Mungkin ada banyak sekali gadis seusianya yang sudah menikah, begitulah yang ada dibenak Rumi saat ini. Apalagi adiknya terus saja bertanya kapan gerangan ia akan dilamar oleh sang kekasih yang sudah menjalin hubungan bersama dengan dirinya selama lima tahun lamanya.
Namun ternyata, bukan pernikahan yang Rumi dapatkan melainkan sebuah pengkhianatan yang membuatnya semakin terpuruk dan terus meratapi nasibnya yang begitu menyedihkan. Di masa patah hatinya ini, sang Ibu malah ingin menjodohkannya dengan seorang pria yang ternyata adalah anak dari salah satu temannya.
Tristan, pewaris tunggal yang harus menyandang status sebagai seorang duda diusianya yang terbilang masih duda. Dialah orang yang dipilihkan langsung oleh Ibunya Rumi. Lantas bagaimana? Apakah Rumi akan menerimanya atau malah memberontak dan menolak perjodohan tersebut?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon safea, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 33
Hatinya masih terasa begitu sakit kala ingatannya kembali pada kejadian semalam, tepatnya saat dimana Tristan berbicara dengan begitu kasar padanya.
Sejujurnya semalam setelah berbicara berdua dengan Tristan, Kartika memilih untuk langsung pulang ke hotel tempatnya menginap selama di Indonesia.
Di sana lah Kartika menumpahkan kesedihannya, menangis sembari memukul bagian dadanya yang terasa luar biasa sesak. Setiap kata yang keluar dari mulutnya Tristan benar-benar membuat dirinya sakit malam tadi.
Hingga pagi tadi, tepatnya ketika dirinya baru bangun tidur. Kartika memutuskan untuk kembali menyambangi sekolahannya Joyie karena ia ingin melakukan sesuatu dengan putri kecilnya itu.
Sebelum itu, tentu saja Kartika harus mengompres kedua matanya yang sembab. Ia tidak mau terlihat buruk di mata Joyie, bagaimana pun ia harus terlihat cantik.
Kalau beberapa hari kemarin Kartika masih menggunakan taksi kemanapun dirinya ingin pergi, namun hari ini Kartika memilih untuk menyewa sebuah mobil sebagai alat transportasinya.
Di sinilah Kartika sekarang, berada di dalam mobil sembari menunggu jam pulang sekolah tiba. Ah iya, Kartika tentu saja tidak datang dengan tangan kosong karena tadi dirinya sempat mampir di sebuah toko kue.
"Joyie pasti suka." Beberapa kali menyuruh orang untuk mengawasi Joyie secara diam-diam, Kartika pun mengetahui kalau putri semata wayangnya itu sangat suka dengan kudapan manis. Maka dari itu Kartika membelinya tadi.
"Mobilnya Tristan yang mana?" Matanya mulai menelisik ke arah satu persatu mobil yang baru saja tiba di sana, siapa tahu Tristan juga baru saja tiba.
"Aku harus cepat, sebelum Tristan muncul." Kehadiran Joyie di depan gerbang sekolahnya tentu saja membuat Kartika bergerak dengan gesit untuk langsung keluar dari mobil yang ia tumpangi.
"Joyie, halo." Sebelum mengajak Joyie untuk pulang bersamanya, pertama-tama Kartika harus menunjukkan keramah tamahannya agar Joyie tidak menaruh rasa curiga padanya.
Sayangnya keramahan yang Kartika tunjukkan saat ini tidak membuahkan hasil yang manis, karena saat ini Joyie justru tengah melangkah mundur seolah ia takut pada Kartika.
"Aunty datang ke sini untuk menjemput Joyie, soalnya Daddy hari ini sedang sibuk sekali. Kalau semua pekerjaannya sudah selesai, nanti Daddy akan menjemput Joyie." Sebelum Joyie semakin ketakutan, Kartika lantas memberikan penjelasan pada gadis kecil itu dengan begitu hati-hati.
"Joyie ikut dengan aunty dulu, ya? Kita ke hotel tempat aunty menginap, atau kita bisa jalan-jalan sebentar sambil menunggu Daddy datang menjemput?" Kalau boleh jujur, Kartika merasakan luar biasa sesak dibagian hatinya karena ia harus menyebut dirinya sendiri sebagai aunty alih-alih Mommy.
"Aunty betulan temannya Daddy?" Akhirnya. Akhirnya Kartika bisa mendengar suara menggemaskan ini secara langsung dengan kedua telinganya sendiri tanpa adanya perantara. Rasanya Kartika sangat ingin menangis sekarang.
"Iya benar, tadi Daddy juga sudah menghubungi aunty kok. Dia minta tolong untuk menjemput Joyie karena tidak bisa langsung menjemput, pekerjaannya masih banyak sekali yang harus diselesaikan." Wajah cantik itu ia buat semeyakinkan mungkin karena Kartika tidak mau kalau rencananya ini sampai gagal total.
"Kalau begitu Joyie bilang dulu kepada Miss Rumi, su—"
"Tidak usah, tadi aunty juga sudah menyampaikan pada Miss Rumi kok. Joyie tidak perlu khawatir sama sekali." Kalau saja Kartika tidak cepat-cepat menahan niatnya Joyie, pasti semua rencananya akan gagal.
"Miss Rumi bilang ok?" Dengan susah payah Kartika menganggukkan kepalanya saat mendapatkan pertanyaan tersebut.
"Iya, Miss Rumi bilang Ok. Joyie boleh pulang bersama aunty." Mungkin sejak awal tadi si kecil Joyie memang merasa sangat ragu, namun setelah mengetahui kalau wanita yang mengaku sebagai teman Ayahnya ini juga mengetahui tentang Rumi, keraguannya sirna begitu saja.
"Ayo kita pulang? Atau Joyie ingin berkeliling dulu? Aunty siap mengantar kemanapun Joyie ingin pergi." Dada Kartika berdebar bukan main saat mengulurkan telapak tangannya yang terbuka lebar ke hadapan Joyie.
Hatinya begitu was-was sembari memperkirakan, akankah Joyie ingin menggandeng dirinya atau tidak sama sekali. Tapi semoga saja uluran tangannya ini berbalas.
"Joyie lapar, aunty. Boleh tidak kalau kita makan dulu? Nanti Joyie akan bilang ke Daddy kalau aunty sudah mentraktir Joyie." Kalau saja Kartika tidak ingat jika dirinya harus berakting saat ini, mungkin ia akan melompat dengan kegirangan sekarang juga.
Wanita itu hanya terlampau senang karena ternyata Joyie mau bergandengan tangan dengan dirinya tanpa memberikan penolakan terlebih dahulu.
"Boleh dong, kalau gitu kita makan dulu ya. Joyie mau makan apa hari ini, sayang?" Bibir yang ia poles dengan lipstik berwarna merah muda itu sedang berusaha menahan getaran karena tidak mau berakhir terisak di hadapan Joyie nanti.
Berjalan menuju mobil sembari bergandengan tangan dengan putri kandung yang selama ini ia abaikan, justru membuat Kartika ingin sekali menangis dengan keras saat ini. Sungguh.
......................
"Proposal yang dikirimkan kepada perusahaan Sukma apa sudah mendapatkan balasan?" Meskipun saat ini tangannya sedang sibuk membolak balikan kertas, namun bukan berarti mulutnya bisa diam tak bergerak sama sekali.
"Sudah, Pak. Apa Bapak mau membacanya sekarang juga? Kalau iya, saya akan menyerahkannya pada anda." Hanya satu anggukan pelan yang Tristan berikan sebagai konfirmasi. Sepertinya fokusnya tidak bisa diganggu sama sekali.
"Semua yang tertera di sini tidak ada yang berubah sama sekali, kan?" Tristan baru saja menyelesaikan dokumen yang tadi diperiksanya, dan kini ia tengah membaca dokumen lainnya yang barusan saja diserahkan oleh sang sekretaris.
"Tidak ada, saya sudah memeriksanya terlebih dahulu." Sebenarnya Tristan tidak perlu memeriksanya lagi kalau memang sudah diperiksa, namun ia tetap harus melakukannya agar tidak ada yang keliru.
Bukan suatu kewajiban memang, namun Tristan hanya terbiasa bekerja seperti ini. Pria itu cenderung akan memeriksa kembali semua dokumen yang diterimanya dengan penuh ketelitian.
"Pukul berapa sekarang?" Sekali lagi, Tristan melakukan hal yang sama seperti sebelumnya. Di saat kedua netranya yang tajam tengah sibuk membaca, mulutnya pun terlihat sibuk melemparkan pertanyaan pada sekretarisnya itu.
"Pukul dua belas." Suara pria muda itu memelan begitu ia menyadari kalau mereka berdua melupakan sesuatu yang sangat penting bagi Tristan—atasannya ini.
"Shit! Joyie." Umpatan itu keluar begitu saja dari kedua bilah bibir Tristan kala ia juga mengingat entitas kecil yang belum ia jemput siang ini.
Tanpa sepatah katapun, Tristan segera bangkit dari posisi duduknya dan pergi meninggalkan dokumen yang masih berada dalam posisi terbuka di atas mejanya sana.
"Pak, anda tidak perlu terlalu cemas. Nona muda pasti sedang menunggu anda bersama dengan Nona Rumi di taman sekolah." Nyatanya kalimat penenang itu tidak berhasil sama sekali, buktinya saja Tristan masih terlihat seperti orang linglung ketika berjalan.
Ini semua karena pekerjaannya yang tiada habis-habisnya. Sejak pagi tadi ia sudah harus ikut dalam sebuah rapat, lalu ia harus bertemu dengan beberapa orang kolega sampai ia juga harus memeriksa beberapa dokumen penting.
Hal ini lah yang sebenarnya membuat Tristan enggan untuk menggantikan posisi sang Ayah di perusahaan yang telah dibangun oleh kakeknya dulu. Tristan tidak suka kesibukan yang malah menyita waktunya bersama Joyie seperti ini.
Sekarang Tristan memang belum mendapatkan jabatan itu. Tapi lihatlah sesibuk apa dirinya sekarang. Bagaimana lagi kalau nanti Tristan benar-benar sudah menjadi CEO di perusahaan ini. Ia pasti akan semakin sulit untuk menikmati waktu bersama dengan Joyienya.
semangat berkarya kak🥰
kalau Kaka bersedia follow me ya ..
maka Kaka BS mendapat undangan dari kami. Terima kasih