NovelToon NovelToon
Jejak Naga Langit

Jejak Naga Langit

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi / Fantasi Timur / Reinkarnasi / Fantasi Wanita
Popularitas:604
Nilai: 5
Nama Author: HaiiStory

"Ada rahasia yang lebih dalam dari kegelapan malam, dan ada kisah yang lebih tua dari waktu itu sendiri."

Jejak Naga Langit adalah kisah tentang pencarian identitas yang dijalin dengan benang-benang mistisisme Tiongkok kuno, di mana batas antara mimpi dan kenyataan menjadi sehalus embun pagi. Sebuah cerita yang mengundang pembaca untuk menyesap setiap detail dengan perlahan, seperti secangkir teh yang kompleks - pahit di awal, manis di akhir, dengan lapisan-lapisan rasa di antaranya yang hanya bisa dirasakan oleh mereka yang cukup sabar untuk menikmatinya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon HaiiStory, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Ketika Naga Berbisik

Lima sosok raksasa melayang di udara, sisik mereka berkilau dalam cahaya yang berbeda-beda. Naga Emas dengan mata seperti matahari kembar. Naga Perak yang tubuhnya seolah terbuat dari kabut padat. Naga Jade yang sisiknya bergerak seperti dedaunan tertiup angin. Naga Lazuli dengan sisik segelap samudra dalam. Dan Naga Merah yang tubuhnya berdenyut seperti bara yang tak pernah padam.

Tapi ada yang aneh dalam cara mereka bergerak—seolah mereka tidak sepenuhnya ada di sana, seperti bayangan yang terpantul di permukaan air yang beriak. Mei bahkan bisa melihat tembus pandang melalui tubuh mereka di beberapa bagian, mengingatkannya pada para Pengembara.

"Mereka seperti kalian," Mei berbisik pada Liu Xian yang berdiri di sampingnya. "Setengah ada, setengah tidak."

"Karena mereka memang seperti kami," Liu Xian menjawab. "Lima ratus tahun terjebak dalam lukisan dan cermin telah mengubah mereka, sama seperti lima ratus tahun terjebak dalam waktu telah mengubah kami."

Naga Emas, yang tampak paling solid di antara kelimanya, menundukkan kepalanya yang besar hingga matanya sejajar dengan Mei. Ada sesuatu yang familiar dalam cara dia menatap—sesuatu yang mengingatkan Mei pada...

"Ibu?" dia berbisik tidak percaya.

Naga itu tidak menjawab dengan kata-kata, tapi dengung lembut yang keluar dari tenggorokannya membuat kedua Cermin di tangan Mei bergetar dalam irama yang sama. Dalam pantulan mereka, Mei melihat serangkaian gambar berkelebat cepat: seorang wanita muda menuang teh, membaca gulungan kuno, berlatih kaligrafi dengan tinta keemasan, dan kemudian... menatap cermin yang retak dengan tanda naga di pergelangan tangannya.

"Dia memilihmu," si cendekiawan tua berkata dari sisi lain Mei. "Di antara semua Pengembara, ibumu adalah satu-satunya yang berhasil mempertahankan sebagian besar kemanusiaannya setelah bersatu dengan Naga Emas."

"Apa maksudmu 'bersatu'?" Mei bertanya, matanya masih terpaku pada Naga Emas yang menatapnya dengan mata yang terlalu manusiawi.

"Para Penjaga tidak sepenuhnya berbohong tentang ritual mereka," Liu Xian menjelaskan. "Memang benar bahwa mereka mencoba mengikat kekuatan Naga ke dalam tubuh manusia. Tapi yang tidak mereka katakan adalah bahwa prosesnya berjalan dua arah."

"Ketika mereka mencoba mengikat para Naga ke dalam diri kami," si cendekiawan melanjutkan, "para Naga juga mencoba mengikat diri mereka dengan cara mereka sendiri. Dan hasilnya..." dia mengangkat tangannya yang transparan, memperlihatkan sisik-sisik yang berkilau di baliknya, "...adalah kami. Tidak sepenuhnya manusia, tidak sepenuhnya Naga, terjebak dalam waktu yang membeku."

Naga-naga lain mulai bergerak, melayang dalam formasi melingkar di sekitar pagoda. Mei bisa melihat bahwa masing-masing dari mereka memiliki 'pasangan' di antara para Pengembara—bayangan-bayangan yang sisik mereka berkilau dalam warna yang sama dengan Naga yang bersangkutan.

"Tapi ibuku..." Mei menatap Naga Emas lagi, "...dia berbeda?"

"Dia adalah yang pertama memahami bahwa kunci untuk mengendalikan kekuatan Naga bukan dengan melawan atau mencoba mengurungnya," Liu Xian menjelaskan. "Tapi dengan menerimanya. Dengan membiarkan batas antara manusia dan Naga melebur secara alami."

"Dan ketika dia hamil..." Mei mulai memahami.

"Kekuatan itu mengalir ke dalam dirimu," si cendekiawan mengangguk. "Tapi tidak seperti kami yang dipaksa menerimanya melalui ritual, kau lahir dengannya. Kau adalah jembatan alami antara dua dunia."

Tiba-tiba, kabut hitam berkilau emas yang memisahkan mereka dari para Penjaga mulai menipis. Mei bisa mendengar suara Wei An memanggil namanya, dan untuk pertama kalinya, ada keputusasaan murni dalam suaranya.

"Mei! Kau harus mendengarkan kami! Ada yang tidak mereka katakan padamu!"

"Bohong!" Liu Xian berteriak, tapi ada sesuatu yang aneh dalam suaranya kali ini—seperti keraguan yang tersembunyi.

"Mereka benar," Madam Lian menambahkan, suaranya lebih jernih sekarang. "Lima ratus tahun yang lalu, bukan hanya ada satu ritual. Ada dua!"

Naga Emas—ibu Mei—tiba-tiba mengangkat kepalanya, matanya yang keemasan melebar seperti mengenali sesuatu. Dengung dari tenggorokannya berubah nada, membuat kedua Cermin di tangan Mei bergetar lebih kuat.

"Dua ritual?" Mei bertanya, merasakan ada sesuatu yang penting yang belum dia ketahui.

"Jangan dengarkan mereka!" Liu Xian mencoba menghalangi, tapi si cendekiawan tua tiba-tiba menahannya.

"Tidak, Liu Xian," dia berkata dengan nada final. "Sudah waktunya dia tahu semuanya. Bahkan kebenaran yang tidak ingin kita akui."

"Kebenaran apa?" Mei bertanya, meski ketakutan mulai merambat di dadanya.

Kabut hitam akhirnya menipis sepenuhnya, menampakkan ketiga Penjaga yang berdiri dengan postur yang berbeda dari biasanya—lebih manusiawi, lebih rapuh. Master Song, yang sisik-sisiknya kini tampak redup, adalah yang pertama bicara.

"Ritual pertama," dia memulai, "adalah untuk mengikat para Naga ke dalam tubuh manusia. Ritual yang menciptakan para Pengembara." Dia menatap Liu Xian dan yang lainnya dengan pandangan yang sulit dibaca. "Tapi ritual kedua..."

"Adalah untuk mengikat para Penjaga ke dalam waktu itu sendiri," Wei An melanjutkan, matanya yang retak kini memantulkan bayangan-bayangan yang berbeda—bukan lagi potongan-potongan kebenaran, tapi fragmen-fragmen waktu. "Kami bukan hanya Penjaga biasa, Mei. Kami adalah Penjaga yang pertama, yang asli."

"Dan sama seperti para Pengembara terjebak dalam waktu yang membeku," Madam Lian menambahkan, "kami terjebak dalam siklus yang tak berujung—hidup dan mati dan hidup lagi, berulang-ulang selama lima ratus tahun."

Mei merasakan kepalanya berputar. "Tapi... kenapa? Kenapa kalian melakukan ritual kedua?"

"Karena kami tahu bahwa suatu hari nanti," Master Song menjawab, "akan lahir seseorang yang bisa menjadi jembatan sejati. Seseorang yang bisa menyatukan semua yang terpisah. Dan kami harus ada di sini untuk membimbingnya."

"Membimbingku," Mei berbisik.

"Ya," Wei An mengangguk. "Tapi ada harga yang harus dibayar untuk tetap ada selama lima ratus tahun. Dengan setiap siklus kehidupan baru, kami kehilangan sedikit demi sedikit kemanusiaan kami. Menjadi lebih... mekanistis. Lebih terikat pada tugas daripada perasaan."

"Itulah kenapa kami melakukan apa yang kami lakukan padamu dan ibumu," Madam Lian melanjutkan, dan untuk pertama kalinya, Mei melihat air mata di matanya. "Bukan karena kami ingin, tapi karena kami harus. Karena itulah yang tertulis dalam siklus."

Naga Emas mendengung lagi, lebih keras kali ini, membuat seluruh pagoda bergetar. Dalam dengungnya, Mei bisa mendengar melodi yang familiar—seperti lagu pengantar tidur yang selalu dia ingat tapi tidak pernah tahu dari mana asalnya.

"Tapi sekarang semuanya sudah berubah," Liu Xian tiba-tiba berkata, suaranya mengandung campuran emosi yang kompleks. "Karena kau berbeda dari apa yang mereka prediksi. Kau bukan hanya jembatan antara manusia dan Naga..." Dia menatap Mei dengan mata yang mulai berkilau keemasan, "...kau adalah kunci untuk mengakhiri siklus itu sendiri."

Kedua Cermin di tangan Mei mulai bergetar lebih kuat, resonansi mereka menciptakan nada yang semakin tinggi. Dalam pantulan mereka, Mei melihat sesuatu yang belum pernah dia lihat sebelumnya: dirinya sendiri, tapi bukan hanya satu versi. Ribuan versi dari dirinya dalam ribuan kemungkinan waktu, semua terhubung oleh satu hal—tanda naga di pergelangan tangan mereka yang bersinar seperti bintang jatuh.

Dan di tengah semua pantulan itu, satu gambaran berdiri paling jelas: seorang wanita muda menuang teh di sebuah kedai yang familiar, sementara di luar, lima naga terbang bebas di langit tanpa merusak atau menghancurkan. Sebuah dunia di mana keseimbangan tercapai bukan melalui pengekangan atau pengorbanan, tapi melalui penerimaan dan pemahaman.

Tapi apakah itu masa lalu atau masa depan?

Atau mungkin, seperti yang selalu dikatakan Master Song, waktu hanyalah ilusi—seperti pantulan dalam cermin yang retak.

1
muhammad haryadi
Makasih kak
Pisces gemini
semangat kak
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!