Perjuangan dan kesabaran seorang Langit Maheswara, berakhir sia-sia. Wanita yang selalu dia puja, lebih memilih orang baru. Niat hati ingin memberikan kejutan dengan sebuah cicncin dan juga buket bunga, malah dirinya yang dibuat terkejut saat sebuah pemandangan menusuk rongga dadanya. sekuat tenaga menahan tangisnya yang ingin berteriak di hadapan sang kekasih, dia tahan agar tidak terlihat lemah.
Langit memberikan bunga yang di bawanya sebagai kado pernikahan untuk kekasihnya itu, tak banyak kata yang terucap, bahkan ia mengulas senyum terbaiknya agar tak merusak momen sakral yang memang seharusnya di liputi kebahagiaan.
Jika, dulu Ibunya yang di khianati oleh ayahnya. maka kini, Langit merasakan bagaimana rasanya menjadi ibunya di masa lalu. sakit, perih, hancur, semua luka di dapatkan secara bersamaan.
Ini lanjutan dari kisah "Luka dan Pembalasan" yang belum baca, yuk baca dulu 🤗🥰🥰
jangan lupa dukungannya biar Authornya semangat ya 🙏🤗🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reni mardiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Syifa Histeris
Hendra terkapar tak berdaya di samping mobilnya, sementara anak buahnya sudah lebih dulu kalah karena tak bisa menandingi kuatnya para Bodyguard Langit.
"Kalau aja Tuhan menghalalkan membunuh orang, maka orang pertama yang gue bunuh adalah loe!" Geram Langit.
Duggg...
Langit menendang kaki Hendra sebelum meninggalkannya, jalanan terlihat sepi dan selama bertarung tidak ada kendaraan yang melintas.
"Cepat balik ke mobil!" Titah Langit pada Bodyguardnya.
Para Bodyguard yang berjumlah empat orang itu pun menganggukkan kepalanya, mereka semua masuk ke dalam mobil. Langit pula membuka pintu mobilnya, dia cukup lega karena Kejora sudah mendapatkan bayinya.
"Langit." Panggil Kejora. Dia menatap Langit dengan wajah basah oleh air mata, ada rasa bersalah begitu melihat ada luka di wajah mulus Langit.
"Bagaimana kondisi bayinya?" Tanya Langit sambil masuk ke dalam mobilnya, dia duduk di kursi kemudi sambil menatap bayi di dalam dekapan Kejora.
"Dia baik-baik saja. Sepertinya aku harus membawanya ke Dokter, bayi ini perlu perawatan." Jawab Kejora khawatir.
"Lebih baik bayi ini di bawa ke rumah Om Tupai, biar aku telpon temenku si Galen buat cari Dokter anak yang bisa dateng ke rumah." Ucap Saran Langit.
Kejora menganggukkan kepalanya setuju, dia juga tak tinggal diam saja. Sebelah tangannya memainkan ponsel untuk menghubungi Meta dan meminta bantuannya. Kejora meminta Meta untuk membelikan peralatan bayi dan juga susu untuk bayi yang ia duga anak Kakaknya, walaupun bukan anak Kakaknya pun Kejora akan tetap menyelamatkannya dan mengurusnya. Hendra pasti akan menyingkirkan bayi itu, dari jalan yang dia lewati saja arahnya menuju sungai dan Kejora takut Hendra membuangnya.
*******
Di rumah sakit.
Syifa berhasil di selamatkan, dia di bawa ke ruang rawat karena bisa di pastikan keadaannya sudah stabil, hanya tinggal menunggu sadarnya saja. Eva berdiri di samping brangkar anaknya, tangannya menggenggam jemari Syifa yang sudah berjuang melawan maut di dalam ruang operasi.
"Syifa, maafkan Mama. Mama gagal jaga anak kamu, bagaimana Mama bilangnya sama kamu? Mama gak nyangka Papa kamu bakal nekat membuang anakmu. Mama harap Papa kamu ngasih anak kamu ke orang lain, setidaknya anakmu masih bisa menjalani hidup." Ucap Eva menangis tak kuasa membayangkan bagaimana hancurnya Syifa nanti, pasalnya Syifa baru saja pulih dari trauma dan masih membutuhkan Psikiater.
Sore hari.
Syifa sudah siuman, dia memegang kepalanya yang terasa berat. Pandangannya masih kabur, perlahan dia mengerjapkan matanya menyesuaikan cahaya yang masuk. Begitu matanya terbuka sempurna, Syifa langsung meraba perutnya yang sudah tidak bundar lagi.
"A-Anakku.. A-anakku dimana?" Panik Syifa.
Eva yang baru saja datang dari luar terkejut melihat Syifa yang sudah sadar, dia langsung memeluk putrinya yang mulai histeris menyadari bahwa perutnya sudah tidak membulat lagi.
"Dimana anakku, Ma?!" Desak Syifa.
"Kamu yang sabar ya, Nak. Anakmu sudah gak ada," Jawab Eva menangis.
"AAARRGGGHHHHH... AAARGGHHHH..."
Syifa berteriak dengan keras sampai Ibunya sendiri kewalahan. Alat infus di cabut paksa, semua barang yang berada di dekatnya pun di lempar begitu saja.
PRANGGG...!!
"Dokter, tolong Dokter!" Panik Eva keluar dari dalam ruangan Syifa, dia meminta tolong dengan memanggil Dokter yang berjalan melewati kamar Syifa.
Bagai seorang yang kerasukan, Syifa tak memperdulikan darah di tangannya dan juga bekas Caesar yang bahkan dia belum belajar berjalan. Histerisnya tak kunjung mereda, untuk itu beberapa Dokter datang menangani Syifa dan memanggil bagian Psikiater untuk menyuntikkan obat penenang.
Karma sudah datang. Kejora yang di siksa batin dan fisiknya selama bertahun-tahun pun Tuhan kuatkan bahunya, masih di berikan kewarasan, dan saat ini justru buah kesabarannya tinggal memetik hasilnya. Sedangkan Syifa, orang yang membuat awal terlukanya Kejora kini menuai hasil dari perbuatannya, dia tak sekuat Kejora. Akibat ulahnya sendiri dia menjadi depresi, tidak ada Syifa yang cantik, elegan dan juga di puji oleh keluarganya. Melainkan, Syifa yang sudah kotor, gila, di benci oleh ayahnya sendiri dan di ceraikan oleh suaminya.
******
Bayi yang di bawa Kejora sudah mendapatkan perawatan dari Dokter yang di bawa oleh Galen, sekarang bayi itu sudah terlelap di kamar Kejora. Di waktu yang sama, Galen juga mengobati wajah Langit yang terluka di ruang tamu.
Nando mengajak Kejora untuk duduk di sofa kamar, Zoya ikut bergabung dan duduk di samping Kejora.
"Kejora, apa kamu yakin mau merawat bayi itu?" Tanya Nando. Kali ini Nando bertanya dengan wajah serius, dia ingin tahu alasan Kejora mau merawat bayi yang di bawanya.
"Papa Ndo, aku sangat yakin untuk merawatnya. Dia bayi yang tidak bersalah, jika memang anak itu adalah anak Kak Syifa yang tidak di harapkan oleh Ayahku, maka aku akan merawatnya dan menganggapnya sebagai anak sendiri. selama 3 bulan terakhir pula aku bermimpi seorang anak kecil minta tolong padaku, di mimpi itu ada Kakakku yang terus memanggil anak kecil itu dan ada ayahku yang menodongkan senjata padanya, a-aku... A-aku.." Kejora tak mampu menyelesaikan ucapannya, mengingat mimpi yang pernah datang itu dan membayangkan bagaimana bila semua itu terjadi.
Zoya mendekap tubuh Kejora, dia menenangkan tubuh yang bergetar hebat.
Nando berpindah tempat duduk, dia menggenggam tangan Kejora lengkap dengan senyum yang hangat. Zoya memejamkan matanya memberi isyarat pada suaminya, tentu Nando mengerti apa maksud dari isyarat istrinya.
"Sudah, jangan di teruskan lagi kalau kamu tidak kuat. Papa Ndo hanya ingin tahu, apakah kamu mau mengurusnya dengan benar-benar atau tidaknya. Papa tidak mau kamu abai nantinya, mengurus bayi itu tidaklah mudah, Nak. Papa sekarang percaya sama kamu, perihal bayinya kamu tidak usah khawatir ya. Papa akan carikan baby sitter agar kamu fokus dengan tanggung jawab kamu sebagai tangan kanan di butik, tapi satu hal yang Papa titip sama kamu. Bayi itu akan tumbuh seiring berjalannya waktu, katakan padanya kalau kamu adalah tantenya, jangan kamu panggil diri kamu sebagai Mamanya meskipun kamu yang merawatnya." Jelas Nando.
Mendengar ucapan Nando membuat Kejora menoleh kearahnya, dia tidak paham dengan maksud dari perkataan Nando di akhir kalimatnya.
"Tapi kenapa, Pa?" Tanya Kejora bingung.
Nando hanya membalasnya dengan sebuah senyuman, dia tidak akan menjawab pertanyaan Kejora karena dia ingin Kejora yang mencari jawaban itu sendiri.
"Nanti kamu juga tahu, Nak." Ucap Zoya sambil mengusap bahu Kejora.
Kejora hanya menganggukkan kepalanya pelan, dia berkali-kali mengucapkan terimakasih pada Nando dan Zoya yang sudah sudi menerimanya dan juga bayi yang di bawa olehnya. Tuhan maha baik, setelah badai dahsyat yang menghantam tubuh ringkihnya, sekarang Tuhan memberikannya sebuha Rumah yang kokoh untuk berteduh agar tidak di sapu badai lagi.