Kehamilan merupakan sebuah impian besar bagi semua wanita yang sudah berumah tangga. Begitu pun dengan Arumi. Wanita cantik yang berprofesi sebagai dokter bedah di salah satu rumah sakit terkenal di Jakarta. Ia memiliki impian agar bisa hamil. Namun, apa daya selama 5 tahun pernikahan, Tuhan belum juga memberikan amanah padanya.
Hanya karena belum hamil, Mahesa dan kedua mertua Arumi mendukung sang anak untuk berselingkuh.
Di saat kisruh rumah tangga semakin memanas, Arumi harus menerima perlakuan kasar dari rekan sejawatnya, bernama Rayyan. Akibat sering bertemu, tumbuh cinta di antara mereka.
Akankah Arumi mempertahankan rumah tangganya bersama Mahesa atau malah memilih Rayyan untuk dijadikan pelabuhan terakhir?
Kisah ini menguras emosi tetapi juga mengandung kebucinan yang hakiki. Ikuti terus kisahnya di dalam cerita ini!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon senja_90, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menantu Tidak Berguna
Usai berbelanja, Burhan langsung melajukan kendaraan roda empat milik sang majikan. Tiga puluh menit berlalu dan kini mobil mewah series terbaru sudah berada di halaman.
Arumi mengerutkan kening, melihat mobil lain terparkir di depan garasi. "Mobil itu tidak asing bagiku tetapi aku lupa milik siapa," gumam wanita itu.
Tidak ingin menduga-duga Arumi turun dari mobil dengan menenteng dua plastik yang dapat didaur ulang. "Selamat siang, Bi. Apakah Mama ada di dalam?" sapa Arumi kala melihat ART yang bekerja di kediaman Adiguna tengah sibuk membersihkan jendela.
"Eh, Mbak Arumi. Bu Naila ada di dalam. Silakan masuk." Bi Lina menerima dua plastik yang diberikan oleh menantu dari sang majikan kemudian berjalan mengantarkan Arumi bertemu Naila yang sedang duduk santai di sebuah gazebo di pinggir kolam renang.
"Saya tinggal dulu, Mbak. Kalau butuh sesuatu panggil saja."
Baru dua langkah, Arumi dikejutkan oleh kehadiran seorang perempuan yang wajahnya begitu familiar.
Gadis itu sedang duduk sambil bercengkrama dengan Naila. Sikap ibu mertuanya sangat ramah berbanding terbalik dengan sikapnya terhadap Arumi.
"Kayla!" ucap Arumi lirih tetapi sukses membuat Naila dan Kayla menoleh ke sumber suara.
"Rumi, kamu sedang apa di sini?" tanya Kayla.
Wanita itu berjalan perlahan menghampiri Naila yang sedang membaca majalah fashion. Dia hanya melirik sekilas ke arah Arumi kemudian melanjutkan kembali aktivitas yang sempat tertunda karena kedatangan menantunya.
"Aku sengaja datang ke sini untuk menengok mertuaku. Kamu sendiri sedang apa di sini? Bukankah seharusnya kamu sedang pemotretan?"
"Mama yang meminta Kayla datang ke sini." Naila membuka lembaran halaman majalah selanjutnya. "Aku bosan setiap hari sendirian di rumah. Memiliki menantu tapi rasanya seperti tidak memiliki menantu. Dia selalu sibuk bekerja hingga melupakan tugasnya sebagai istri dan menantu."
Arumi terpaku dan membeku di samping ibu mertuanya. "Maksud, Mama apa? Aku tidak pernah melupakan tugasku sebagai seorang istri dan menantu kok. Aku selalu melayani suami meskipun sedang sibuk dengan pekerjaan. Sedangkan tugas sebagai menantu, bukannya aku tidak mau menjenguk Mama tapi ...."
Naila menutup majalah fashion lalu membantingnya ke atas meja. "Tapi apa?"
Wanita itu bangkit dari kursi lalu berkata, "Kamu bekerja di rumah sakit ternama, karir cemerlang, gaji tinggi dan dihormati oleh semua bawahanmu. Namun, mengapa isi kepalamu nol!" Dia menyentuh pelipis dengan ibu jari.
"Memangnya kamu pikir tugas dan kewajiban seorang istri hanya melayani suami!" Wanita paruh baya itu melipat tangan ke dada sambil menatap sinis ke arah Arumi. "Melahirkan seorang anak adalah kewajiban seorang istri juga. Kamu lupa itu!"
"Kamu dan Mahesa sudah menikah hampir lima tahun tetapi belum ada tanda-tanda hamil. Teman-teman arisan Mama selalu memamerkan cucu mereka, memasang foto di sosial media bersama cucu tercinta sementara aku hanya bisa menggigit jari karena tidak ada yang bisa kupamerkan!"
"Itulah kenapa dulu Mama menentang Mahesa menikahimu karena aku yakin kamu tidak bisa memberikan keturunan pada keluarga Adiguna," ucap Naila tanpa memandang wajah Arumi yang sudah berkaca-kaca.
Arumi semakin diam dengan menundukan wajah. Jemarinya saling tertaut satu sama lain. Ucapan Naila bagaikan sebuah anak panah yang ditancapkan tepat ke jantung hati.
"Seharusnya dulu Mama memaksa Mahesa putus denganmu. Andai saja putraku itu patuh mungkin saat ini keluarga Adiguna sudah memiliki penerus." Naila menghempaskan bokongnya ke kursi dengan kasar.
"Kamu sebagai istri dan menantu sungguh tidak berguna, Arumi!" Wanita itu menyeka air mata yang sudah mengalir di wajah.
Kayla yang sedari tadi terdiam segera menghampiri Naila. Gadis itu mengusap punggung ibu mertua dari sahabatnya itu. "Tante, tenanglah! Kendalikan emosimu."
"Bagaimana Tante bisa tenang apabila sumber masalah masih bersemayam di keluarga ini."
Arumi yang masih berdiri hanya bisa diam sambil menahan cairan bening agar tidak meleleh. Dia pikir sikap Naila sudah berubah setelah satu bulan tidak bertemu tetapi ternyata dugaannya salah. Naila masih bersikap sinis dan selalu berkata seenaknya tanpa memikirkan perasaan sang menantu.
Wanita itu sadar, dia memang belum bisa memberikan kebahagiaan untuk keluarga Adiguna namun harus bagaimana lagi semua usaha sudah dilakukan oleh Arumi dan Mahesa tetapi jika Tuhan belum berkehendak memberikan malaikat kecil di rahimnya, dia bisa apa.
"Ma ... aku ...."
"Lebih baik kamu pulang! Mama tidak ingin melihatmu di sini. Jangan pernah injakkan kaki sebelum kamu memberikan pewaris untuk keluarga Adiguna."
"Ma ...."
"Pergi!" bentak Naila.
Bibirnya terkatup rapat. Air mata yang sedari ditahan kini mulai mengalir. Hati Arumi terasa sakit, dengan teganya Naila berkata bahwa dia sebagai menantu tidak berguna bahkan wanita itu mengusir Arumi di hadapan Kayla.
Dengan perasaan hancur berkeping-keping Arumi berlari meninggalkan rumah itu tanpa memedulikan seruan Bi Lina yang tengah memanggilnya.
"Pak, kita pulang ke rumah!" titah Arumi dengan suara parau.
😢😭
Mau menikmati fasilitas dari papa firdaus tapi membenci orang yg selama ini bekerja keras tetap mencari nafkah demi masa depan rayyan
Kesalahan papa firdaus emang membuat sakit hati, tapi keringat yg di keluarkan mencapai kesuksesan rumah sakit yg di pegang rayyan melebihi nyawanya
Tapi kelakuan rayyan melebihi tuhan menghukum orang sampai segitunya 😬