Raisya adalah seorang istri yang tidak pernah diberi nafkah lahir maupun batin oleh sang suami. Firman Ramadhan, adalah seorang arsitektur yang menikahi Raisya setelah empat tahun pertunangan mereka. Mereka dijodohkan oleh Nenek Raisya dan Ibu Firman. Selama masa perjodohan tak ada penolakan dari keduanya. Akan tetapi Fir sebutan dari seorang Firman, dia hanya menyembunyikan perasaannya demi sang Ibu. Sehingga akhirnya mereka menikah tanpa rasa cinta. Dalam pernikahannya, tidak ada kasih sayang yang Raisya dapat. Bahkan nafkah pun tidak pernah dia terima dari suaminya. Raisya sejatinya wanita yang kuat dengan komitmennya. Sejak ijab qobul itu dilaksanakan, tentu Raisya mulai belajar menerima dan mencintai Firman. Firman yang memiliki perasaan kepada wanita lain, hanya bisa menyia-nyiakan istrinya. Dan pernikahan mereka hanya seumur jagung, Raisya menjadi janda yang tidak tersentuh. Akankah Raisya menemukan kebahagiaan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunda RH, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
pertemuan keluarga
Jam 4 sore kami tiba di rumah, tak ada tanda-tanda ada orang di luar, mungkin ummi dan aba di dalam kamar.
"Aku pamit pergi, secepatnya aku akan urus perceraian kita." dia berkata dengan pelan di dalam kamar
"Baiklah, hati-hati kak. Terima kasih sudah mengantarku."
Aku masih sempat mencium punggung tangannya untuk yang terakhir kalinya. Ya ini semua sudah berakhir. Kisah rumah tanggaku dengannya sudah berakhir. Tak bisa kugambarkan perasaanku saat ini.
Sampai malam tiba aku masih mengunci diri di kamar, karna memang aku tidak shalat. Tamu bulananku sudah datang sejak tadi pagi. Perut nyeri, hati nyeri, mata perih. Lengkap sudah penderitaanku. Aku tak berani keluar kamar, aku bingung harus berkata apa kepada orang tuaku jika mereka menanyakan Kak Firman. Kali ini tentu aku tidak bisa berbohong lagi. Tapi aku belum siap membuat mereka hancur. Dan yang paling aku khawatirkan adalah nenekku.
Aku melewati makan malamku. Berteman dengan bantal dan guling, meratapi nasibku. Ini takdir. Tuhan pasti tau yang terbaik untukku.
Keesokan paginya, sekitar jam 5 pagi. Samar-samar kudengar ada yang menggedor pintu kamarku.
dor dor dor... "Raisyaaa, Raisya..." Suara ummi memanggilku. dengan langkah gontai aku bangun dan membuka pintu kamarku.
"iya ummi, aku gak shalat lagi halangan." kataku, dengan kesadaran yang belum terkumpul sempurna. Ummi nyelonong masuk ke kamarku.
" Sini duduk ummi mau ngomong." Ummi mengajakku duduk di tempat tidurku.
" Kemana suamimu?"
deg.... jantungku seakan mau berhenti, kesadarnku seketika penuh. Sepertinya ini saatnya aku menceritakan semuanya. Mungkin lebih cepat lebih baik.
"Kalian baik- baik saja kan?" belum sempat aku jawab,ummi sudah memberiku pertanyaan lagi. "Matamu bengkak, kamu habis nangis Rai? kalian bertengkar?"
"Ummi maafkan Raisya, kmi ingin berpisah." ungkapkan hati-hati.
" Maksudmu?"
" Kak Firman sudah mentalakku mi." jawabku dengan mata berkaca-kaca, sekuat-kuatnya aku menahan, aku hanyalah manusia biasa. Dan di hadapan orang yang telah melahirkanku ini aku tak bisa membendungnya lagi.
" Astagfirullah, firasat ummi tidak enak beberapa hari ini. Ummi lihat ada kejanggalan dalam rumah tangga kalian. Apa masalah kalian Rai? Ummi tau kamu tidak mungkin melakukan kesalahan, apa alasan Firman menceraikanmu?"
" Sudah ada wanita lain sebelum aku mi, dia tidak bisa melepaskannya, aku tidak tahu apa status mereka, yang jelas hubungan kami sudah berakhir."
Kulihat abi pun masuk ke kamarku, mungkin karna menunggu ummi lama tak kunjung keluar.
" ummi abi, maafkan Raisya. Belum bisa memberikan yang terbaik untuk abi dan ummi.Raisya sudah mengecewakan kalian. Raisya sudah mengecewakan nenek," aku terisak.
" Tidak nak, kamu tidak salah. Kamu sudah mengusahakan yang terbaik, kamu sudah berbakti kepada kami dan nenekmu, kami yang egois. Di sini juga Firman-lah yang salah, sebagai seorang laki-laki dia sama sekali tak punya keberanian dan tanggung jawab." kata abi dengan sedikit emosi.
Orang tua mana yang tidak marah jika melihat anaknya disakiti. wajar itu terjadi pada orang tuaku, namun aku harus tetap memberi pengertian dan kekuatan agar mereka tidak dikuasai amarah.
" Ini semua sudah takdir bu, Raisya tidak apa-apa. Hanya yang Raisya pikirkan nenek, Raisya takut nenek terkejut dan jatuh sakit mendengar kabar ini. Semoga kita semua diberi kekuatan untuk menghadapi ujian ini."
" kmKamu tenang saja, semoga saja nenekmu bisa menerima semua ini, abi bersyukur kamu bisa kuat nak. Jangan sedih ada kami di sini." abi memelukku dan ummi membelai kepalaku memberi kekuatan.Tentu aku tidak busa menahan air mataku. Tapu aku tidak boleh terlalu menampakkan kesedihan di depan mereka. Aku harus kuat demi mereka.
Lega rasanya sudah memberi tahu orang tuaku. Semoga aku kuat menjalani masa yang akan datang.
Saat matahari terbit ummi dan abi berangkat ke rumah nenek untuk berkunjung sekaligus melakukan pertemuan dengan keluarga kak Firman. Aku harap hubingan antara keluarga kami akan baik-baik saja meskipun hubungan kami sudah berakhir.
Aku di rumah saja, kebetulan hari ini libur kuliah. Aku ditemani adikku Sofi, mungkin orang tuaku takut aku stres karna kepikiran. Jadi mereka menyuruh Sofi untuk menemaniku di dalam kamar. Di kamarku, Sofi ngoceh gak jelas mengalihkan pikiranku.
"Eh mbak besok jalan-jalan yuk! mumpung aku belu daftar kuliah."
"Mau kemana dik? mbak lagi males keluar."
"Shoping lah, jangan di rumah terus Bete... mbak jang pusing-pusing mikirin orang yang gk pernah peduli sama mbak ya. Masih banyak lelaki baik yang mau sama mbk."
"Ya ya, besok kita shoping ke pasar kota, puas?"
"Yes!! nach gitu dong mbk. " sofi mencubit kedua pipiku gemas.
" au au, sakit dik. Ini tangan apa kepiting sih, jahat banget."
" Biar mbak sadar kalau sakit itu harus bersuara jangan diem."
Sementara waktu aku hanya ingin di dalam kamar, Sofi pergi keluar untuk membeli camilan untuk kami.
...****************...
flash back on
Semua sudah berkumpul di rumah nenek, orng tuaku, Ibu dan paman Kak Firman.
" kemana Firman kenapa dia tidak ikut kesini?" tanya abi
" Maaf ji, Firman tidak ada di rumah."
" Oh jadi ank itu tidak ada nyali untuk menemui kami, dan mengakui kesalahannya?"
" Maaf ki, anakku memang bersalah... aku tidak tau jika dia akan senekat ini, ini juga salah kami yang tidak tanya persetujuannya, mski dia tidak pernah menolak hubungan ini.
" Anakku kunikahkan bukan untuk jadi janda, kenapa Firman tega membiarkan semua ini berlarut-larut, kalau memang dia tidak bisa menerima seharusnya dari awal dia sudah menolak. Anakku mungkin bisa bersabar, tapi tidak denganku. Firman sudah menginjak-injak harga diriku."
suasana semakin tegang, abi hampir tidak bisa mengontrol diri.
" Nasi sudah menjadi bubur ji, maafkan kami tidak bisa merubah keadaan ini, kami tidak bisa menahan Firman, sebagai Pamannya aku juga malu dengan perbuatannya. kita mengawali hubungan dengan baik-baik jadi kami berharap berakhir dengan baik-baik juga." Pamannya menimpali.
"memang gampang kalau cuma mengatakan...baik kalau seperti itu, aku tidak mau membuang waktuku, katakan pada Firman, segera urus perceraian ini..."
"iya ji, kami akan segera mengurusnya. Kami harap hubungan kita akan tetap baik-baik saja ji."
Semua sudah selesai, nenek hanya bisa menangis.
Flashback Off
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Terima kasih sudah mampir kakak, see you again