Cahaya?

[ WARNING ]

1. BANYAK KATA - KATA KASAR.

2. KARYA PERTAMA, MAKLUMI KALAU ADA KESALAHAN DALAM DIKSI.

3. MAKLUMI TYPO.

4. KOMENTAR YANG SOPAN.

5. HARGAI KARYA PENULIS.

TERIMAKASIH!!

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

...- 𝐻𝒶𝓅𝓅𝓎 𝑅𝑒𝒶𝒹𝒾𝓃𝑔 -...

"Atas penggelapan dana perusahaan, perampasan warisan tanpa izin, juga penyiksaan terhadap anak selama bertahun - tahun, dengan ini, saudara Robert, di beri hukuman sel 10 tahun juga penyitaan harta sebesar 15 miliar!"

DUK... DUK.. DUK..

"Dan untuk saudari Kinara, atas pencobaan pembunuhan, penggelapan dana, juga perselingkuhan, dengan ini, saudari Kinara di beri hukuman sel seumur hidup!"

DUK.. DUK.. DUK..

Palu pengadilan di pukul, keputusan hakim sudah bulat untuk memberi sangsi pada kedua orang yang pernah menjadi suami - istri itu. Sekarang sih, kata nya mau cerai.

Alina tersenyum puas, mereka sudah mendapatkan hukuman nya. Ia berdiri dari kursi nya, bersama Rion, lalu berjalan, hendak pergi. Namun, langkah nya tertahan, kala suara Robert memanggil nya.

"A-alina!" Panggil Robert.

Alina berhenti, menoleh pada Robert, di angkat satu alis nya dengan wajah datar.

"G-gimana kondisi Alvarez?" Tanya nya pelan yang malah membuat Alina terkekeh sinis.

"Kamu baru nanya kondisi dia sekarang? Dia hancur. Dia menderita. Dan itu karena kamu, Robert."

Robert menunduk, merasa bersalah. "Alina.. maaf.."

"Gada guna nya kamu minta maaf. Aku ga akan pernah maafin kamu." Ujar nya tegas. Lalu, Alina kembali melangkah pergi, di ikuti oleh Rion.

Robert hendak mengejar Alina, namun, polisi menahan nya, "Tuan, anda harus ke sel sekarang."

"Tapi, biarin saya minta maaf du--"

"Terlambat tuan. Seharusnya dari dulu anda sadar." Celetuk salah satu polisi.

"Hadeh.. Lagian bisa - bisa nya tega banget sama anak sendiri. Bapak yang lain kerja mati - matian buat anak nya, lah tuan.. Padahal kerja juga gampang, pake cara curang, eh anak nya malah di siksa." Ujar polisi itu.

Robert semakin menunduk, ia malu. Ia tau, ia salah. Baiklah.. Biar ia menjalani hukuman nya. Setelah itu, ia ingin menemui Alvarez secara langsung. Ia ingin meminta maaf pada putra yang sempat tak ia anggap itu.

.

Di depan gedung pengadilan itu, Renza terlihat duduk termenung linglung di kursi yang di sediakan. Ia bingung, harus bagaimana? Rumah nya yang dulu di sita polisi, ia sendiri sekarang. Ia harus kemana?

Renza tak pernah menyangka, akan berakhir seperti ini. Ia tak menyangka, kedua orangtua nya kriminal. Di tengah lamunan nya itu, seseorang menepuk bahu nya. Ia mendongak dan terdiam.

"Renza, ngapain masih disini?" Tanya Alina.

"Ga ngapain - ngapain.." Jawab nya, lalu mengalihkan pandangan.

"Robert masih sering marahin kamu?" Tanya Alina, lagi. Kali ini lebih santai. Ia duduk di sebelah Renza, seakan udah akrab sebelum nya.

"Engga.. Sejak tante gada. Alvarez yang di marahin."

Alina menghembuskan nafas kasar, "Robert memang keterlaluan."

Alina menoleh, menatap Renza lalu tersenyum tipis, "Kamu mau tinggal sama tante sama Varez?" Tanya Alina.

Renza langsung menatap Alina, diam. Ia tak salah dengar?

"Kamu tinggal sama tante aja ya.. Bareng Varez juga." Tawar Alina.

Renza kembali mengalihkan pandangan nya lagi. Ia merasa tak enak. Ia tak pernah peduli pada Alina ataupun Alvarez, tapi, kenapa Alina peduli pada nya?

"Gausah tan.. Renza bisa tinggal di rumah temen Renza sementara." Jawab nya menolak.

"Buat apa tinggal di rumah temen kalau ada rumah kita, Renza?" Ujar Alina sembari tersenyum. "Kamu juga.. anak tante kan?" Tanya nya.

Renza terpaku, mata nya memanas seketika. Ia terharu. Alina bisa - bisa nya masih berniat menganggap nya anak? Mama kandung nya sendiri saja, tidak pernah berkata seperti itu.

Alina terkekeh kecil, ia meraih tangan Renza lalu memeluk nya, menepuk bahu nya pelan. "Gak kerasa.. Anak - anak mama udah dewasa semua.." Ujar Alina lembut.

Renza semakin menangis, "Kenapa tante baik? hiks.."

"Makasih tante.. hiks.." Alina menepuk - nepuk bahu Renza pelan. "Iya.."

Akhirnya, Renza setuju untuk tinggal bersama Alina dan Alvarez.

...----------------...

"Ini gambar apa?" Tanya Alvarez.

"Itu lobang hidung nya kucing." Jawab Aurel.

Saat ini, mereka sedang bermain menyusun puzzle di ruang tengah. "Sini, di pasang disini." Aurel menuntun tangan Alvarez untuk memasangkan puzzle itu.

"Udah jadi?" Tanya Alvarez.

"Belum, masih kurang, em.." Aurel mengamati sebentar gambar nya. Ia berpikir sejenak, "Oh, ini ekor kucing sama telinga yang satu nya lagi."

Alvarez meraba meja, sampai tangan nya menyentuh dua benda pipih dan kecil itu di atas meja. "Ini.." Ujar Alvarez menyodorkan dua potong puzzle.

Aurel menerima itu, lalu memasangkan dua potong puzzle yang tersisa. Puzzle yang awalnya berantakan itu, kini gambar nya terlihat jelas. Gambar kucing sedang bermain benang jahitan.

Aurel menepuk kecil tangan nya senang, "Udah jadi." Alvarez ikut tersenyum, "Kucing nya warna apa?" Tanya nya pelan.

"Oren." Jawab Aurel.

"Kalau benang nya warna apa?"

"Merah."

"Baju Aurel, warna apa?" Tangan nya menunjuk ke arah Aurel.

"Putih." Jawab Aurel.

Alvarez tersenyum. "Aurel pasti cantik pake baju itu.."

"Eh??" Aurel sedikit tersentak dengan pernyataan tiba - tiba Alvarez. Sudut bibir nya tanpa sadar terangkat, menciptakan senyum lebar di wajah nya.

"Masa sih?" Tanya Aurel.

Alvarez mengangguk mantap, "Warna putih itu menggambarkan Aurel.."

"Karena, hati Aurel bersih kayak warna putih.." Jujur nya.

"Aurel pasti cantik, kayak bidadari beneran kalau pake baju putih." Ujar nya yakin sembari tersenyum.

Aurel mengerjap, terpaku beberapa saat. "Varez mau lihat Aurel.." Lanjut Alvarez.

Mengerjap pelan, Aurel tersenyum tipis, "Iya.. Nanti, lo pasti bisa liat gue."

"Varez pasti seneng banget kalau bisa lihat Aurel.." Ujar Varez lagi.

Ia memang tak tau wajah Aurel. Ia tak tau, apa Aurel cantik atau tidak, tapi, yang ia tau, Aurel baik. Hati nya bersih. Aurel tak pernah kasar pada nya. Aurel penolong nya. Aurel cahaya nya. Di mata Alvarez, Aurel tetap yang paling cantik selama nya. Ia percaya itu. Ia sama sekali tak peduli dengan fisik Aurel nanti nya.

"Udah mau sore, lo pasti laper. Gue masak ya." Ujar Aurel bangkit berdiri.

"Lo mau tunggu disini aja, atau ke kamar?" Tanya Aurel menatap Varez.

"Disini aja.." Jawab nya.

Aurel mengangguk mengerti, "Yaudah, jangan kemana - mana. Kalau mau apa - apa, teriak nama gue, oke?"

Alvarez mengangguk, menandakan persetujuan dari nya.

Aurel pun pergi menuju dapur untuk memasak makanan. Sedangkan Alvarez menunggu di ruang tamu. Apartemen ini tidak terlalu besar, tapi cukup lengkap dan bersih. Ada 4 kamar, 4 toilet, dapur, ruang tamu, satu balkon yang di sediakan untuk jemur baju.

.

.

.

...•BERSAMBUNG•...