Berawal dari niat balas dendam kepada mantan tunangannya, membuat Indhi terjebak dalam pernikahan tanpa cinta dengan kakak angkatnya.
Tanpa di sangka, pernikahan tersebut justru memberinya kehidupan baru yang di penuhi oleh kasih. Ketulusan cinta dari sang kakak akhirnya membawa Indhi melabuhkan hatinya kepada pria yang 26 tahun terakhir telah menjadi kakaknya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Astuty Nuraeni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sariawan
Hembusan angin malam menyibak rambut panjang milik Indhi, setelah Arum pulang, ia memilih berdiri di balkon kamarnya dan menikmati pemandangan malam yang tertutup kabut. Menyadari mobil suaminya sudah berada di halaman rumah mereka, Indhi kembali masuk ke kamar namun ia tak menemukan Ega di sana, gadis itu lalu keluar dan turun ke bawah, namun di lantai dasar tak terlihat aktivitas apapun.
"Kemana dia, apa di kamarnya?"
Gumamnya pelan, lalu tanpa permisi Indhi masuk ke dalam kamar Ega, ia masih belum menemukan pria itu, namun melihat tas kerja serta jas putih yang tergeletak di atas tempat tidur membuat Indhi yakin jika suaminya telah pulang.
Ceklek..
Pintu kamar mandi terbuka, Ega keluar dari dalam sana hanya dengan handuk yang melilit tubuh bagian bawahnya, saat Indhi menoleh ia terkejut melihat pemandangan yang sebenarnya cukup menggoda iman. Indhi menelan ludahnya berkali-kali, sisa-sisa air yang menetes dari rambut basah Ega membuat pria itu terlihat sexy.
Berbeda dengan Indhi, pria itu nampak biasa saja, ia melewati Indhi dan berjalan ke arah lemarinya, untung saja ia masih menyisakan beberapa pakaian di dalam lemari tersebut. Ega meraih pakaiannya, dengan santai ia melepaskan lilitan handuknya sehingga Indhi bisa melihat bokong milik Ega, entah sengaja atau tidak Ega membiarkan Indhi menontonnya memakai baju, sementara sang gadis masih berdiri mematung dengan jantung yang berdebar-debar.
Selesai berpakaian, Ega meraih handuk dan memasukannya ke dalam keranjang pakaian kotor, masih diam membisu pria itu keluar dari kamar dan meninggalkan Indhi disana.
"Kenapa dia? Apa sariawan?"
Indhi berlari keluar dan mengikuti suaminya yang turun ke dapur, pria itu nampak bingung karena tak ada satupun makanan di atas meja makan.
"Aku fikir kakak tidak pulang, jadi bi Sumi hanya masak sedikit untuk makan malam," ucap Indhi setelah tau jika suaminya sedang mencari makanan.
Ega terkesan cuek, ia tak menanggapi ucapan Indhi, ia lalu membuka lemari penyimpanan dan mengeluarkan mie instan, sungguh terimakasih banyak kepada orang yang telah menciptakan mie instan, di saat-saat tertentu mie instan menjadi opsi terbaik dari pada harus memesan makanan dari luar.
"Kakak sakit? Apa bibir kakak sariawan?" Tanya Indhi dengan polosnya, ia berdiri di belakang suaminya yang sedang memasak 2 bungkus mie instan, namun lagi-lagi Ega mengabaikan pertanyaannya.
Merasa gemas, Indhi lalu memutar tubuh Ega, dengan sedikit berjinjit gadis itu memeriksa bibir Ega yang di kiranya sariawan itu, alih-alih menemukan sariawan, ia justru teringat kembali ciuman panas mereka siang ini, Indhi kesulitan meneguk ludahnya, tanpa ia sadari tangannya menyapu bibir penuh milik Ega.
"Sudah selesai?" Tanya Ega menghamburkan fantasi liar gadis itu.
"Eh, anu, itu, aku mau memeriksa sariawan kakak," jawabnya terbata.
"Dasar tangan sialan, baru tadi aku bilang tidak ingin di sentuh kak Ega, tapi kenapa malah aku yang menyentuhnya," rutuknya di dalam hati.
Ega masih membungkam mulutnya, setelah mie matang, ia membawa sauce pan yang berisi mie instan ke meja makan. Sungguh kenikmatan tersendiri saat menikmati mie panas dari pancinya langsung. Masih dalam mode cuek, pria itu menikmati makanannya meski sang istri duduk dan menatap mie itu penuh damba.
"Mau?" Tawar Ega dan Indhi segera mengangguk. Mana mungkin dia menolak makanan terenak di muka bumi ini, tanpa basa-basi Indhi merebut sendok garpu milik Ega dan memasukkan mie ke dalam mulutnya.
"Enaknyaaa," pekiknya seraya menggerakkan kepalanya ke kiri dan ke kanan, ia lalu mengembalikan sendok milik suaminya.
Ega memotong telur yang menjadi topingnya, ia memisahkan bagian putih dan kuning telur, setelah terpisah, Ega menyendok kuning telur setengah matang itu dan menyuapkannya kepada Indhi, sebuah kebiasaan yang sudah mereka jalani selama berpuluh-puluh tahun.
Mata sang gadis berbinar, melihat kuning telur mengarah ke mulutnya, tentu saja ia segera melebarkan mulutnya, membiarkan telur itu mendarat di sana.
Pyurr...
Kuning telur meleleh di dalam mulut Indhi, perpaduan bumbu pada kuah mie bercampur denga lumernya kuning telur membuat gadis itu menobatkan jika telur yang di masak bersama mie instan merupakan olahan telur terenak di bumi ini.
"Aku mau lagi kak?" pintanya lagi, ia tau jika Ega pasti memasukkan dua telur ke dalam mie instannya.
"No, nanti kadar kolestrolmu naik," tolak Ega.
"Satu kuning telur tidak berpengaruh pada kadar kolestrol kak, batas makan telur itu sehari 2 butir, aku bahkan baru makan satu butir jadi masih kurang satu lagi," rengeknya tak mau kalah.
Nafas Ega terdengar berat, namun detik selanjutnya ia kembali memasukan kuning telur ke dalam mulut istrinya, ia sadar jika ia tidak akan pernah bisa menolak keinginan gadis itu, apapun akan Ega berikan pada gadisnya, jika bisa ia bahkan ingin mengeluarkan hatinya agar gadis itu tau jika di dalam sana hanya ada namanya.
Sementara di sisi lain rumah itu, bu Tika tersenyum di balik dinding yang menyekat dapur dan ruang tamu, kegaduhan di dapur membuat wanita itu bangun dan menyaksikan kehangatan kedua anaknya.
"Ya Tuhan, kenapa aku masih menganggap mereka sebagai kakak beradik,"
Bu Tika memilih kembali ke kamarnya, butuh waktu memang untuk menerima perubahan di dalam keluarganya, namun bu Tika juga bersyukur karena Ega-lah yang menjadi suami Indhi, setidaknya ia sangat mengenal putra angkatnya, seorang lelaki yang akan selalu melindungi Indhi dan tak akan pernah menyakiti hati putrinya.
BERSAMBUNG...
tdk dibawa kerumah skt?