Jasmine D'Orland, seorang duchess yang terkenal dengan karakter jahat, dituduh berselingkuh dan dihukum mati di tempat pemenggalan di depan raja, ratu, putra mahkota, bangsawan, dan rakyat Kerajaan Velmord.
Suaminya, Louise, yang sangat membencinya, memenggal kepala Jasmine dengan pedang tajamnya.
Sebelum kematiannya, Jasmine mengutuk mereka yang menyakitinya. Keluarganya yang terlambat hanya bisa menangisi kematiannya, sementara sebagian bersorak lega.
Namun, enam bulan sebelum kematian itu, Jasmine terlahir kembali, diberi kesempatan kedua untuk mengubah nasibnya yang tragis.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lily Dekranasda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Membuat Perhiasan Dari Garnet Merah
Jasmine berjalan memasuki butik Delisa, melangkah dengan anggun diikuti oleh Lianne, Vincent, dan Julian yang menjaga jarak di belakangnya. Butik yang lebih besar dan lebih elegan dari sebelumnya kini mencuri perhatian Jasmine. Setiap detail terlihat sempurna, berkilau dengan kemewahan yang tepat, dan aroma wangi bunga segar mengisi udara. Begitu memasuki butik, Jasmine segera disambut oleh Lady Delisa yang sudah menunggu dengan senyum lebar.
Lady Delisa dengan penuh rasa hormat segera memberi salam kepada Duchess Jasmine "Salam hormat, Yang Mulia Duchess. Semoga kemuliaan dan kejayaan menyertai langkah Anda."
Jasmine mengangguk ringan, senyum tipis muncul di bibirnya, "Apakah semuanya lancar, Lady?"
Delisa mengangguk dengan senyum puas, "Sudah, Yang Mulia. Semua sudah siap, dan semua sudah dipindahkan. Besok, butik ini siap untuk pembukaan."
"Bagus," jawab Jasmine, mata tajamnya mengamati seluruh ruangan yang kini tampak lebih mewah dan rapi. "Ayo kita lihat-lihat."
Jasmine berjalan ke arah ruang utama butik dengan penuh keanggunan, setiap langkahnya dihiasi aura percaya diri yang memancar. Di dalam butik, berbagai gaun indah dan aksesori mewah tertata rapi di rak-rak kayu yang dipoles halus. Delisa berjalan di sampingnya, sesekali menjelaskan koleksi terbaru yang dipajang dengan penuh kebanggaan.
Jasmine berhenti di depan sebuah gaun berwarna perak yang terbuat dari bahan satin lembut, "Semua ini sangat bagus, Lady Delisa. Kamu benar-benar tahu bagaimana menata butik ini."
Delisa tersenyum dengan rendah hati, "Terima kasih, Yang Mulia. Semua ini berkat dukungan Anda."
Jasmine mengalihkan pandangannya ke arah lain, matanya menyusuri ruang butik yang luas dan menatap setiap gaun yang terpajang. Hatinya mulai merencanakan sesuatu, dan sebuah senyum misterius muncul di bibirnya. "Aku akan membuat butik ini jauh lebih besar, lebih mewah dibandingkan investasi dari Lady Cecilia di kehidupan pertamaku," gumamnya dalam hati, memikirkan balas dendam yang akan datang.
Setelah beberapa saat menikmati pemandangan di sekitar butik, Jasmine berhenti di depan meja, menatap Delisa dengan serius. "Lady Delisa, aku ingin kamu membuat satu gaun untukku, untuk pesta debutante putri kerajaan beberapa hari lagi. Apa bisa?"
Delisa terkejut namun segera menundukkan kepala dengan penuh rasa hormat. "Tentu saja, Yang Mulia. Saya akan dengan senang hati memenuhi permintaan Anda. Warna dan model seperti apa yang Anda inginkan?"
Jasmine berpikir sejenak, memutuskan dengan hati-hati agar gaun yang akan dibuat sesuai dengan citranya. "Warna hitam. Sederhana, namun tetap tampak elegan. Gaun yang ringan dan tidak terlalu berat dipakai."
Delisa mengangguk dengan cepat, seolah-olah sudah membayangkan gaun itu dalam pikirannya. "Warna hitam sangat tepat, Yang Mulia. Gaun yang elegan dan ringan pasti akan sangat cocok untuk Anda."
Jasmine tersenyum puas, "Aku ingin gaun ini bisa menunjukkan sisi yang anggun, tapi tetap kuat dan tak terkesan berlebihan. Aku percaya kamu bisa mewujudkannya, Lady Delisa."
"Yang Mulia, saya akan segera memulai pekerjaan ini. Saya pastikan tidak ada kesalahan saat mengerjakannya," jawab Delisa dengan keyakinan penuh.
Jasmine berjalan sedikit mundur, memeriksa koleksi gaun lainnya. "Aku ingin gaun itu selesai dengan sempurna. Ini bukan hanya untuk pesta, ini juga untuk promosi butik mu dan memastikan nama butik Delisa semakin dikenal, dan kau juga semakin kuat di kalangan para bangsawan."
Delisa mengangguk cepat, matanya berbinar dengan semangat. "Tentu saja, Yang Mulia. Semua ini berkat Anda."
Vincent dan Julian berdiri tegak di sisi ruangan, mereka saling bertukar pandang. Meskipun mereka tahu bahwa Duchess Jasmine sedang merencanakan sesuatu yang besar, mereka tidak bertanya lebih jauh. Jasmine selalu tahu apa yang dia inginkan, dan mereka akan melindungi tuannya apapun yang terjadi.
Jasmine menoleh kembali ke Delisa, "Aku ingin butik ini tidak hanya menjadi tempat untuk membeli gaun. Aku ingin membuatnya menjadi simbol dari kekuatan dan kecanggihan yang tak terbantahkan. Kau akan membuat ini terjadi, bukan?"
"Tentu, Yang Mulia. Saya akan pastikan butik ini menjadi yang terbaik di kerajaan," jawab Delisa dengan penuh keyakinan.
Jasmine memberikan senyum tipis, tampak puas dengan jawabannya. "Baiklah, aku akan menunggu hasilnya. Jangan kecewakan aku, Lady Delisa."
"Yang Mulia, Anda bisa percaya pada saya," kata Delisa, memberi hormat lagi pada Jasmine.
Jasmine melangkah menuju pintu keluar butik, Lianne mengikuti dengan langkah ringan di belakangnya. Vincent dan Julian tetap menjaga jarak. Duchess Jasmine dan rombongannya pergi ketempat selanjutnya.
---
Jasmine kini tiba di depan sebuah bangunan pabrik kecil di pinggiran kota bersama Anne dan kedua pengawalnya, Vincent dan Julian. Pabrik itu terlihat sederhana dari luar, dengan dinding batu abu-abu yang mulai kusam. Meskipun sederhana, Jasmine tahu betul bahwa tempat ini pernah menciptakan keajaiban dalam dunia perhiasan di masa lalu.
Jasmine melangkah masuk ke dalam pabrik dengan tenang, auranya yang anggun segera memenuhi ruangan. Di dalam, beberapa pekerja sedang sibuk memahat dan memoles berbagai batu permata, sementara seorang pria paruh baya berdiri di meja utama, mengawasi semuanya. Dia adalah pemilik pabrik kecil ini.
Pria itu terkejut melihat seorang wanita bangsawan memasuki ruangannya. Ia melirik kereta yang dibawa wanita depannya ini yang berlambangkan Kediaman Clair, pikirannya pasti wanita ini adalah Duchess Jasmine Clair. Ketika Jasmine berdiri di hadapannya, ia segera membungkuk hormat. "Salam hormat, Yang Mulia Duchess. Semoga kemuliaan dan kejayaan menyertai langkah Anda."
Jasmine memandang pria itu dengan senyum tipis. "Paman pemilik pabrik ini?"
"Benar, Yang Mulia. Nama saya Bastian. Saya pemilik pabrik ini. Apakah ada sesuatu yang bisa saya bantu?" jawab Bastian, masih dengan nada penuh rasa hormat.
"Aku mendengar tentang pabrik paman dan karya perhiasan paman yang sangat mengesankan. Aku memutuskan untuk datang melihat sendiri. Tempat ini menarik, meskipun kecil, ada potensi besar di sini," kata Jasmine sambil melirik ke arah meja-meja kerja di mana pekerja tengah sibuk.
Bastian terlihat bingung dan terkejut. "Saya sangat berterima kasih atas pujian Anda, Yang Mulia. Namun, kami masih jauh dari kata sempurna. Ini hanyalah pabrik kecil dengan banyak keterbatasan."
Jasmine mengangguk perlahan, memperhatikan detail di sekitarnya. "Terkadang, tempat kecil dengan mimpi besar bisa mengalahkan tempat yang besar tanpa arah. Bagiku, kualitas lebih penting daripada ukuran."
Bastian merasa tersanjung mendengar kata-kata itu, tetapi rasa ingin tahunya muncul. "Bolehkah saya tahu mengapa Anda datang ke sini, Yang Mulia?"
Jasmine memandang Bastian dengan tatapan serius namun lembut. "Aku tertarik dengan pekerjaanmu, khususnya desain perhiasanmu. Aku mendengar bahwa pabrikmu pernah menciptakan karya yang membuat para bangsawan terkesan. Namun, aku juga tahu bahwa pabrik ini mengalami kesulitan karena kurangnya investasi dan bahan baku yang sulit didapat. Benar begitu?"
Bastian terkejut mendengar betapa banyak yang diketahui Jasmine tentang pabriknya. "Anda benar, Yang Mulia. Kami pernah memiliki masa kejayaan, tetapi sekarang, kami hanya berusaha bertahan. Biaya bahan baku dan persaingan dari pabrik besar membuat kami kesulitan."
Jasmine berjalan pelan, mengamati rak-rak perhiasan yang dipajang. Lalu ia menoleh kembali pada Bastian. "Apakah kau masih bisa membuat sesuatu yang istimewa, paman Bastian? Sesuatu yang bisa membuat orang kagum?"
Bastian menatap Jasmine dengan penuh keyakinan. "Kami masih memiliki kemampuan itu, Yang Mulia. Desain kami unik, dan para pekerja kami adalah ahli dalam bidangnya. Namun, kami terkendala oleh bahan baku. Permata yang kami gunakan sering kali berkualitas rendah karena harga yang lebih terjangkau."
Jasmine tersenyum tipis. "Aku ingin memesan sesuatu dari paman. Sebuah perhiasan kepala. Sederhana, anggun, tetapi tetap menunjukkan kekuatan. Aku ingin itu terbuat dari garnet merah."
Bastian terdiam sejenak, matanya membulat kaget. "Garnet merah? Yang Mulia, bahan itu sangat langka dan mahal. Saya tidak yakin kami memiliki akses ke bahan seperti itu."
Jasmine mengeluarkan sebuah kantung kecil dari tasnya dan meletakkannya di atas meja Bastian. "Bukalah."
Dengan tangan gemetar, Bastian membuka kantung itu. Mata pria itu membelalak ketika melihat isinya, batu garnet merah yang berkilauan, ukurannya sempurna untuk sebuah perhiasan mewah. "Ini... ini luar biasa. Saya tidak pernah melihat garnet merah seindah ini seumur hidup saya. Dari mana Anda mendapatkan ini, Yang Mulia?"
"Itu tidak penting, Paman Bastian. Yang penting adalah apa yang bisa kau lakukan dengannya. Aku ingin paman membuatkan perhiasan kepala yang sesuai dengan deskripsi yang kuberikan. Jika aku puas dengan hasilnya, aku akan berinvestasi di pabrik paman. Tapi jika tidak, ini akan menjadi kesempatan terakhirmu."
Bastian menatap Jasmine dengan mata penuh harapan. "Yang Mulia, saya berjanji tidak akan mengecewakan Anda. Saya akan memastikan perhiasan itu menjadi karya terbaik yang pernah kami buat."
Jasmine mengangguk perlahan. "Aku berharap begitu. Jangan sia-siakan garnet ini, paman. Bahan ini terlalu berharga untuk sekadar eksperimen."
Bastian kembali membungkuk hormat. "Anda memiliki kata-kata saya, Yang Mulia. Saya akan segera memulai pengerjaannya."
Jasmine memandang Bastian sejenak sebelum berbalik untuk melihat ruangan pabrik yang lainnya. "Aku juga ingin melihat bagaimana kau dan para pekerjamu menjalankan pabrik ini. Aku perlu memastikan bahwa tempat ini layak untuk investasiku."
Bastian mengangguk cepat. "Tentu, Yang Mulia. Silakan ikuti saya. Saya akan menunjukkan semua yang ada di sini."
Jasmine mengikuti Bastian yang mulai menjelaskan proses kerja di pabriknya. Suaranya dipenuhi semangat, meskipun Jasmine bisa merasakan tekanan yang ada di balik nada bicaranya. Di sisi lain, Anne, Vincent, dan Julian tetap mengikuti Jasmine dari belakang, mengamati sekeliling dengan saksama.
Setelah berkeliling dan mendengar penjelasan Bastian, Jasmine kembali berdiri di depan meja utama. Dia menatap Bastian dengan tatapan penuh arti. "Aku akan menunggu hasil perhiasan itu. Jika kau berhasil, aku akan membantu paman mengatasi semua kendala yang kau hadapi."
Bastian menunduk hormat dengan mata berbinar. "Terima kasih, Yang Mulia. Anda telah memberikan kami harapan yang baru."
Jasmine melangkah menuju pintu keluar, namun berhenti sejenak dan menoleh. "Jangan buat aku menyesal, paman. Aku tidak memberi kesempatan kedua untuk kegagalan."
Bastian menjawab dengan suara tegas, meski sedikit gemetar. "Anda tidak akan menyesal, Yang Mulia."
"Aku ingin perhiasan itu selesai 2 hari lagi, karena akan aku pakai ketika pesta debutante putri kerajaan Kingswell." ucap Jasmine tegas.
"Baik, Yang Mulia." jawab Bastian dengan mantap.
Dengan itu, Jasmine melangkah keluar dari pabrik, meninggalkan Bastian dan para pekerjanya dengan harapan baru.