Bagaimana perasaanmu jika teman kecilmu yang dahulunya cupu, kini menjadi pria tampan, terlebih lagi ia adalah seorang CEO di tempatmu bekerja?
Zanya andrea adalah seorang karyawan kontrak, ia terpilih menjadi asisten Marlon, sang CEO, yang belum pernah ia lihat wajahnya.
Betapa terkejutnya Zanya, karena ternyata Marlon adalah Hendika, teman kecilnya semasa SMP. Kenyataan bahwa Marlon tidak mengingatnya, membuat Zanya bertanya-tanya, apa yang terjadi sehingga Hendika berganti nama, dan kehilangan kenangannya semasa SMP.
Bekerja dengan Marlon membuat Zanya bertemu ayah yang telah meninggalkan dirinya sejak kecil.
Di perusahaan itu Zanya juga bertemu dengan Razka, mantan kekasihnya yang ternyata juga bekerja di sana dan merupakan karyawan favorit Marlon.
Pertemuannya dengan Marlon yang cukup intens, membuat benih-benih rasa suka mulai bertebaran dan perlahan berubah jadi cinta.
Mampukah Zanya mengendalikan perasaannya?
Yuk, ikuti kisah selengkapnya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Velvet Alyza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hadiah
"Apa ini? Gelang kesehatan kah?" Zanya mengernyitkan dahi, menatap Gelang yang telah ia keluarkan dari bungkusnya.
Bentuk gelang hadiah Marlon.
"Not bad, lucu bentuknya." Ujar Zanya sembari memakai gelang itu di pergelangan tangannya. "Ternyata dia udah dewasa..." Zanya mengelus gelang itu.
***
Marlon masuk ke ruangannya saat Zanya sedang menata barang-barang di mejanya. Pagi ini Zanya berangkat ke kantor lebih cepat dari Marlon dan Radit karena Radit memintanya menyiapkan sarapan untuk Marlon di kantor.
Marlon melirik gelang di pergelangan Zanya, lalu tersenyum. Zanya mengambil kopi dan Roti lapis dari meja sofa dan membawanya ke meja Marlon.
"Silahkan, Pak." Zanya mempersilahkan.
Marlon duduk di kursinya. "Terimakasih." Ucapnya.
"Ada lagi yang Anda butuhkan, Pak?" tanya Zanya.
Marlon menggeleng.
Zanya menganggukkan kepalanya. "Baik, kalau begitu saya permisi..."
"Gelang itu bagus di tangan kamu." Celetuk Marlon, saat Zanya hendak keluar.
Zanya melihat pergelangannya, kemudian tersenyum. "Ah, iya. Saya belum sempat mengucapkan terimakasih... Terimakasih, Pak!" Ujarnya sambil tersenyum.
Marlon tersenyum sambil menganggukkan kepala.
"Oh, iya, Pak. Jam makan siang nanti saya izin keluar sebentar, ya." ujar Zanya. "Hari ini Anda hanya ada janji temu dengan Pak Dwi jam 3 sore..."
"Iya, silahkan." Marlon memotong ucapan Zanya.
"Terimakasih,Pak!" ucap Zanya lagi.
***
Zanya pergi meninggalkan mejanya tanpa menunggu Marlon keluar dari ruangan. Hari ini ia ada janji dengan Khaifa, mereka akan makan di sebuah restoran jepang menggunakan voucher yang Khaifa miliki.
"Itu tandanya dia suka sama elu!" ujar Khaifa.
"Kalau ngasih hadiah itu tandanya suka, berarti elu suka banget sama gue, karena elu paling rajin ngasih gue hadiah." ujar Zanya sambil mengunyah ramennya.
"Gak, gue bukan suka sama elu, tapi kasian." Timpal Khaifa sambil mengambil tempura.
Zanya tertawa. "Berarti dia juga kasian sama gue!"
Khaifa menggeleng-geleng sambil menggoyang-goyangkan sumpitnya. "Beda! Dia cowok, gue cewek. Gue ngasih sebagai sahabat, dia ngasih sebagai cowok untuk cewek, buktinya dia gak beliin partner elu boneka juga, makanya gue bilang dia suka sama elu." ujar Khaifa.
"Ah, semua aja lu bilang suka sama gue. Kemaren Gusta, sekarang Marlon." Protes Zanya, lalu kembali menyuapkan Gyoza ke mulutnya.
"Eh, btw, itu ada udangnya loh!" Khaifa mengingatkan.
"Terus makanan yang bisa gue makan cuma ramen ini?" tanya Khaifa dengan tatapan tak percaya. "Lu ngajak gue makan cuma biar ada teman makan?" tanyanya.
Khaifa tersenyum sambil mengedip-ngedipkan kedua matanya. "Tau aja!" ujarnya sambil tertawa. Zanya menatapnya dengan kesal sambil menyuapkan makanan ke mulutnya.
"Oh iya, mana gelangnya? Kata lu dia ngasih gelang juga?" tanya Khaifa penasaran.
"Biasa aja sih gelangnya, kayak gelang-gelang kesehatan gitu, nih..." Ujar Zanya sambil menunjukkan gelang di pergelangan tangannya.
Khaifa memperhatikan Gelang Zanya dengan seksama.
"Fix! Dia suka sama elu!" celetuknya.
Zanya berdecak. "Ck! Itu lagi!" Protesnya.
"Ini gelang bukan sembarang gelang, selain harganya lumayan mahal, gelang ini tuh gelang couple, Za! Gue tau, karena Kak Kania dihadiahin ini sama Bang Ghaozan waktu anniversary mereka. Kalau gak salah ini bisa berhubungan jarak jauh gitu." Ujar Khaifa serius
Zanya memperhatikan gelang pemberian Marlon, tidak ada yang istimewa selain bentuknya yang unik, pikirnya.
***
"Gerah ya, Pak?" tanya Dwi saat Marlon menggulung lengan bajunya.
"Iya, apalagi di luar ruangan, panas sekali. Makanya aku gak pakai jas." Ujar Marlon sambil menggulung lengan bajunya yang satu lagi.
"Ah, apa itu, Pak?" Tanya Dwi saat melihat gelang hitam di pergelangan marlon.
Gelang Marlon
Marlon menatap gelang di lengannya. "Ah, ini? Gelang yang sedang trend saat ini, Pak." Jawab Marlon.
Radit melirik ke arah Zanya sambil tersenyum, Zanya yang menyadari lirikan Radit ke arah pergelangannya pun segera menarik ujung lengan kemejanya. Rupanya benar yang Khaifa katakan, ini adalah gelang pasangan, pikir Zanya. Apa benar yang Khaifa katakan, bahwa Marlon menyukainya?
"Zanya, kapan janji temu dengan Pak Deddy?" tanya Marlon tiba-tiba.
Zanya tersentak lalu segera melihat jadwal Marlon di tablet yang ia pegang.
"Tanggal 9 Oktober, Pak." Jawabnya tergagap.
"Fokus, jangan banyak melamun!" ujar Marlon.
"M-maaf, Pak..." ucap Zanya.
Orang ini suka padanya? Jangan mimpi! Ucap Zanya dalam hati.
Pembicaraan antara Marlon dan Dwi selesai pukul 5 sore, Marlon mengajak Zanya dan Radit segera pulang, karena ia ingin segera mandi.
"Radit, bawakan jasku, ya. Zanya tolong ambilkan barang-barangku di kantor." Titah Marlon.
Radit mengikuti Marlon sambil membawakan jas ke lift eksklusif, sementara Zanya menuju lift umum. Saat lift terbuka, ada banyak karyawan yang keluar dari pintu lift, sehingga Zanya menyingkir agar mereka bisa lewat.
Tiba-tiba tangan Zanya di pegang oleh seseorang, Zanya terkejut, dan melihat ke arah orang yang memegang tangannya.
"Razka!" Desis Zanya.
"Hai, Za! Mau kemana?" tanya Razka sambil tersenyum.
"Maaf, Razka, aku sibuk." Zanya melepaskan tangannya, lalu masuk ke dalam lift.
Namun sialnya Razka mengikuti Zanya ke dalam lift. Zanya menekan angka 9, ia sengaja diam, tak ingin terlibat obrolan apapun dengan Razka sambil berharap ada orang yang masuk ke lift. Namun, saat ini sudah pukul 17:35, sudah tidak ada orang lagi di kantor, orang-orang yang keluar dari lift tadi mungkin yang terakhir keluar kantor.
"Za, mau sampai kapan kamu menghindar dari aku?" tanya Razka.
"Aku bukan menghindar dari kamu, aku gak mau berurusan dengan kamu lagi." Jawab Zanya lantang.
"Za, walau bagaimanapun, kita punya kenangan bersama, kita pernah saling cinta. Apa salahnya kita berteman, saling bicara, saling berbagi suka duka?" Razka mendekati Zanya yang berdiri di dekat pintu.
Zanya diam seribu bahasa, ia tidak mau meladeni Razka, ia ingin cepat-cepat sampai di kantor dan mengambil barang-barang Marlon, kemudian naik ke wisma. Ia berharap masih ada orang di kantor CEO.
Pintu lift terbuka, Zanya segera keluar dari lift, namun Razka masih mengikutinya. Suasana kantor yang lengang membuat Razka memberanikan diri untuk menarik tubuh Zanya. Ia sengaja menarik Zanya ke pojok yang tidak terjangkau CCTV. Razka menggepit tubuh Zanya ke dinding, lalu ia merengkuh wajah Zanya.
"Kamu kangen aku kan?" tanya Razka, sambil wajahnya mendekati wajah Zanya.
Zanya menyadari dirinya dalam bahaya, ia berusaha sekuat tenaga mendorong Razka, namun sekuat apapun tenaganya, tubuh Razka lebih besar darinya, dan tidak adanya jarak di antara mereka membuat Zanya sulit bergerak.
"Lepas, Razka!" teriak Zanya.
Razka masih berusaha merengkuh Zanya.
"Dulu kamu menikmati ini, Za! Ayo, kita kenang lagi saat-saat itu..." Suara Razka yang terdengar seperti desahan, membuat Zanya merasa jijik.
"Siapapun, toloong....!" teriak Zanya.
Zanya terus berusaha menjauhkan wajahnya dari Razka, ia mulai menangis putus asa karena sepertinya tidak ada yang mendengar teriakannya. Tangan Razka masih terus bergerilya, berusaha menaklukkan Zanya.