Yang satu punya banyak problematik, yang satunya lagi bocah bebas semaunya. Lalu mereka dipertemukan semesta dengan cara tak terduga.
Untuk tetap bertahan di dunia yang tidak terlalu ramah bagi mereka, Indy dan Rio beriringan melengkapi satu sama lain. Sampai ada hari dimana Rio tidak mau lagi dianggap sebagai adik.
Mampukah mereka menyatukan perasaan yang entah kenapa lebih sulit dilakukan ketimbang menyingkirkan prahara yang ada?
Yuk kita simak selengkapnya kisah Indy si wanita karir yang memiliki ibu tiri sahabatnya sendiri. Serta Rio anak SMA yang harus ditanggung jawabkan oleh Indy.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zenun smith, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20
Kalau di kediaman Handi, Juni sedang meraung-raung kekesalan, lain lagi dengan situasi di rumah Indy. Dua orang di dalamnya sedang merayakan keberhasilan part pertama dalam proyek berjudul menghancurkan pelakor.
Untuk pembukaan, mereka sudah dikatakan sukses karena Juni sudah cosplay menjadi kotoran yang menjijikkan. Wanita itu masih menumpahkan kekesalan dengan memarahi semua orang yang ada di rumahnya.
Usahanya menghubungi Handi yang sempat diwarnai bersitegang, kini berbuah manis untuk Juni. Handi akhirnya memperhatikan kondisi Juni setelah perempuan itu mengabarkan kalau dirinya tengah sakit.
"Beberapa jam lagi saya akan tiba di rumah. Apa kamu sudah menghubungi dokter keluarga?"
"Sudah Mas, sedang dalam perjalanan. Aku butuh Mas Han disamping ku. Maaf ya Mas sudah mengacaukan jadwal penting ini."
"Yasudah tidak apa-apa. Saya tutup dulu telepon nya. Tunggu saja dokter keluarga datang memeriksa mu."
"Iya Mas. Love you.. "
Tut.
Telepon terputus dari kubu Handi.
Issssh, nih aki-aki gak ada akhlak emang! eh tunggu, apa dia sudah jarang memakai jam tangan dariku?
...*****...
Kediaman Indy.
Rio fokus mengerjakan PR biologi ditemani segelas jus jeruk. Biasanya, sebelum kejadian kehilangan ciuman pertama, juga Indy yang kerap masuk ke kamarnya tiba-tiba, Rio selalu mengunakan outfit ternyaman ketika sedang belajar. Dia hanya memakai celana pendek atau kolor tanpa memakai atasan. Namun kali ini tidak. Rio memakai celana levis panjang di padukan kaus putih. Dia juga memakai jam tangan, rambutnya klimis, juga anak itu memakai parfum. Rio seperti lelaki yang hendak melancong ketimbang sedang mengerjakan PR.
Ceklek.
Nah benar kan, Indy datang ke kamarnya. Rio memandang ke arah Indy tanpa melepaskan buku-bukunya.
"Ada apa kak?" tanya Rio, tepat ketika Indy sudah berada di samping lelaki itu.
"Nggak ada apa-apa. Emangnya aku tidak boleh gangguin pacar sendiri yang lagi ngerjain PR?" mendengar itu, Rio menjadi salah tingkah. Dia menutup bukunya dan tidak tahu harus berkata apa.
"Tidak boleh nih Yo?!" ulang Indy, karena Rio belum merespon.
"Bo-leh, gangguin aja kak. Lagian aku udah selesai ngerjainnya."
Mulut Indy membentuk o. Kemudian Indy mulai berbicara serius mengenai pendidikan Rio.
"Bagus deh kalau begitu. Belajar itu penting, dan jangan pernah mengabaikannya. Sebentar lagi kamu masuk ujian nasional kan?" Indy meraih gelas jus jeruk milik Rio yang isinya tinggal setengah. Dia meneguknya hingga tandas.
"Iya kak. Akhirnya bentar lagi aku lulus SMA." Pandangan Rio menerawang, memancarkan angan-angan.
"Setelah lulus nanti kamu mau daftar ke universitas mana? jurusan apa?"
Rio menatap Indy, kepalanya menggeleng pelan. "Aku pengen cari pengalaman kerja dulu kak, setelah beberapa tahun aku bakal daftar kuliah sesuai dengan jurusan yang aku mau."
"Why? kenapa kamu tidak langsung kuliah saja Rio? kamu kan sudah kerja di rumahku. Kurang ya uang yang aku kasih?"
"Bukan begitu, hanya saja aku-- aku terlalu merepotkan."
"Repot apanya sih Rio? sudah, aku tidak mau mendengar alasan apapun darimu lagi. Kamu pikir aku kerja keras untuk apa? untuk kamu bisa mengenyam pendidikan tinggi sampai cita-cita mu tercapai Rio. Jangan pikirin biaya, aku yang tanggung semua." Indy berapi-api.
"Tapi kak--"
"Tidak ada tapi-tapian. Aku tidak mau ditolak. Uang yang ada di ATM sudah habis belum?"
"Belum, masih banyak sekitar empat ratus lima puluh jutaan."
Astaga, kepala Indy pening.
"Memangnya tidak kamu pakai?"
"Pakai, buktinya berkurang dari saldo lima ratus juta."
"Buat apa?"
"Aku beliin alat kebersihan."
Indy menghela nafas, membuangnya bersamaan tawa yang sumbang.
"Please, pakai juga buat kebutuhan kamu. Aku mohon."
Rio terdiam sejenak, masih menyimak Indy berbicara. Dia mulai kepikiran sesuatu, dan dia harus bilang ini pada Indy untuk memastikan.
"Kakak nggak lagi nganggep aku Ryuga kan?"
Indy mengerjap, menyadari tingkahnya sudah disalah artikan Rio. Rio tidak pernah tahu, jika Indy bersikap demikian karena ada rasa bersalah perihal mendiang ayahnya. Indy memegang tangan Rio.
"Aku tidak menganggap mu sebagai adikku Rio. Apa tidak terasa di hatimu aku menganggap kamu itu apa? masih kurang luka yang aku berikan Yo?"
Cukup sudah. Gumam Rio dalam hatinya. Dia tidak mau memanfaatkan kesempatan yang ada karena dia telah merasakan apa yang dirasakan Indy.
"Cukup kak. Maafkan aku yang sudah meragukan mu."
Hah, Indy memasang muka bete pura-pura tersakiti. Dia bersedekap, berbalik badan memunggungi Rio.
"Jujur aku jadi sedih Rio."
Rio yang merasa bersalah lekas menyalak, "jangan sedih kak, bagaimana biar kakak nggak sedih, aku ajak jalan. Mau?"
"Jalan?"
"Iya. Aku berharap kakak bisa terhibur."
"Oke!"
Indy penasaran akan tempat kencan yang Rio rekomendasi kan. Dia pun mengiyakan ajak Rio. Mereka bersiap-siap dengan membawa tas kecil serta memakai sweter.
Di parkiran, mereka saling menggunakan helm. Pada kesempatan ini Indy membahas tentang Juni, sekalian dia mengucap terimakasih kepada Rio karena sudah membantu memberi pelajaran kepada pelakor tersebut.
"Terimakasih atas keberhasilan pekerjaan kita di part satu. Kamu keren Yo. Setelah ini kita siap-siap menyusun part dua."
"Part duanya sudah aku luncurkan hari ini."
"Apa? kamu merencanakan apa Yo?"
Rio malah cengar-cengir mengingat rencana yang sudah dia luncurkan. Indy kian penasaran.
"Nanti ya, aku ceritainnya pas kita udah balik dari acara kencan ini."
"Kencan katamu?"
TUK!
Kaca helm Rio di geplak lagi oleh Indy. Gadis itu balik badan kemudian senyam-senyum. Terjawab sudah, jika Indy menurunkan paksa kaca helm Rio disaat mereka berbicara, itu pertanda Indy sedang salah tingkah.
.
.
Bersambung.
Heh, jd keinget gaya helikopter nya Gea sm Babang Satria🤣