Ditalak ketika usai melahirkan, sungguh sangat menyakitkan. Apalagi Naura baru menginjak usia 20 tahun, harus kehilangan bayi yang dinyatakan telah meninggal dunia. Bagai jatuh tertimpa tangga dunia Naura saat itu, hingga ia sempat mengalami depresi. Untungnya ibu dan sahabatnya selalu ada di sisinya, hingga Naura kembali bangkit dari keterpurukannya.
Selang empat tahun kemudian, Naura tidak menyangka perusahaan tempat ia bekerja sebagai sekretaris, ternyata anak pemilik perusahaannya adalah Irfan Mahesa, usia 35 tahun, mantan suaminya, yang akan menjadi atasannya langsung. Namun, lagi-lagi Naura harus menerima kenyataan pahit jika mantan suaminya itu sudah memiliki istri yang sangat cantik serta seorang putra yang begitu tampan, berusia 4 tahun.
“Benarkah itu anak Pak Irfan bersama Bu Sofia?” ~ Naura Arashya.
“Ante antik oleh Noah duduk di cebelah cama Ante?” ~ Noah Karahman.
“Noah adalah anakku bersama Sofia! Aku tidak pernah mengenalmu dan juga tidak pernah menikah denganmu!”
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy Ghina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32. Pisah Ranjang!
“Plak!” Naura menampar keras wajah Irfan hingga wajah pria itu berpaling ke samping. Disangka Naura tidak bisa merasakan jika ujung hidungnya dicium oleh Irfan.
“Naura!” seru Irfan saat ia kembali menatap wajah wanita itu.
“Anda keterlaluan Pak Irfan, ini sama saja pelecehan secara tidak langsung. Dan jangan Anda bilang tidak disengaja!” hardik Naura, amarahnya akhirnya meluap setelah sejak tadi ia menahan diri untuk tidak emosi, hingga terjadilah pemicu kemarahannya.
Naura dengan tatapan menyalangnya mengulurkan tangannya ke arah pintu Irfan untuk membuka kunci pintu otomatis, dan bergegas keluar dari mobil Irfan.
“Naura!” seru Irfan berusaha menahan wanita itu dengan meraih tangan Naura, tapi secepat kilat wanita itu memukul lengan pria itu dengan tangannya.
“Sudah cukup kesabaran saya, Pak Irfan. Jangan kita saya takut dengan segala ancaman, Pak Irfan!” tegas Naura, lalu dibantingnya pintu mobil saat ia berhasil keluar dari sana.
“NAURA!” teriak Irfan sekuat tenaganya, pria itu ingin keluar dari mobil tapi sayangnya ada mobil di sisi mobilnya, tidak memungkinkan untuk membuka pintu. Dan, Naura sendiri sudah naik ojek pangkalan yang ada di sana.
“Shitt!” Irfan memukul setir kemudi berulang kali saat melihat wanita itu telah menjauh
“Disangkanya aku akan takut padanya! Lihat saja besok semuanya akan berakhir dan aku berharap tidak akan pernah bertemu dengan dia! Aku bukanlah yang dulu, yang sangat mencintaimu, Mas Irfan. Hatiku sudah amat sakit dan tidak ingin dekat denganmu kembali!” batin Naura menggeram.
***
Irfan pulang dengan membawa kekesalannya yang masih menghinggapi dirinya, sementara itu Sofia yang sudah pulang terlebih dahulu ke mansion buru-buru turun ke bawah setelah salah satu maidnya memberitahukan jika suaminya telah pulang.
“Puas Mas! Puas Mas telah memperlakukan aku di depan umum! Apa Mas Irfan tidak ingat apa yang telah Mas lakukan dulu padaku!” cecar Sofia langsung meluapkan amarahnya ketika suaminya baru saja duduk di ruang keluarga, napasnya saja masih berat. Dan, lagi-lagi Sofia mengungkit kesalahan Irfan seakan pria itu harus kembali menghargai dirinya dan kembali mematuhinya.
Sofia yang tidak mengenakan hijabnya berkacak pinggang, wajahnya penuh dengan kemarahan.
“Mas dan mama tega mempermalukan aku! Aku tidak terima, aku sakit hati!” ujar Sofia menggebu-gebu.
“STOP!” Tangan Irfan mengudara, pandangannya memicing ke arah Sofia. Lantas pria itu beranjak dari duduknya. “Cukup kamu mengungkit-ungkit kesalahanku di masa lalu, dan semakin lama aku perhatikan dengan kejadian itu kamu ingin menekanku dan menyetirku. Tapi sekarang CUKUP BAGIKU! Dan aku sudah tidak tahan hidup seperti ini!” sentak Irfan.
Selama ini Irfan dan Sofia hampir tidak bertengkar, tapi sekarang boom itu meledak hingga tidak bisa dielakkan.
“MAS!” Sofia tidak terima, seharusnya ia yang menunjukkan kemarahannya tapi justru Irfan’lah yang lebih marah.
“Sofia mulai detik ini semua fasilitas aku batasi! Benar kata Mamaku jika kamu selama ini telah menghamburi harta keluargaku hingga milyaran rupiah. Jika kamu tidak menerimanya silakan kamu mengadu pada kedua orang tuamu jika aku telah membuatmu kehilangan rahimmu. Dan jika orang tuamu menuntut ganti rugi dengan sejumlah uang, akan aku penuhi hanya saja mungkin kita harus berpisah setelah itu,” ujar Irfan dengan tegasnya.
Mata Sofia yang masih sembab terbelalak, “Apa maksud Mad Irfan barusan. Mas mau menceraikan aku setelah aku kehilangan rahimku, Mas ingin membuangku ... huh!!” teriak Sofia dengan kedua tangan terkepal.
“Semakin lama aku menyadari jika aku sangat terpaksa mempertahankan pernikahan kita karena kesalahan itu, apalagi setelah menahan diri melihat kamu tidak menerima anakku, ditambah saat kamu memukul anakku.”
“Aku tidak terima Mas, jangan mengancamku. Atau akan aku bilang dengan kedua orang tua Mas, jika Mas pernah mengkhianatiku dengan menikah dengan wanita lain! Mas pernah selingkuh!" ancam Sofia masih berusaha menekan pria itu dengan harapan Irfan tidak ada niatan untuk berpisah dengannya.
Pria itu berdecak kesal, lalu menajamkan matanya. “Ternyata kamu pintar bersilat lidah ya Sofia. Kamu yang menyuruh aku menikah lagi demi memiliki anak, demi kamu berpura-pura hamil dan melahirkan anakku. Sekarang kamu bilang aku mengkhianatimu. Tapi terserahlah, aku tidak peduli jika kamu mau membongkarnya biar sama-sama impas, dan kelar!” tegas Irfan.
Batin Sofia mengeram, rupanya Irfan justru tampak tenang dan biasa saja.
“Mulai detik ini kita pisah ranjang!” ujar Irfan lalu meninggalkan ruang keluarga.
“MAS!” teriak Sofia begitu kencangnya lalu berlarian mengejar suaminya yang kini memilih keluar dari mansion.
“TEGA KAMU MAS!!”
Setiap orang pasti memiliki batas kesabaran, mesti kata orang sabar itu tidak ada batasnya. Namun, bagi Irfan kali ini ia menyerah. Dan, tak ingin mempertahankan rumah tangganya dengan Sofia.
Sofia yang tidak bisa mengejar Irfan, buru-buru ia menelepon Deri.
“Mas Deri, tolong aku! Mas Irfan ingin menceraikan aku kayaknya! Pokoknya aku tidak mau, aku tidak mau hidup miskin!” pinta Sofia dalam sambungan teleponnya.
***
Malam itu Irfan memilih menginap di mansion utama, Adiba tampak heran tapi enggan untuk menanyakan karena selama ini Irfan tidak pernah menginap di sana kecuali terpaksa.
“Papi oleh gak tepon Ante Anti?” tanya Noah ketika ia sudah digendong papinya.
“Telepon Tante, buat apa?” tanya Irfan dengan keningnya mengerut.
“Noah kangen cama Ante, Papi, adi'kan Noah bobo,” jawab Noah apa adanya, dan sesuai dengan kondisi hatinya.
Irfan lantas teringat saat Adiba membawa pulang Noah, anaknya masih tertidur sehingga tidak sempat berpamitan saat berpisah dengan Naura.
“Tapi—“ Pria itu mendesah pelan, bagaimana mau hubungi Naura jika tadi sore saja mereka habis bertengkar.
“Please Papi, Noah au bicala cama Ante Antik, cebental aja,” mohon Noah dengan menunjukkan puppy eyes-nya.
Memang dasarnya Irfan tidak tega sama anaknya, akhirnya membawa putranya ke ruang santai lalu memangku putranya, setelah itu mengeluarkan ponselnya.
“Nanti kalau gak diangkat sama Tante, jangan ngambek ya,” pinta Irfan wanti-wanti.
“Oke Papi,” jawab Noah mengangguk, lalu melihat layar ponsel Irfan yang kini mencoba melakukan video call.
“Semoga diteima sama Naura,” batin Irfan ternyata juga berharap.
Sekali, dua kali, ke-tiga kali, Naura tidak mau menerima panggilan Irfan. Dan, ke-empat kalinya ....
“Ada apa lagi telepon, masih kurang ditamparnya!” ujar Naura saat menerima video call dari Irfan, tapi setelah itu Naura terkejut saat yang muncul dilayar ponsel adalah wajahnya Noah.
“Ante Antik, Noah angen,” sahut Noah, bibirnya mungilnya mengerut seperti ingin menangis.
Bersambung .... ✍️