Nuri terpaksa menerima perjanjian pernikahan 9 bulan yang ditawarkan Sabda, kerena Dennis, pria yang menghamilinya meninggal dunia. Sabda adalah kakak Dennis dan sudah memiliki istri. 9 bulan itu menjadi masa yang sulit bagi Nuri karena dia selalu mendapatkan intimidasi dari mertuanya dan istri pertama Sabda.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yutantia 10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 32
Mendengar suara notifikasi, Nuri yang tengah membaca buku langsung meraih benda pipih yang tergelatak di sampingnya. Tanpa menaruh bukunya lebuh dulu, dia mengecek ponsel. Ternyata ada pesan masuk dari Sabda
[Sudah tidur?]
Senyum Nuri mengembang, tapi sedetik kemudian, dia segera menggelengkan kepala. Mengenyahkan perasaan yang tiba-tiba muncul, yaitu bahagia. Tak seharusnya dia merasa bahagia hanya karena sebuah pesan dari Sabda.
[ Belum ]
Balasan dari Nuri tersebut langsung centang biru. Dan terlihat, Sabda tengah mengetik saat ini.
[ Aku tunggu di halaman belakang ]
Nuri melihat jam, sudah hampir jam 11 malam. Ada apa Sabda ingin bertemu dengannya? Tak mau membuat pria itu lama menunggu, Nuri langsung beranjak dari ranjang, merapikan penampilannya lalu keluar menuju halaman belakang.
Terlihat Sabda sudah ada disana. Pria itu duduk di gazebo sambil menatap keatas, melihat langit yang malam ini tanpa bintang sama sekali. Yang terlihat hanya kilatan, mungkin sebentar lagi akan turun hujan.
Nuri berjalan menghampiri Sabda. Tak tahu kenapa, dia merasa seperti pasangan selingkuh yang mencuri-curi kesempatan untuk bertemu ditengah malam.
"Kak Sabda."
Sabda baru sadar jika Nuri ada disana setelah mendengar wanita itu memanggilnya. Sejak tadi dia sibuk dengan isi kepalanya, sampai sampai tak mendengar derap langkah Nuri.
Sabda menggeser sedikit duduknya lalu menepuk bagian kosong disebelahnya.
"Duduklah."
Tanpa berfikir panjang, Nuri langsung duduk di sebelah Sabda. Malam ini terasa sangat dingin, ditambah angin malam yang menerpa membuat Nuri memeluk badannya sendiri.
"Harusnya kau pakai jaket."
Mana tahu Nuri jika diluar sedingin ini. Tak tega melihat Nuri kedinginan, Sabda yang kebetulan memakai sweater, melepasnya lalu memakaikan pada Nuri.
"Terimakasih."
"Tidak perlu, aku hanya meminjamkannya, bukan memberikannya."
Nuri langsung melongo mendengar kalimat frontal yang keluar dari bibir Sabda.
"Aku hanya becanda. Kalau kau suka, ambillah," lanjut Sabda sambil tersenyum.
"Bukan begitu mak_"
"Ambillah," potong Sabda.
Nuri bisa mencium aroma parfum Sabda yang melekat disweater tersebut. Aroma maskulin yang tidak terlalu menusuk hidung, Nuri sangat menyukainya.
"Besok aku akan ke Jepang. Sedikit lama, sekitar 2 minggu. Selama aku tidak ada, jaga diri baik-baik."
Baru kali ini Sabda merasa sangat berat saat mau pergi.
"Semoga urusan Kakak diberikan kelancaran." Tak ada kalimat lain yang bisa Nuri katakan selain itu. Tak mungkin dia bilang, aku akan merindukannmu.
"Apa kau ingin aku membelikan sesuatu untukmu?"
Nuri menggeleng, membuat Sabda tak bisa menahan tawa karena tebakannya sangat tepat. Nuri tak seperti wanita kebanyakan, dia tak pernah meminta apapun. Tatapan Sabda tiba-tiba tertuju pada gelang couple yang dulu mereka beli.
"Kau masih memakainya?"
"Ini?" Nuri menunjuk gelangnya.
"Hem."
"Aku akan terus memakainya, karena aku menyukainya."
Melihat Sabda mengerutkan kening, Nuri langsung meralat kalimatnya. "Jangan salah faham. Aku menyukai model gelangnya, bukan suka karena gelang ini dibelikan oleh Kakak."
Sabda tersenyum melihat Nuri yang tampak gugup. "Kamu wanita yang baik Nuri." Ujarnya sambil menyentuh puncak kepala Nuri.
Jantung Nuri berdetak dua kali lebih cepat. Sentuhan kecil yang mungkin tak berarti apa-apa bagi Sabda, tapi menimbulkan efek yang luar biasa bagi Nuri.
"Boleh aku berpamitan pada anakku?"
"Tentu saja."
Sabda menunduk, mengusap perut Nuri lalu menciumnya.
"Hai Boy, anak kesayangan papa. Papa akan sangat merindukanmu saat berada di Jepang nanti. Kamu baik-baik ya di dalam sini." Sabda kaget saat tiba-tiba merasakan gerakan dari dalam perut Nuri. "Dia bergerak." Sabda menengadah, menatap Nuri dengan tatapan luar biasa. "Dia bergerak Nuri." Seperti anak kecil yang baru saja mendapatkan mainan baru, Sabda merasa sangat bahagia.
"Usianya sudah 27 minggu, sudah bisa mendengar suara dari luar. Mungkin itu respon yang dia berikan saat mendengar papanya berpamitan." Nuri menjelaskan sesuai artikel yang dia baca diinternet.
"Benarkah?"
Nuri mengangguk sambil tersenyum.
Sabda kembali mencium perut Nuri lalu bicara dengan sangat antusias pada anaknya. "Papa sangat menyayangimu Boy. Kamu akan menjadi kebanggaan papa nantinya. Sehat selalu, I love you." Sabda mendaratkan kecupan terakhirnya lalu menegakkan badan kembali.
"Boleh aku minta sesuatu?" tanya Sabda.
"Apa?"
"Tetap berada dalam jangkauanku."
Nuri mengerutkan kening. Dia tak paham apa maksud ucapan Sabda.
"Saat ini, entah kenapa, aku merasa takut. Takut tiba-tiba kamu pergi dan membawa anakku. Aku tak sanggup jika harus kehilangan dia Nuri. Aku sudah sangat menyayanginya. Berjanjilah untuk selalu ada dalam jangkauanku meski aku jauh. Aku takut Nuri, takut kau tiba-tiba hilang dari jangkauanku."
Nuri terdiam, baru pertama kali ini, dia melihat Sabda seperti ini. Mata pria itu berkaca-kaca untuk sesuatu yang bahkan belum tentu terjadi.
"Berjanjilah Nuri." Sabda meraih tangan Nuri dan menggenggamnya erat.
Nuri mengangguk. "Ya, aku berjanji."
Seketika, Nuri merasakan tubuhnya hangat saat Sabda tiba-tiba memeluknya. Jantungnya berdebar kencang. Dia hanya bisa berharap, semoga Sabda tidak merasakannya.
JEDERR
Nuri memekik kaget saat tiba-tiba petir menyambar. Bersamaan dengan itu, hujan turun dan langsung deras.
"Naiklah keatas biar aku ambilkan payung."
Nuri mengikuti perintah Sabda, menaikkan kaki ke gazebo dan mundur kebelakangan agar tak terkena hujan. Sementara Sabda, dia berlari kedalam rumah untuk mengambil payung.
Tak berselang lama, Sabda datang dengan sebuah payung di tanganya. "Ayo kita masuk."
Sabda mencondongkan payung kearah Nuri saat wanita itu turun dari gazebo. Dia bahkan membiarkan setengah dari tubuhnya terkena hujan asal Nuri tak kehujanan.
"Pelan-pelan," Sabda mengingatkan, takut Nuri jatuh karena lantai mulai basah.
Sabda merangkul bahu Nuri, berjalan di bawah satu payung menuju rumah. Sesampainya di teras belakang, dia meletakkan payung lalu mengantar Nuri hingga kedepan kamarnya.
"Ganti baju dulu sebelum tidur. Baju kamu sedikit basah."
Cup
Lagi-lagi, Sabda membuat Nuri jantungan dengan tiba-tiba mengecup keningnya.
"Selamat malam."