Yara Vianca tak sengaja mendapati buku nikah suaminya dengan wanita lain. Tentunya, dia merasa di khianati. Hatinya terlampau sakit dan perih, saat tahu jika ada wanita lain yang menjadi madunya. Namun, penjelasan sang suami membuat Yara tambah di buat terkejut.
"Benar, aku juga menikah dengan wanita lain. Dia Dayana, istri pertamaku." Penjelasan suaminya membuat dunia Yara serasa runtuh. Ternyata, ia adalah istri kedua suaminya.
Setelah Yara bertemu dengan istri pertama suaminya, di sanalah Yara tahu tentang fakta yang sebenarnya. Tujuan Alva Elgard menikah dengan Yara agar dia mendapat kan anak. Sebab, Dayana tak dapat hamil karena ia tak memiliki rahim. Tuntutan keluarga, membuat Dayana meminta suaminya untuk menikah lagi.
Alva tidak mengetahui jika saat itu ternyata Yara sudah mengandung. Karena takut bayinya di ambil oleh suami dan madunya setelah dirinya di ceraikan, ia memilih untuk pergi dan melepaskan suaminya.
5 tahun kemudian.
"Om Alpa, ada indomaletna nda?"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kenz....567, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dua puluh tujuh hari sebagai syarat
Alva menatap istri dan kedua anaknya yang sudah tertidur dengan lelap di atas ranjang miliknya. Pria itu tersenyum lembut, tatapannya terlihat teduh. Hatinya menghangat saat melihat pemandangan di depannya saat ini. Dengan lembut, Alva menundukkan tubuhnya dan meng3cup kening putra dan putrinya.
"Maaf, selama ini Ayah tidak ada di samping kalian. Maaf, karena ayah membuat kalian kesulitan. Maaf, lagi-lagi Ayah akan menempatkan kalian di posisi sulit." Lirih Alva seraya mengelus rambut tebal putranya.
Wajah polos putranya saat tertidur, membuat Alva tersenyum. "Jaga adekmu nanti yah, Ayah tahu kamu adalah anak yang hebat. Saat besar nanti, jangan jadi seperti Ayah hm." Ujar Alva dan kembali meng3cup kening Jovan cukup lama.
Alva menarik wajahnya, pria itu beralih menatap ke arah sang istri yang masih tertidur dengan pulas. Dia mengingat tentang permintaan wanita itu, hatinya kembali teriris sakit. Kenangannya yang singkat bersama Yara kembali terngiang di pikirannya. Dulu, wanita itu sangat terlihat antusias jika di dekatnya. Selalu mencurahkan cinta dan kasih sayang yang dia miliki. Namun sekarang, Yara seakan menjauhinya.
Lama memandang wajah Yara, Alva memutuskan untuk pergi keluar kamar. Dia sudah berjanji pada Yara untuk tidur di kamar tamu. Namun, sebelum itu. Alva ingin merasakan udara segar di luar, dia memiliki untuk bersantai di kursi dekat kolam renang rumahnya.
Alva menatap kosong ke depan, banyak sekali hal yang harus dia pikirkan saat ini. Tentang Yara dan anak kembarnya, Alva memikirkan ketiganya. Di satu sisi, dia merasa hatinya terus tertuju pada Yara. Di sisi lain, kesakitan yang wanita itu rasakan karenanya, membuat Alva takut berharap lebih.
"Butuh kopi?"
Alva di kejutkan dengan kedatangan iparnya, pria itu langsung menadahkan kepalanya dan meraih cangkir kopi yang pria itu bawakan. Darren, dia mendudukkan dirinya di sebelah Alva. Kedua pria itu sama-sama memandang ke depan seraya menikmati secangkir kopi yang menghangatkan pikiran keduanya.
"Aku sudah mendengar cerita dari kakakmu, menurutku kamu gil4 Alva." Ujar Darren tanpa menatap adik iparnya itu.
"Memang, aku gak ada pilihan saat itu. Dayana terus merasa bersalah, dia tak ingin keturunan Elgard hanya berhenti padaku." ujar Alva.
"Tapi tidak mengorbankan wanita lain, Alva. Sebelum menikah, seharusnya kamu jujur dari awal jika Dayana memang tak bisa hamil. Agar, para keluarga mempertimbangkannya. Walaupun kita tahu hasilnya, pasti keluarga tidka setuju. Apalagi, kamu anak laki-laki satu-satunya." Balas Darren.
"Ya, aku tahu. Aku salah, dan bodohnya aku malah menuruti keinginan Dayana saat itu. Kamu pasti paham bagaimana perasaanku saat itu bang." Lirih Alva. Darren menghela nafas pelan, dia tak pernah mengira jika adik iparnya melakukan itu.
"Sekarang bagaimana? Hampir lima tahun istri keduamu itu pergi karena takut kamu merebut anaknya. Sekarang, dia kembali dengan anak kembar kalian. Apa, kamu tetap akan mengambil mereka?" Tanya Darren.
Alva terdiam, pria itu berpikir keras. jika ingin egois, Alva akan rebut hak asuh anaknya. Dia bisa melakukannya dan hal itu hal mudah untuknya. Apalagi, pernikahannya dengan Yara sudah tercatat. Dia bisa menggugat Yara dan mengambil hak asuh anaknya. Namun, Alva menyadari jika kesalahan ada padanya.
"Dari pada saling merebut, lebih baik kembali bersama saja." Saran Darren.
"Tidak mungkin, aku sudah menyakitinya Yara sangat dalam. Mana mau dia kembali denganku. Dia saja sudah menuntut cerai," ujar Alva dengan tertawa hambar.
Darren tersenyum tipis, "Alva, kamu tahu masa laluku dengan kakakmu? Aku pernah berselingkuh darinya, dan kami sempat berada di sidang perceraian. Tapi aku di tampar oleh kata-katanya, kamu tahu apa yang dia katakan sehingga membuatku kembali berjuang untuknya dan anak kami?"
Alva menoleh, menatap Darren yang menatap kosong ke depan. Ya, Alva akui. Pernikahan kakaknya tak semulus yang orang lihat. Tahun ke enam pernikahan, rumah tangga Fanny di uji oleh kehadiran orang ketiga. Fanny masih memaafkannya dan memberikan Darren kesempatan untuk berubah. Walaupun, keluarga menentang karena khawatir Darren kembali berulah. Nyatanya, sudah lima tahun berjalan dan pria itu benar-benar berubah.
"Dia bilang, 'apa segini usahamu dalam mencintaiku?' Disitu aku tersadar, jika kakakmu hanya menguji sebesar apa aku mempertahankan dia. Maksudku, apa kamu sudah berusaha mempertahankan rumah tanggamu? Bukan apa, tapi ... jangan hanya dari sekedar kata-kata saja. Perlu adanya usaha, dan wanita melihat itu darimu." Terang Darren yang mana membuat Alva berpikir kembali.
"Dia bahagia jika bercerai denganku," ujar Alva dengan suara lirih.
"Memangnya kamu sudah bertanya padanya? Belum bukan? Itu hanya pemikiranmu sendiri," sahut Darren dengan kesal.
"Pikirkanlah nasib anak-anak kalian kedepannya. Mereka memang belum mengerti, tapi mereka paham jika keluarga mereka tak bisa seperti yang lainnya." Ujar Darren seraya beranjak dari duduknya.
"Aku pamit ke kamar, takut Bara dan Fanny mencariku. Pikirkanlah lagi kata-kataku tadi, itu pun kalau kamu masih beruntung." Ujar Darren dan beranjak pergi meninggalkan Alva yang terdiam seribu bahasa.
Alva memutuskan untuk masuk karena hari semakin larut. Namun, saat berbalik. Dirinya di kejutkan dengan Yara yang berdiri di belakangnya. Tampak, wanita itu memandangnya dengan tatapan lekat. Alva tersenyum tipis, dia menghampiri wanita itu dengan membawa cangkir kopinya yang sudah kosong.
"Bukannya dokter bilang kamu enggak boleh begadang dan minum kopi Mas?" Tanya Yara dengan tatapan heran.
"Eh, itu ... tadi Bang Darren yang ngasih." Jawab Alva dengan santai
Yara mengangguk paham, "Kenapa belum tidur? Gak nyaman yah tidur di kamar tamu? Gak papa, biar aku aja yang tidur di kamar tamu. Mas, bisa tidur di kamar mas sendiri." Ujar Yara yang mengira Alva tak nyaman tidur di kamar lain.
Alva menggeleng, "Bukan, bukan soal itu. AKu memang sulit tidur sekarang," ujar Alva membantah apa yang istrinya itu pikirnya.
"Ayo masuk, udara disini dingin." Ajak Alva.
Yara mengangguk, dia membiarkan Alva mengantarnya ke kamar. Sesampainya di kamar, Alva memutuskan untuk keluar. Namun, pria itu menghentikan langkahnya dan berbalik menatap Yara yang juga sedang menatapnya.
"Yara, jika aku ingin berusaha melanjutkan hubungan kita, apa kamu mau memberiku kesempatan?" Tanya Alva dengan tatapan lekat.
Yara terdiam, hingga beberapa detik kemudian dia menjawab hal yang sama seperti sebelumnya. "Tidak, jawabanku tetap sama Mas. Memang bukan hal yang mudah, tapi alasanku cukup kuat untuk berpisah denganmu." Jawab Yara seraya membuang pandangannya ke samping.
"Apa jika kita bercerai, kamu akan bahagia?" Tanya Alva dengan tatapan sendunya.
"Tentu saja, aku bisa mencari kebahagiaanku sendiri." Jawab Yara tanpa menatap mata pria di hadapannya.
Alva mengangguk, bibirnya mencoba untuk membentuk senyuman di bibirnya. Hatinya berdenyut sakit, dad4nya pun terasa sangat sesak. Dia menundukkan kepalanya, mencoba untuk mengatur keadaan hatinya saat ini.
"Dua puluh tujuh hari lagi, tepat usia pernikahan kita yang ke lima tahun. Aku akan mengabulkan keinginanmu, tapi dengan syarat ... beri kesempatan untuk si kembar merasakan keluarga yang utuh."
Degh!!
"Hanya dua puluh tujuh hari, selama menunggu proses sidang. Kita buat mereka merasakan keluarga yang utuh, seperti anak-anak keluarga bahagia lainnya. Kita kabulkan harapan kecil mereka, yang selama ini mereka impikan. Aku gagal menjadi suami yang baik, tapi jangan buat aku gagal menjadi ayah yang baik untuk Kedua anakku." Ujar Alva dengan air kata yang sudah membasahi pipinya.
___
Jangan lupa dukungannya🥰🥰