Andhira baru saja kehilangan suami dan harus melahirkan bayinya yang masih prematur akibat kecelakaan lalulintas. Dia diminta untuk menikah dengan Argani, kakak iparnya yang sudah lama menduda.
Penolakan Andhira tidak digubris oleh keluarganya, Wiratama. Dia harus tetap menjadi bagian dari keluarga Atmadja.
Akankah dia menemukan kebahagiaan dalam rumah tangganya kali ini, sementara Argani merupakan seorang laki-laki dingin yang impoten?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Santi Suki, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11. Kisah Masa Lalu
Bab 11. Kisah Masa Lalu
"Rupanya Andhira sudah bertemu dengan Selena," batin Argani.
"Dia dulu sempat kuliah di universitas yang sama dengan kamu. Tapi di D.O," ucap Argani.
Andhira tidak menyangka kalau Selena pernah kuliah di sana. Dia memang tidak tahu banyak tentang wanita itu. Alasan sebenarnya kenapa keluarga Atmadja tidak setuju juga tidak tahu. Karena di mata dia keluarga suaminya itu sangat baik dan tidak memandang rendah orang lain. Akan tetapi, mereka tidak mau menerima Selena.
"Kenapa dia di D.O?"
"Dia dan teman-temannya kedapatan melakukan pem-bully-an sampai mahasiswi itu meninggal dunia."
Tubuh Andhira merinding mendengar cerita dari Argani. Dia tidak menyangka kalau Selena orang seperti itu.
"Dia keluar dari kampus dan diusir dari tempat kos. Kejadian itu juga terdengar sampai ke kawasan perumahan orang tuanya. Ternyata para tetangga di sana tidak suka dengan sikapnya, sehingga dikucilkan."
Andhira terdiam mendengar cerita Argani. Laki-laki itu biasanya banyak diam dan jarang bicara seperti ini, apalagi membicarakan orang lain.
"Entah pelet apa yang diberikan kepada Dhika, sampai-sampai dia begitu tergila-gila kepadanya."
Andhira menahan tawa ketika mendengar ucapan Argani barusan. Dia tidak menyangka kalau suaminya yang sering dibilang orang cerdas dan modern, tetapi punya pikiran akan pelet.
"Aku rasa Mas Dhika tidak di pelet," balas Andhira.
"Siapa bilang? Dia itu di pelet makanya kebusukan Selena di depan matanya saja tetap terlihat baik dan membelanya. Dulu dia tidak pernah seperti itu. Kekasihnya Dhika yang jauh lebih cantik dan lebih segalanya dari Selena saja tidak sampai seperti ini ketika Dhika berpacaran."
Ada perasaan cemburu menyusup di hati Andhira. Dia tidak senang mendengar Argani membicarakannya wanita yang merupakan mantan kekasih mendiang suaminya dengan pujian.
"Kayaknya pelet dia terus memudar setelah Dhika menikah dengan kamu. Mungkin dia kamu membuat langit dan berhasil mengubah Dhika secara perlahan. Makanya di akhir hidupnya dia benar-benar bisa menerima dirimu dan bagi kalian."
Kini ada perasaan senang sekaligus sedih dirasakan oleh Andhira. Benar apa yang dikatakan oleh Argani, kalau Andhika berubah drastis sebelum kematiannya.
Dua bulan sebelum Andhika meninggal, Andhika jatuh sakit. Tubuhnya demam tinggi dan badannya lemas, sampai tidak bisa berbuat apa-apa.
Semua diurus oleh Andhira mulai dari buka mata sampai tidur kembali. Wanita itu begitu tulus mengurus suaminya yang sakit. Namun, ketika dibawa periksa ke rumah sakit tidak ditemukan penyakit apa pun. Laki-laki itu sempat dirawat di rumah sakit selama tiga hari, tetapi masih saja. Obat yang mahal pun tidak mempan. Akhirnya Andhika dirawat di rumah dan berangsur membaik.
Setelah sehat sikap Andhika berubah 180° terhadap Andhira. Mereka menjalani kehidupan rumah tangga layaknya pasangan suami-istri sesungguhnya. Laki-laki itu sangat perhatian kepada Andhira dan calon bayi mereka. Kemana-mana mereka akan pergi bersama dan menghabiskan waktu bersama.
"Dhika juga mengatakan kepadaku kalau dia sudah memutuskan hubungan dengan Selena. Tidak berapa lama Dhika jatuh sakit dan tidak terdeteksi penyakit apa oleh dokter. Mama meyakini kalau sakitnya Dhika itu ada hubungannya dengan Selena."
Andhira menutup mulutnya dengan tangan. Dia tidak menyangka kalau mendiang Andhika sampai diguna-guna seperti itu. Dia memang sering mendoakan suaminya, apalagi ketika sedang sakit. Dahulu dia juga sempat berpikir kalau laki-laki itu bukan sembarang sakit.
"Apakah kecelakaan yang kami alami juga ulah Selena?" tanya Andhira. Dia sungguh penasaran karena selama ini sebenarnya dia kurang tahu banyak apa yang sebenarnya terjadi, dahulu.
"Aku rasa bukan. Entah kenapa aku merasa aku lah target sesungguhnya. Tapi, kebetulan hari itu kalian memakai mobil aku," jawab Argani.
Potongan ingatan Andhira tiba-tiba muncul ketika malam kejadian kecelakaan. Dia juga penasaran kenapa Andhika sampai menukar mobilnya ketika pulang dari acara itu.
"Saat di hotel waktu itu Andhika menerima pesan, tapi entah dari siapa. Ketika aku tanya ada apa dia jawab ada orang gila kirim pesan. Kira-kira siapa yang sudah mengirim pesan saat itu," ucap Andhira.
Argani dan polisi sudah memeriksa handphone milik Andhika, tetapi tidak ada yang aneh. Baik itu pesan atau panggilan dari nomor asing. Hal yang aneh adalah semua pesan dengan Selena dihapus dan nomor wanita itu diblokir. Andhira tidak tahu tentang ini.
"Ini sudah malam sebaiknya kita pergi tidur," lanjut Andhira.
"Arya tidur sama Mama?" tanya Argani.
"Iya," jawab Andhira.
Argani mengela napas. Itu artinya mereka akan tidur berdua saja. Sofa yang biasa ada di kamarnya dikeluarkan oleh Mama Aini. Jadi, mau tidak mau mereka harus tidur di satu ranjang.
"Semoga saja kejadian dahulu tidak terjadi lagi malam ini," batin Argani.
***
Pagi hari setelah sarapan Andhira dan keluarga Atmadja pergi berziarah ke makam Andhika. Ini pertama kalinya Arya ikut ke sana.
"Ini Papa Dika, Sayang," ucap Andhira.
"Ciapa, Ma?" tanya Arya sambil melihat ke arah kuburan.
"Ini Papa kamu," jawab Argani.
"No. Ini Papa," ucap Arya sambil memeluk leher Argani.
"Kamu punya Papa dua. Papa Dhika dan Papa Gani," ujar Mama Aini.
"Papa Aya ada dua?" tanya Arya sambil mengacungkan kedua jarinya.
"Iya," jawab Mama Aini.
Setelah mendoakan Andhika, mereka pergi hendak menuju ke panti asuhan yang dekat dengan kawasan pemakaman. Begitu keluar gerbang, terlihat ada sebuah mobil berwarna hitam yang terparkir tidak jauh dari sana.
"Mobil itu kemarin juga ada di depan rumah Papa. Apa kamu tahu siapa mereka, Mas?" tanya Andhira berbisik.
"Hah? Kamu yakin?" Argani tidak sadar dengan itu. Mungkin dia terlalu lelah sehingga tidak memerhatikan keadaan sekitar, apalagi di rumah orang tuanya.
"Iya. Semalam aku perhatikan dari lantai atas, mobil itu ada di sebrang jalan," pungkas wanita berambut panjang yang diikat satu.
Argani berbisik kepada Papa Anwar tentang mobil hitam yang dimaksud oleh Andhira. Tentu saja laki-laki paruh baya itu menjadi cemas.
Argani memutuskan untuk mendekati mobil hitam model sedan keluaran tahun 2000-an. Ternyata mobil itu kosong, tidak ada pengemudi atau penumpang.
"Sebenarnya ini mobil milik siapa?" ucap Argani bergumam.
***