Lunar Paramitha Yudhistia yang baru saja menyelesaikan pendidikannya di perguruan tinggi harus menerima kenyataan pahit bahwa ayahnya menikah lagi dengan rekan kerjanya. Ia tak terima akan hal tersebut namun tak bisa berbuat apa-apa.
Tak disangka-sangka, wanita yang menjadi istri muda sang Ayah menaruh dendam padanya. ia melakukan banyak hal untuk membuat Lunar menderita, hingga puncaknya ia berhasil membuat gadis itu diusir oleh ayahnya.
Hal itu membuatnya terpukul, ia berjalan tanpa arah dan tujuan di tengah derasnya hujan hingga seorang pria dengan sebuah payung hitam besar menghampirinya.
Kemudian pria itu memutuskan untuk membawa Lunar bersamanya.
Apa yang akan terjadi dengan mereka selanjutnya? Yuk, buruan baca!
Ig: @.reddisna
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nanda Dwi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 19: Preparing For The Plan
Malam yang terasa begitu dingin menusuk kulit dan mulai menjalar nadi. Aku menyenderkan tubuhku di pagar balkon, tanganku berayun memeluk diriku yang menggigil. Pandanganku tak lepas dari langit yang terlihat tak baik-baik saja, segumpalan awan mendung menghalangi keindahannya, namun semua di mataku tetap sama.
Selatan tengah berbicara dengan Bibi Chen dan Kak Hana mengenai rencana yang akan kita lakukan, aku menunggu kepastian di sini, bersama angin malam yang semakin kencang menerpa wajahku yang lesu. "Kenapa lama sekali ..." gumamku.
Aku mulai jenuh, kubuka ponsel yang sedari tadi bertengger di saku kananku. Ada beberapa pesan masuk dari Rinai, ah aku lupa membalas pesannya kemarin karena terlalu sibuk dengan pekerjaan. Aku mulai menggerakkan jemariku, membalas satu-persatu pesan darinya.
Aku menahan jemariku sejenak, mendongak ke atas dan merenungkan kembali keputusan yang kuambil. Rasanya ingin sekali aku memberitahu Rinai akan rencana ini, ia pasti akan dengan senang hati bergabung dalam hal ini. Tapi, aku membutuhkan persetujuan Selatan untuk hal ini. Jemariku kembali bergerak, menghapus pesan terakhir yang seharusnya ku kirimkan, aku mengurungkan niat sementara.
Tak berselang lama Selatan, Bibi Chen dan Kak Hana datang menghampiri. Mereka tampak begitu tenang. "Mereka menyetujuinya," suara berat itu membuka percakapan.
Aku menatap keduanya, senyum tipis terukir di wajahku. Kak Hana langsung memelukku dan mengusap-usap pucuk rambutku. "Oh sayang, kami akan selalu berada di sisimu," kupeluk erat tubuh yang lebih tinggi dariku itu dan mulai menangis di sana.
"Terimakasih, aku cinta kalian semua ..." suaraku mulai parau.
Keesokan harinya, kami berencana untuk membeli perlengkapan yang akan kami gunakan dalam rencana ini, tentu saja dengan Bibi Chen dan Kak Hana sebagai pemeran utamanya. Kak Hana terlihat begitu antusias dengan penampilan dan identitas baru yang akan menyambutnya. "Oh astaga, ini membuatku berdebar-debar. Aku suka hal yang menantang!" serunya.
Matahari yang terik membakar kulit tak menjadi penghalang kami untuk melancarkan rencana ini. Kacamata hitam bertengger di wajahku, bermaksud untuk menghalau teriknya matahari. "Yah, kau memang suka hal-hal ekstrim! Cepat masuk, kita akan segera berangkat," aku menyibak rambutku.
Ketiganya masuk ke dalam mobil begitupun dengan diriku yang mulai merasa kesal karena panas yang melanda. Butuh waktu kurang lebih tiga puluh menit untuk sampai ke pusat perbelanjaan yang berada di pusat kota. Kami menghabiskan perjalanan dengan memutar beberapa lagu klasik yang menenangkan agar tak terlalu tegang.
"Kemarilah," Selatan mengulurkan tangannya saat aku hendak turun dari mobil, tentu dengan senang hati aku menerimanya.
Selatan merangkul pinggangku sepanjang jalan menuju toko-toko yang kami tuju, pandangan orang-orang tak lepas dari kami. Terlihat seperti pasangan yang serasi bukan? Sementara Kak Hana dan Bibi Chen mengikuti kami dari belakang.
Toko make-up menjadi tempat pemberhentian pertama, aku memilih alat-alat rias dengan tampilan glamor dan tebal untuk memperlihatkan kesan elegan. "Oh, ini sangat cantik!" aku memasukkan lipstik berwarna merah menyala ke dalam keranjang belanjaku.
"Wow, mereka benar-benar berbanding terbalik dengan riasan yang ku gunakan selama ini ..." celetuk Kak Hana.
"Aku bahkan tak pernah memakai riasan sebelumnya," Bibi Chen menimpali.
"Kedepannya kalian harus terbiasa dengan ini, tenang saja. Kami akan menyelesaikan semuanya secepat mungkin," jawabku sembari memilah beberapa bedak.
"Laksanakan, Captain!" ucap keduanya dengan kompak, aku tertawa geli mendengarnya.
Tak terasa satu jam telah berlalu, aku melihat keranjang belanja. Itu terlihat penuh, aku memberikan instruksi pada Kak Hana dan Bibi Chen untuk menyudahi aktivitas ini, masih banyak hal lain yang harus kita cari. Setelah menyerahkan kartu milik Selatan ke kasir, kami melanjutkan perburuan ini ke tempat selanjutnya. Sebuah toko pakaian yang cukup ternama di kota ini, khusus menjual barang-barang dengan kualitas tinggi.
"Wah, ini adalah surga bagi kami wanita!" aku merasa takjub dengan pemandangan yang kulihat, berbagai koleksi dari designer ternama dipajang di sana.
"Tunggulah di sini, we'll be right back!" aku menyuruh Selatan untuk menunggu kami di luar, aku tahu dia akan merasa bosan jika masuk ke dalam.
"Ayo, kita habiskan uangnya!" Kak Hana menarikku, dia benar-benar tidak sabaran.
Kami melihat-lihat set pakaian kantor, oh astaga mereka benar-benar cantik! kami memutuskan untuk mengambilnya, ini akan sangat cocok dengan penampilan baru Kak Hana. Setelahnya kami membeli beberapa dress yang pas dengan ukurannya.
"Sekarang adalah giliran Bibi Chen, apa saja yang harus kita beli?" Kak Hana menoleh ke arahku, wajahnya penuh tanya.
"Yah kurasa beberapa set pakaian klasik bergaya eropa dan aksesorisnya akan terlihat bagus!" aku memberikan ide.
"Kau benar, ayo Bibi!" sekarang ia menarik Bibi Chen, melihat pakaian-pakaian klasik yang terkesan elegan dengan aura kekayaan yang terpancar. Aku mengikuti keduanya dari belakang, sembari melihat-lihat pakaian yang ada.
Setumpuk pakaian berada di genggaman Kak Hana, astaga dia benar-benar memanfaatkan kesempatan ini dengan baik! Banyak sekali pakaian yang ia beli, Bibi Chen juga melakukan hal yang sama namun itu bukan masalah bagiku, toh aku tak mengeluarkan sepeser uangpun untuk hal ini. Semuanya akan masuk ke dalam pengeluaran bos tercinta kami, Selatan Anggara Hanubagja.
"Apa kau tak ingin sesuatu?" tanya Kak Hana, berusaha melihatku dari sela-sela tumpukan bajunya.
Aku melipat kedua tangan di dada, mendesah pelan. Hampir tak terdengar. "Aku sudah terlalu lelah, mungkin lain kali saja. Ayo kita ke kasir ..." jawabku.
Kak Hana mengangguk paham, keduanya mengikuti langkahku menuju kasir. Tak lama kami keluar dari toko itu dengan tas belanja yang memenuhi kedua tangan kami, berbelanja memang surga bagi para wanita!
"Sudah?" tanya pria bermanik hitam itu ketika aku menghampirinya.
"Ya, ini kartumu," aku mengangguk kemudian mengembalikan kartu miliknya, kami menguras isinya cukup banyak hari ini.
Ia mengambil kartu itu dan memasukkan ke dalam dompet. "Kalian pasti lelah, sebaiknya kita makan siang sebelum pulang, bagaimana?" tawarnya.
"Setuju, kami benar-benar lapar," ucap kami kompak.
Selatan menggelengkan kepalanya, kekehan kecil keluar dari mulutnya. "Astaga kalian ini benar-benar kompak ya."
Kami berempat pun berjalan beriringan menuju sebuah restoran yang cukup terkenal di kota. Restoran bergaya eropa dengan pemandangan yang memanjakan mata. Aku benar-benar terpukau dengan setiap inci detailnya, banyak sekali potret yang kuambil di sana. Kami bahkan mengambil foto bersama sebagai kenang-kenangan, aku akan menempelkan foto itu di buku jurnalku. Hari ini aku benar-benar bahagia, dan kuharap seterusnya akan begitu. Semoga kebahagiaan selalu mengiringi derap langkahku.
Mampir juga di karyaku ya ka
semangat terus