Pernikahan tujuh tahun lamanya tak membuat Elara Aleshia mencintai suaminya, Arion Zefrano. Setelah ayah Elara meninggal, tiba-tiba ia meminta cerai pada suaminya itu.
"Ayah udah enggak ada, gak ada alasan lagi untuk kita tetap bersama. Karena dari awal, pernikahan ini hanya karena ayah. Lebih baik, kita berpisah Ar."
Arion mencoba untuk menenangkan Elara, mungkin wanita itu masih terpukul atas kepergian ayahnya. Namun, Elara tetap pada egonya.
"Baik, pergi lah jika itu membuatmu bahagia. Tapi, jangan bawa putraku."
Tanpa keraguan, Elara menganggukkan kepalanya. Ia beranjak pergi dari sana dengan menyeret kopernya. Kepergian Elara, membuat hati Arion terluka.
"Ternyata, aku hanya cinta sendirian. Jangan salahkan aku, jika putra kita membencimu." Lirihnya.
5 tahun kemudian, mereka kembali di pertemukan dengan keadaan yang tidak pernah keduanya pikirkan.
"Kenapa kamu memisahkanku dari putriku, Elara?" ~Arion.
"Aku benci Mama, Pa." ~
"Jangan cedih Mama, Dala peluk Mama."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kenz....567, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kamu masih istriku!
"Selingkuhan? Siapa yang kamu maksud?" Tanya Elara dengan tatapan tajam.
"Dia lah, siapa lagi?" Desis Arion seraya menatap tajam ke arah Dokter Agam yang masih diam. Ia lalu menurunkan Dara dari gendongannya. Seketika, gadis kecil itu mendekati sang Mama dan menatap Arion dengan tatapan polosnya.
"Ar, sebaiknya kamu pulang. Kamu membuat keributan di rumah orang, sangat tidak sopan!" Tegur Elara.
"Lebih tidak sopan mana? Antara aku dan dia yang datang ke rumah istri orang huh?" Perkataan Arion membuat Elara mengerutkan keningnya bingung.
"Ar, apa kamu lupa kita sudah berpisah? Tolong, pergi dari rumah ini." Pinta Elara.
"Siapa yang sudah berpisah hah? Apa kamu sudah mendapat akta cerainya? Cari data perpisahan kita di seluruh pengadilan yang ada, kamu tidak akan menemukan di satu tempat pun yang mengeluarkan akta cerai kita!"
Degh!!
Mata Elara membulat sempurna, jantungnya berdegup sangat kencang. Ia tak mengetahui hal itu, dirinya pikir Arion memang sudah menceraikannya. Dokter Agam beralih menatap Elara yang masih diam karena keterkejutannya.
"Tapi Elara sudah tidak mau denganmu," ujar Dokter Agam seraya menatap tajam ke arah Arion.
"Hebat sekali! Kamu seolah sebagai pahlawan untuk istriku disini! Apa kamu tidak malu di jadikan selingkuhan olehnya."
"AR CUKUP!" Teriak Elara yang aman membuat kedua pria itu menatapnya dengan emosi yang menggebu.
Dara ketakutan, melihat itu Henri segera menggendongnya dan membawanya menjauh. "Mama." Rengek Dara dengan mata berkaca-kaca bersiap akan menangis.
"Sebentar yah, main sama om dulu. Om ada jajan!" Ajak Henri.
Selepas Henri membawa Dara pergi, Elara kembali menatap tajam ke arah Arion yang menatap santai padanya. "Aku yang memutuskan pergi darimu, tidak ada hubungannya dengan Dokter Agam! Dia hanya dokter ku, bukan selingkuhan. Apa kamu mengerti sampai disini?! Kamu memang atasanku, tapi bukan berarti kamu bisa semena-kena padaku!" Sentak Elara.
"APA KAMU BISA JELASKAN TENTANG ANAK ITU HAH?! DIA PUTRIMU DENGAN PRIA INI KAN?!"
Elara menatap Arion dengan tatapan tak percaya, ia tak mengira jika Arion bisa menganggap Dara sebagai anak hasil perselingkuhan. Dokter Agam yang tidak tahu apapun ikut terseret dalam masalahnya. Sejenak, Elara memejamkan matanya. Emosinya tengah membara, membuat jantungnya berdegup kencang tak seperti biasanya.
"Dokter Agam, sebaiknya pulang saja." Ujar Elara yang beralih menatap pria di sebelahnya itu.
"Enggak El, aku akan tetap disini sampai pria ini pergi. Aku khawatir dengan kamu dan Dara," ujar Dokter Agam dengan tatapan tajam.
Arion menyeringai dalam, "Apa aku akan menjadi nyamuk di tengah kalian?" Sindirnya
Elara menghela nafas pelan, "Tujuanmu datang kesini apa? Saat itu, aku sudah memilih berpisah denganmu bukan? Kenapa kamu belum juga mengurus perceraian kita?" Ujar Elara yang berusaha mengontrol emosinya.
Kedua sudut bibir Arion terangkat, alis pria itu menukik tajam. Dengan santainya, ia memasukkan tangan kanannya ke dalam saku celananya.
"Kamu pikir, aku akan melepasmu begitu saja? Enggak El, tidak semudah itu untuk bahagia bersama pria ini setelah berpisah denganku. Aku akan menuntut kalian,"
"AR!" Teriak Elara dengan kesal.
"Apa kamu ada bukti kalau kami berselingkuh hah? Bisanya hanya mengancam, pantas saja Elara tak betah menjadi istrimu. Pria yang hanya berani mengancam wanita hanyalah seorang pria peng3cut!" Sahut Dokter Agan yang sedari tadi diam.
Arion tak terima, dia maju melangkah mendekati dokter Agam dan menarik kerah kemejanya dengan kuat. Elara panik, ia berusaha menarik lengan Arion dari kerah kemeja Dokter Agam. Namun anehnya, Dokter Agam seolah terlihat biasa saja dan justru menatap Arion dengan tatapan yang santai.
"Ceraikan Elara, setelah itu aku akan menikahinya."
BUGH!!
"AARR! BERHENTII!!" Elara menghalangi Arion yang akan memukuli Dokter Agam kembali. Tangan Arion terkepal di depan wajah Elara, hampir saja pukulannya terkena wajah wanita itu. Nafas Arion terdengar memburu, matanya menatap lekat mata istrinya yang menatapnya dengan sorot mata penuh permohonan.
"Pergilah, aku mohon." Pinta Elara dengan mata berkaca-kaca.
Arion menepis tangannya, ia lalu beralih menatap Dokter Agam yang tersenyum penuh kemenangan. Melihat itu, Arion merasa amat kesal.
"Aku tidak ada hubungan apapun dengan Dokter Agam, aku meminta berpisah darimu karena kita tidak bisa bersama. Bukan karena selingkuh darimu, aku tidak pernah melakukan itu." Ujar Elara.
"Anak tadi sebagai jawabannya El! Dia putrimu dengan ...,"
"Denganku, Dara adalah putriku." Sela Dokter Agam yang mana membuat Elara membulatkan matanya.
Arion tertawa hambar, "Elara, aku tak akan pernah membiarkanmu bahagia dengannya. Tidak akan pernah! Aku dan putraku kamu tinggalkan dengan penuh luka, lalu kamu ingin bahagia dengan pria ini? Kamu harus merasakan apa yang aku dan putraku rasakan!" Sentak Arion sebelum berlalu pergi, meninggalkan Elara yang menghela nafas kasar di buatnya.
Tatapan Elara beralih menatap Dokter Agam yang masih memandang kepergian Arion. "Kenapa kamu mengatakan jika Dara adalah putrimu?" Tanya Elara dengan tatapan tajam.
Dokter Agan meraih tangan Elara, ia lalu menggenggam tangan itu dengan lembut. Namun, Elara segera menarik tangannya karena merasa tidak nyaman. Apalagi, Dokter Agam memandangnya dengan tatapan lekat. "Apa kamu mau Dara di ambil olehnya? Aku hanya berusaha menyelamatkanmu dan Dara,"
"Tapi kamu gak berhak ikut campur urusanku! Kamu memang telah berjasa menyembuhkanku Dokter Agam, tapi bukan berarti kamu bisa berkata hal seperti tadi!" Sentak Elara.
Arion yang akan masuk ke mobilnya menghentikan niatnya saat melihat Dara yang berada di gendongan Henri. Senyuman gadis kecil itu sungguh membuatnya ingin ikut tersenyum. Tawanya yang lucu, tatapan mata polosnya yang selalu ia rindukan. Namun, saat dia mengira Dara bukanlah putrinya, seketika perasaan Arion hancur.
"Berikan putriku." Elara datang dan mengambil Dara. Sebelum masuk ke dalam pagar rumahnya, Elara dan Arion sempat saling bertatapan. Sebelum akhirnya Arion memutuskan pandangannya mereka dan masuk ke dalam mobilnya. Henri menyusul bosnya masuk, ia lalu melajukan mobil bosnya pergi dari sana.
Sementara itu, Elara meminta Dokter Agam untuk pulang. Namun, pria itu tetap kekeuh ingin berada di sana karena ingin mengatakan sesuatu.
"Baiklah, katakan sekarang dan setelah itu pulanglah." Pinta Elara.
"Aku mencintaimu." Perkataan Dokter Agam membuat Elara mengerjapkan matanya.
"Aku mencintaimu, dan aku menyayangi Dara seperti putriku sendiri. Jika kamu tak keberatan, aku akan membantumu lepas dari suamimu itu. Aku akan mencarikanmu pengacara terbaik, aku akan menunggu sampai kamu siap membuka hatimu kembali." Ujar DOkter Agam dengan tatapan serius.
Elara tersenyum hambar, "Dokter Agam, kamu sangat baik. Tapi maaf, aku tidak bisa menerima cintamu. Bukan karena Arion, tapi kamu pamtas mendapatkan yang terbaik. Dan itu bukan aku, selamat malam." Elara masuk bersama putrinya, meninggalkan Dokter Agam yang menunduk lesu dengan hatinya yang berdenyut sakit.
"Apa penantianku lima tahun ini masih kurang El?"
.
.
.
Mobil Arion terhenti di pelataran kediaman Zefrano, Henri pun melepas sabuk pengamannya dengan gerakan pelan seraya melirik ke arah bosnya yang masih terdiam. Arion tak membuka suaranya selama perjalanan tadi, pria itu justru melamun dengan tatapan lurus ke depan. Bahkan. Sepertinya Arion tak menyadari jika mereka telah sampai di rumah.
"Tuan, sudah sampai." Bisik Henri.
Arion tersadar, ia mengusap kasar wajahnya dan menatap ke sekitar. Benar, mobilnya telah berhenti di pelataran kediaman Zefrano. "Baiklah, terima kasih. Kamu bisa pulang dengan mobilku," ujar Arion dan bergegas turun dari mobil.
Henri tak kembali melajukan mobilnya pergi, pria itu justru berlari keluar dari mobil dan menyusul Arion yang akan masuk ke pintu utama. "Tuan tunggu sebentar!" Seru Henri yang mana membuat Arion reflek menghentikan langkahnya.
Henri mengeluarkan sesuatu dari dalam saku celananya, sebuah kertas yang ia lipat dengan rapih. Lalu, ia membuka kertas itu dan menunjukkannya pada bosnya. Arion bingung dengan benda yang Henri tunjukkan padanya.
"Saya sempat mengambil beberapa helai rambut anak tadi. Sebaiknya, anda tes DNA rambut ini. Bisa saja, anak perempuan tadi adalah ... putri anda."
Degh!!
👍❤❤❤❤