihir itu. "Kenapa ini tidak berhasil?" pikirnya, sementara Hiroshi melihatnya dengan kekhawatiran. "Apa aku yang salah?"

Dia mengumpulkan keberanian dan berusaha untuk ketiga kalinya. "Tempestas Aeternum!" Suara mantra itu bergema, dan cahaya mulai bersinar lebih terang dari sebelumnya. Namun, saat dia melafalkan kata-kata itu, ada sesuatu yang aneh. Penyihir itu merasa seolah-olah entitas dari kedalaman lautan yang gelap dan mengerikan menanggapi panggilannya, menyentuh kesadarannya dengan dingin yang mencengkeram.

Ketika cahaya dari tongkatnya memancarkan aura yang menenangkan, tiba-tiba terlintas dalam benaknya bayangan gelap dan suara mengerikan yang menggema. Dia mulai panik, menyadari bahwa mantra yang dia gunakan seharusnya tidak menghubungkan dia dengan sesuatu yang tidak seharusnya ada di dunia ini. "Apa yang salah? Kenapa aku memanggil sesuatu dari kedalaman?"

Di tengah kegugupan dan kepanikan, penyihir itu merasakan ketenangan mengalir melalui dirinya. Cahaya dari tongkatnya menjadi semakin terang, memancarkan aura yang menenangkan. Hiroshi melihatnya dengan takjub saat kata-kata sihir itu memenuhi udara, dan untuk pertama kalinya, mereka mulai saling memahami.

"Aku mengerti! Kau... kamu berbicara bahasa yang sama!" teriak penyihir itu, suaranya penuh kegembiraan dan kelegaan, meskipun ketegangan masih terlihat di wajahnya.

Hiroshi juga merasakan perubahan itu. "Apa ini? Aku bisa mengerti apa yang kamu katakan!" Dia merasa seperti sebuah jendela baru telah terbuka di dalam dirinya.

"Kita berhasil! Kita akhirnya bisa berbicara!" penyihir itu berkata dengan penuh semangat, meskipun napasnya masih terengah-engah dari usaha sebelumnya.

"Tapi, apa yang terjadi? Kenapa baru sekarang?" tanya Hiroshi, bingung namun senang.

"Aku... aku khawatir. Mantra itu seharusnya tidak menghubungkan kita dengan entitas dari lautan gelap itu. Ini aneh. Aku seharusnya tidak memanggil mereka!" jawabnya dengan nada panik, matanya lebar dan gelisah.

Hiroshi menatap penyihir itu, merasa bahwa ada sesuatu yang lebih dalam dari sekadar mantra biasa. "Apa yang akan kita lakukan sekarang?"

"Mungkin sihirku butuh waktu untuk menyesuaikan diri dengan keberadaanmu di sini, dan kini kita bisa saling berbagi cerita! Tetapi, aku harus berhati-hati agar tidak memanggil entitas lain yang berbahaya." penyihir itu mengaku, berusaha menenangkan dirinya.

Dengan rasa penasaran yang membara, Hiroshi dan penyihir itu mulai berbicara, meskipun dengan nada yang hati-hati. Dia menjelaskan latar belakangnya, tentang pertempuran yang membuatnya terjebak di dunia yang asing ini. Penyihir itu mendengarkan dengan seksama, matanya berbinar-binar penuh rasa ingin tahu.

"Aku belum pernah mendengar dunia seperti itu sebelumnya," ujar penyihir itu. "Mungkin ada lebih banyak hal yang bisa kita pelajari satu sama lain."

____

Setelah mengobrol panjang lebar di bawah pohon besar, penyihir itu menggaruk kepalanya, tampak berpikir keras.

"Aku rasa kita perlu menemukan tempat untuk beristirahat. Mungkin penginapan di dekat sini bisa menjadi pilihan yang baik," katanya, berusaha terdengar optimis.

Hiroshi mengangguk, setuju dengan ide itu. "Baiklah. Kita perlu menjaga diri kita tetap aman, dan mungkin bisa merencanakan langkah selanjutnya di sana."

Mereka berjalan menuju penginapan yang tidak jauh dari gerbang kerajaan. Ketika mereka tiba, penyihir itu langsung mendekati meja resepsionis dan meminta dua kamar.

"Satu untukku dan satu untuk teman baruku ini," ujarnya dengan percaya diri.

Namun, resepsionis yang tampak lelah menggelengkan kepala. "Maaf, Tuan Nona. Saat ini hanya ada satu kamar tersisa," katanya dengan nada menyesal.

Penyihir itu menatap Hiroshi dengan kebingungan. "Jadi, kita terpaksa berbagi kamar?" tanyanya, mencoba membayangkan situasi canggung yang mungkin terjadi.

"Sepertinya tidak ada pilihan lain," jawab Hiroshi, menyeringai kecil. "Selama kita tetap saling menghormati, itu tidak akan menjadi masalah."

Akhirnya, mereka menerima kunci kamar yang disediakan, berjalan menuju kamar yang sederhana namun nyaman. Begitu memasuki kamar, penyihir itu menghela napas, sedikit merasa canggung dengan situasi baru ini.

"Jadi, ini akan menjadi tempat kita beristirahat untuk sementara," katanya sambil menyapu pandangannya di sekitar ruangan. "Aku harap kita tidak akan terlalu banyak terlibat dalam masalah."

Hiroshi mengangguk, tetapi dia merasakan ketegangan di udara. "Setidaknya kita bisa merencanakan langkah kita dengan lebih baik. Dan kita perlu mencari tahu lebih banyak tentang bandit-bandit itu."

Malam mulai merayap, dan setelah beberapa saat, penyihir itu mulai membahas tentang Hiroshi.

"Kamu bilang namamu Hiroshi, tetapi aku tidak pernah mendengar nama itu sebelumnya. Dari mana asalmu?" tanyanya dengan rasa ingin tahu.

Hiroshi, yang lelah setelah hari yang panjang, melepas mantel militernya dan duduk di kursi dekat jendela.

"Aku berasal dari tempat yang sangat jauh, tempat yang tidak memiliki sihir seperti di sini," jawabnya dengan suara yang pelan. "Aku seorang prajurit, dan aku tidak pernah menyangka akan terjebak dalam dunia seperti ini."

Penyihir itu mendengarkan dengan seksama, merasakan ketulusan dalam kata-kata Hiroshi. "Apakah kamu tahu bagaimana kamu bisa sampai di sini?"

"Tidak. Satu saat aku berjuang di medan perang, dan selanjutnya aku terbangun di dunia ini. Aku merasa seolah-olah takdirku terikat di sini," Hiroshi menjelaskan, menatap ke luar jendela, seolah mencari jawaban dalam gelapnya malam.

Sementara itu, penyihir itu merasa semakin bingung dengan keadaan Hiroshi. "Kamu mengatakan bahwa tidak ada sihir di duniamu. Lalu bagaimana bisa kamu menghadapinya di dunia yang penuh dengan hal-hal tidak lazim seperti ini?"

Hiroshi menggelengkan kepala. "Aku hanya berusaha untuk bertahan. Ini semua terasa aneh bagiku."

Setelah beberapa saat berbincang, Hiroshi yang lelah mulai mengantuk. Dia meregangkan tubuhnya dan membiarkan kepalanya bersandar di kursi.

"Aku minta maaf, aku tidak bisa…," katanya sebelum terlelap, wajahnya tenang meskipun dalam ketidakpastian.

Penyihir itu memandang Hiroshi dengan rasa kasihan, merasa ada sesuatu yang lebih besar dari sekadar situasi mereka saat ini.

"Kau harus beristirahat," bisiknya, sebelum mengalihkan pandangannya ke luar jendela, merenungkan semua yang terjadi dan rencana yang harus mereka buat ke depan.

Di dalam keheningan malam, dua jiwa yang berasal dari dunia berbeda terikat oleh takdir yang tak terduga, masing-masing dengan beban yang harus mereka bawa, sementara bintang-bintang bersinar di atas mereka, seolah menyaksikan perjalanan yang baru saja dimulai.

1
Yurika23
mampir ya thor
Yurika23: siap kak
Sapoi arts: Tentu @Yurika23 , terima kasih atas support-nya! Akan mampir juga 😊
total 2 replies
si Rajin
keren, penulisannya juga rapih
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!