🏆 Juara 3 YAAW 2024 Periode 2🏆
"Permisi Mas, kalau lagi nggak sibuk, mau jadi pacarku?"
———
Daliya Chandana sudah lama memendam rasa pada sahabatnya, Kevin, selama sepuluh tahun. Sayangnya, Kevin tak menyadari itu dan malah berpacaran dengan Silvi, teman semasa kuliah yang juga musuh bebuyutan Daliya. Silvi yang tidak menyukai kedekatan Daliya dengan Kevin mengajaknya taruhan. Jika Daliya bisa membawa pacarnya saat reuni, ia akan mencium kaki Daliya. Sementara kalau tidak bisa, Daliya harus jadian dengan Rio, mantan pacar Silvi yang masih mengejarnya sampai sekarang. Daliya yang merasa harga dirinya tertantang akhirnya setuju, dan secara random meminta seorang laki-laki tampan menjadi pacarnya. Tak disangka, lelaki yang ia pilih ternyata seorang Direktur baru di perusahaan tempatnya bekerja, Narendra Admaja. Bagaimana kelanjutan kisah mereka?Akankah Daliya berhasil memenangkan taruhan dengan Silvi? Atau malah terjebak dalam cinta segitiga yang lebih rumit?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon HANA ADACHI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
29. Godaan
Menghilangkan pikiran yang tidak-tidak, akhirnya Daliya memilih untuk fokus mencuci baju saja. Ia oleskan detergen cair pada noda kemeja Ren, kemudian ia kucek dengan tangan. Setelah dirasa bersih, Daliya segera membilasnya dengan air.
"Ya ampun!" Daliya terperanjat karena keran yang ia pegang lepas dari tempatnya, otomatis air langsung menyembur kuat dari pipa, membuat baju dan rok Daliya basah seketika.
"Kenapa? Kenapa?" Ren berlari menuju kamar mandi dan langsung membuka pintu dengan panik. Daliya sudah berdiri dengan pakaian basah kuyup, sementara air terus mengalir keluar.
"Astaga! Aku lupa bilang. Keran airnya rusak, seharusnya aku memanggil tukang ledeng hari ini," Ren bergegas masuk ke kamar mandi dan memasang kembali keran itu untuk menghambat jalannya air. Meski penuh perjuangan sampai kaos yang dikenakannya basah kuyup, untungnya keran berhasil dipasang kembali dan aliran air terhenti.
"Gimana dong nih?" Daliya memeras ujung pakaiannya. "Aku jadi basah kuyup begini,"
"Sorry, sorry, aku lupa. Nanti coba aku cari baju aku yang—" Ren tercekat saat ia berbalik menghadap Daliya. Pasalnya, saat ini pakaian dalam yang dipakai gadis itu tercetak jelas dari balik blouse putih yang ia pakai. Ren menelan salivanya gugup.
Gawat, gawat, gawat!
"Ren? Ih, kok malah diam aja sih?" seruan Daliya membuat Ren tersentak. Lelaki itu langsung berbalik badan memunggungi Daliya.
"Ka—kamu tunggu di sini sebentar, biar aku carikan kamu baju ganti. Kayanya ada bajuku yang ukurannya kecil," Ren berkata dengan terbata-bata, kemudian ia bergegas keluar dari kamar mandi sebelum kewarasannya hilang kendali.
"Ba*jingan kamu Ren," Ren mengutuk dirinya sendiri saat ia sudah berada di dalam kamar. "Bisa-bisanya kamu tegang di situasi seperti itu?"
Ren mencoba menenangkan diri sendiri. Aneh sekali. Padahal, dari dulu sudah banyak wanita yang menggodanya secara terang-terangan, bahkan nekat menanggalkan seluruh pakaiannya demi Ren. Jangankan tergoda, Ren malah merasa jijik melihat mereka. Tapi, berbeda halnya dengan Daliya. Ren bisa langsung merasakan ada yang memuncak di dalam dirinya hanya dengan melihat Daliya basah kuyup dan membuat pakaian dalamnya terlihat.
Ren membenturkan keningnya pada tembok dan mendesis frustasi. "Kalau begini ceritanya bukan Daliya yang tergoda padaku, tapi malah sebaliknya," keluhnya lagi.
Memang, aksi Ren yang membuka kemejanya di depan Daliya bukanlah perbuatan yang tidak disengaja. Ren memang punya niat untuk menggoda Daliya dengan memamerkan otot perutnya yang sudah susah payah ia bentuk. Ren seratus persen yakin Daliya akan tergoda, karena selama ini para wanita di sekitarnya selalu takluk ketika Ren hanya memamerkan otot lengannya saja.
"Calm down, Ren. Kamu itu manusia, bukan binatang buas. Kamu harus bisa menahan diri," Ren meyakinkan dirinya sendiri. Segera setelah ia merasa cukup tenang, Ren mengganti pakaiannya dan keluar kamar dengan membawa baju ganti untuk Daliya.
Tok, tok, tok.
Ren mengetuk pintu kamar mandi, wajah Daliya langsung menyembul dari balik pintu. "Ini bajunya. Aku cari baju yang ukurannya paling kecil, semoga saja muat sama kamu,"
"Oke," Daliya mengulurkan tangannya menerima pakaian itu. "Aku sekalian minta kantong plastik deh, buat bajuku yang basah,"
"Nggak usah," ujar Ren sambil berusaha mengalihkan pandangannya dari Daliya. "Bajunya kamu taruh aja di mesin cuci. Besok waktu ke kantor aku bawain,"
"Emangnya nggak ngerepotin?"
"Nggak. Udah ah, cepet ganti baju dulu sana. Nanti kamu malah kena flu lagi," Ren segera mengakhiri percakapan mereka. Bukannya apa-apa, dia hanya takut khilaf!
Pintu kamar mandi kemudian tertutup lagi, dan Ren bisa menghela napas lega. Sambil menunggu gadis itu selesai, Ren memutuskan untuk menonton televisi. Hitung-hitung sambil mengalihkan pikirannya yang kotor.
Beberapa saat kemudian, pintu kamar mandi kembali terbuka. Daliya keluar sambil mengomel. "Beneran ini baju kamu yang paling kecil? Gede banget pas aku pakai,"
Mau tidak mau, pandangan Ren beralih dari acara televisi ke Daliya. Perbuatannya itu jelas salah besar, karena lagi-lagi Ren hanya mampu menelan ludahnya kasar. Di depannya, Daliya berjalan mendekat dengan memakai kemejanya, tapi tanpa celana.
"Celana kamu tuh gede banget, kedodoran di aku, jadi nggak aku pake. Untungnya kemeja kamu panjang, jadi bisa nutup sampe ke lutut," Daliya masih terus mengoceh tanpa menyadari ada sesuatu yang berbahaya sedang meronta-ronta di dalam diri Ren. Sementara Ren sedang berusaha sekuat tenaga menahan diri, Daliya malah dengan santai duduk di sebelah lelaki itu. "Kamu nonton apa sih kok serius banget,"
Ren memejamkan mata saat tetesan air dari rambut Daliya jatuh ke bahunya. Belum lagi wangi parfum wanita itu yang tercium di hidungnya sekarang, terasa begitu memikat.
Sadar Ren, kamu itu manusia, manusia, manusia! Ren merapalkan kalimat itu di dalam hati.
"Ya ampun, ternyata udah hampir jam sembilan. Ren, ayo anterin aku pulang," Daliya tampak melihat jam pada ponselnya.
"Kenapa buru-buru? Memangnya kostan kamu ada jam malamnya?"
"Ya nggak sih, tapi kan nggak enak aja aku bertamu di rumah kamu malam-malam. Yuk?"
Ren tampak terdiam sejenak. Meskipun kehadiran Daliya di sini membuatnya merasa tidak waras, tapi ia masih merasa tidak rela jika harus berpisah dengan Daliya sekarang. Ren mulai menjalankan otaknya, alasan apa yang harus dia buat supaya Daliya lebih lama di sini?
"Ren?"
"Ngomong-ngomong, sekarang aku laper banget," Ren mulai membuat alasan. "Masakin aku dong," pintanya sembari memasang wajah sok memelas.
"Hah? Laper?" kening Daliya berkerut. "Ren, barangkali kamu lupa. Tapi kita itu barusan pulang dari makan bebek bakar, loh!"
"Ya itu kan tadi. Aku kan capek habis nyetir, belum benerin keran segala," Ren mengada-ada. "Please...,"
Ditatap seperti itu oleh laki-laki setampan Ren jelas langsung membuat Daliya luluh. Sembari menghela napas panjang, Daliya bangkit dari duduknya. "Ya udah, kamu mau dimasakin apa?"
"Hm, yang simpel aja deh. Mie instan misalnya?"
"Oke," Daliya bergegas menuju dapur, kemudian mulai membuka kulkas dan melihat isinya. "Mau dikasih telur nggak?" tanyanya kemudian.
"Mau," Ren menjawab sambil memiringkan tubuhnya memandangi Daliya. "Oh ya, mie instannya ada di kabinet atas,"
Daliya mengangguk mengerti. Ia dengan cekatan mengambil telur dan mulai memanaskan air di dalam panci kecil. Setelah itu ia membuka kabinet atas dan mencoba mengambil mie instan di dalam sana. Sayangnya, tubuh Daliya yang mungil ternyata tidak mampu menjangkaunya. Ia mencoba untuk berjinjit, tapi tetap tak berhasil.
Apa aku loncat saja? Pikir Daliya. Tapi sebelum niatnya itu terlaksana, sebuah tangan besar sudah terulur dari arah belakang.
Daliya terkesiap. Saat ini posisi tubuh Ren berada tepat di belakangnya. Daliya bahkan bisa mencium aroma parfum yang dikenakan lelaki itu.
"Kamu ternyata pendek juga ya," goda Ren sambil menyentil pelan kening Daliya. "Masa segini aja nggak nyampe,"
Daliya bersungut-sungut. "Salah sendiri pasang kabinet tinggi banget. Memangnya yang mau pakai siapa sih? Raksasa?"
Ren terkekeh. "Lucu banget sih kamu," ujarnya sambil berlalu meninggalkan Daliya, membuat gadis itu sontak menghela napas lega.
Memang bener kata Pak Ustadz, Daliya membatin. Janganlah suka berdua-duaan, karena yang ketiganya pasti setan!
tulisannya juga rapi dan enak dibaca..
semangat terus dlm berkarya, ya! 😘
ujian menjelang pernikahan itu..
jadi, gausah geer ya anda, Pak Direktur..