NovelToon NovelToon
PARA PENCARI

PARA PENCARI

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Spiritual / Reinkarnasi / Rumahhantu / Kumpulan Cerita Horror / Hantu
Popularitas:3.7k
Nilai: 5
Nama Author: F3rdy 25

Malam itu, kabut tebal menyelimuti sebuah desa terpencil di lereng gunung.

Suara angin berdesir membawa hawa dingin yang menusuk tulang.

Di tengah sunyi, langkah empat orang terlihat menuju sebuah bangunan tua yang sudah lama ditinggalkan.

Nur, seorang editor sekaligus kameraman, mengangkat kameranya, siap menangkap setiap detik keangkeran yang tersembunyi di balik bayang-bayang.

Di sampingnya, Pujo, pria dengan kemampuan supranatural, merasakan getaran aneh sejak pertama kali mereka menjejakkan kaki di tempat itu.

"Ini bukan tempat biasa," gumamnya dengan nada serius.

Ustad Eddy, seorang religius dan spiritualis, melangkah mantap dengan tasbih di tangannya, siap mengusir kegelapan dengan doa-doanya.

Sementara Tri, yang dikenal sebagai mediator, berdiri di antara mereka, mempersiapkan dirinya untuk berhadapan dengan entitas dari dunia lain.

Mereka bukan sekadar pemburu tempat angker, tetapi penjelajah alam gaib yang menyuguhkan kisah-kisah misteri dan horor yang ada.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon F3rdy 25, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

JEJAK SETAN DIBALIK BAYANG

Setelah pertarungan sengit melawan kuntilanak merah, mereka merasa kemenangan sementara sudah di tangan. Namun, angin malam yang dingin, penuh bisikan tak kasatmata, mengisyaratkan ancaman baru yang lebih besar. Kegelapan yang mereka hancurkan hanya mengungkap kegelapan lain di bawah permukaan—lebih pekat, lebih mengancam.

Pujo, Nur, Ustad Eddy, dan Tri melanjutkan perjalanan mereka menyusuri desa dengan hati yang penuh waspada. Setiap langkah mereka terdengar di jalan tanah yang basah, seolah desa ini menjerat mereka dalam misteri yang tak kunjung usai. Semakin dalam mereka melangkah, semakin jelas bahwa ada kekuatan yang lebih besar di balik semua kekacauan ini. Pesugihan Buto Ijo dan kuntilanak merah hanyalah puncak gunung es.

"Masih ada yang bersembunyi di sini," Pujo akhirnya memecah keheningan. Dia berhenti di depan sebuah pohon beringin tua yang besar, akar-akarnya melingkar bagaikan tangan raksasa yang mencengkeram tanah. "Energinya sangat kuat... terlalu kuat."

Nur memandang pohon itu dengan perasaan gelisah. Dia bisa merasakan sesuatu yang aneh, seolah-olah pohon itu adalah pintu gerbang menuju dunia lain. "Mungkinkah pohon ini... sumbernya?"

Ustad Eddy melangkah mendekat. "Dalam tradisi Jawa kuno, pohon beringin sering dianggap sebagai tempat tinggal makhluk-makhluk gaib. Kalau pohon ini terikat dengan kekuatan hitam yang lebih besar, kita harus lebih berhati-hati."

Tri, yang biasanya lebih tenang, kali ini tampak tegang. "Kita sudah tahu tentang pesugihan Buto Ijo, dan kuntilanak merah... Tapi kalau ada makhluk lain yang lebih kuat mengendalikan semuanya dari sini, kita tidak bisa sembarangan bergerak."

Tiba-tiba, angin berhembus kencang, membawa suara-suara yang terdengar samar di kejauhan. Mereka bisa merasakan kehadiran yang tak kasatmata, mengawasi setiap gerakan mereka. Di atas pohon beringin, seekor burung hantu besar bertengger, menatap mereka dengan mata merah menyala—pertanda buruk, tanda bahwa mereka sedang berada di ambang bahaya besar.

"Kita perlu menggali lebih dalam," ujar Ustad Eddy dengan nada tegas. "Kalau kita tidak menghancurkan akar dari semua ini, desa ini tidak akan pernah terbebas dari kutukan."

***

Malam terus merangkak naik, semakin dalam mereka masuk ke hutan yang semakin lebat di balik desa. Bayangan pohon-pohon besar tampak seperti sosok raksasa yang mengintip dari kegelapan. Sesekali, suara-suara aneh terdengar di kejauhan—tawa melengking, bisikan lirih, hingga jeritan samar yang menggema di antara pepohonan.

Pujo berhenti mendadak di depan sebuah batu besar yang tertutup lumut. Tangannya terangkat, memberikan isyarat agar yang lain diam. "Ada sesuatu di sini," gumamnya pelan.

Nur merasakan bulu kuduknya meremang. Sesuatu yang gelap, sangat kuat, terasa menekan dadanya. “Apa ini... tempat pemujaan?”

Ustad Eddy memeriksa batu itu dengan cermat. "Ini bukan sembarang batu. Ini adalah 'watu kunci', batu yang digunakan dalam ritual kuno untuk mengunci kekuatan jahat agar tidak bisa keluar ke dunia nyata."

Tri menambahkan dengan nada cemas, "Kalau batu ini di sini, berarti ada sesuatu yang sangat kuat yang sedang dikurung. Tapi jika kita bisa merasakannya, mungkin segelnya sudah mulai melemah."

Mereka berdiri mengelilingi batu besar itu, mencoba merasakan energi yang keluar dari dalamnya. Suara napas mereka terdengar jelas dalam keheningan hutan, diiringi oleh deru angin yang berbisik di antara dedaunan.

"Ini pesugihan yang lebih gelap," Pujo berbisik, suaranya penuh ketegangan. "Lebih dari Buto Ijo, ini mungkin terkait dengan Buto Ijo dan setan-setan lainnya."

Tiba-tiba, mereka mendengar derap langkah yang cepat mendekat. Sosok kecil muncul dari balik semak-semak. Seorang anak kecil, berusia sekitar delapan tahun, tubuhnya kurus kering dengan mata cekung dan kulit pucat, muncul di hadapan mereka.

Nur berjongkok, berusaha mendekati anak itu. "Kamu siapa? Ada apa di sini?"

Anak itu memandang mereka dengan mata kosong, seolah-olah dia tidak benar-benar ada di dunia ini. Dengan suara lirih, anak itu berkata, "Dia akan datang. Dia tidak suka kalian di sini."

Ustad Eddy segera bangkit, waspada. "Siapa yang akan datang?"

Anak itu tersenyum dingin, bibirnya bergetar, dan sebelum mereka sempat bertanya lebih lanjut, tubuhnya perlahan memudar menjadi kabut tipis dan menghilang di antara pepohonan. Kehadirannya begitu nyata, namun seketika lenyap seperti mimpi buruk.

"Makhluk penipu," gumam Tri, wajahnya tegang. "Itu bukan manusia. Dia adalah wujud dari salah satu setan yang sedang mengintai kita."

Sekali lagi, angin bertiup kencang, kali ini lebih kuat dari sebelumnya. Dari kejauhan, mereka mendengar suara-suara aneh yang semakin mendekat. Jeritan, tawa, dan bisikan bercampur menjadi satu, membentuk harmoni kengerian yang tak bisa dijelaskan dengan kata-kata.

Pujo mengeluarkan sebuah jimat dari kantongnya, sebuah keris kecil yang dipercaya memiliki kekuatan untuk melawan roh-roh jahat. "Kita harus bersiap. Ini bukan pertarungan yang mudah."

Sebelum mereka sempat bereaksi, tanah di sekitar mereka mulai bergetar. Dari dalam tanah, sesosok besar muncul. Makhluk itu tingginya lebih dari dua meter, tubuhnya besar dan berotot dengan kulit hijau gelap. Buto Ijo kembali—kali ini dalam wujud yang lebih mengerikan.

"Dia bukan lagi Buto Ijo yang sama," kata Ustad Eddy, matanya melebar. "Ini lebih buruk. Dia sudah menyatu dengan kekuatan gelap yang lebih besar."

Buto Ijo itu menggeram rendah, menatap mereka dengan mata merah darah, penuh dengan kebencian yang dalam. Dengan cepat, makhluk itu melompat ke arah mereka, menyerang dengan kekuatan yang dahsyat. Tri dan Pujo segera bertindak, melemparkan jimat dan mantra untuk menahan serangan brutalnya.

Pertarungan pun dimulai. Nur bergerak cepat, mencari celah untuk membantu dengan senjata spiritualnya, sementara Ustad Eddy terus membaca doa-doa untuk memanggil perlindungan dari kekuatan ilahi. Buto Ijo melawan mereka dengan keganasan yang belum pernah mereka lihat sebelumnya—setiap serangan darinya mampu menghancurkan pohon-pohon di sekitar mereka.

"Dia terlalu kuat!" teriak Pujo, suaranya teredam oleh gemuruh serangan. "Kita butuh lebih dari ini!"

Nur, yang sudah hampir kehabisan tenaga, melihat sesuatu di tengah hutan—cahaya yang memancar samar dari balik pepohonan. "Ada sesuatu di sana!" Dia berteriak kepada yang lain.

Tanpa berpikir panjang, mereka semua berlari menuju cahaya itu, menghindari serangan Buto Ijo yang terus mengejar mereka. Cahaya itu membawa mereka ke sebuah gua kecil yang tersembunyi di balik dahan-dahan tebal. Di dalam gua itu, mereka menemukan sebuah prasasti kuno yang tertulis dengan bahasa Jawa Kuno.

"Ini... ini adalah kunci!" seru Ustad Eddy dengan penuh semangat. "Ini bisa menghancurkan Buto Ijo dan menghentikan semua kekuatan jahat yang terikat padanya!"

Tanpa membuang waktu, Ustad Eddy segera mulai membaca mantra yang tertulis di prasasti itu, suaranya bergema di dalam gua yang sempit. Buto Ijo yang mendekat tiba-tiba terhenti, seolah merasakan bahaya dari mantra yang dibacakan Ustad Eddy.

Makhluk itu menggeram marah, tapi tubuhnya mulai memudar perlahan-lahan. Energi gelap yang mengikatnya semakin melemah, dan dalam hitungan detik, Buto Ijo itu menghilang, terserap ke dalam kegelapan malam.

Suasana hutan menjadi tenang kembali, hanya suara napas mereka yang terdengar. Mereka tahu pertarungan ini belum berakhir, tetapi untuk malam ini, mereka telah menghentikan ancaman terbesar.

"Ini belum selesai," bisik Nur pelan. "Masih ada sesuatu yang lebih besar di balik semua ini. Sesuatu yang kita belum pahami."

Mereka berdiri dalam keheningan, merasakan udara yang sedikit lebih ringan, tetapi masih dipenuhi oleh bayangan gelap yang belum sepenuhnya lenyap. Kegelapan desa itu belum sepenuhnya musnah, dan mereka tahu bahwa tugas mereka baru saja dimulai.

1
Ilham
bro aku Suko cerita nya klo dapat pajang alur cerita nya bro
Fatkhur Kevin
sdh org genap msh penakut
Amelia
betul tuh.....
Yurika23
aku mampir ya thor....enak di baca...
☠️F3r57☠️: terimakasih
total 1 replies
Amelia
aku mampir Thor...
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!