Elora percaya bahwa cinta adalah segalanya, dan ia telah memberikan hatinya sepenuhnya kepada Nolan, pria penuh pesona yang telah memenangkan hatinya dengan kehangatan dan perhatian. Hidup mereka terasa sempurna, hingga suatu hari, Nolan memperkenalkan seorang teman lamanya, kepada Elora. Dari pertemuan itu, segalanya mulai berubah.
Ada sesuatu yang berbeda dalam cara mereka bersikap. Perhatian yang terlalu berlebihan, dan senyuman yang terasa ganjil. Perlahan, Elora mulai mempertanyakan kebenaran hubungan mereka.
Apakah cinta Nolan kepadanya tulus, atau ada rahasia yang ia sembunyikan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rose Skyler, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19. Sembunyi
Elora duduk di tepi ranjang dengan kepala bersandar lemah. Tubuhnya terasa panas, tenggorokannya perih, dan setiap helaan napas seperti membawa beban. Ia memejamkan mata, merutuki kebodohannya sendiri. Semua ini gara-gara keputusannya yang impulsif. Mengapa tadi ia begitu gegabah menerobos hujan saat pulang kerja?
Hanya karena ingin menghindari Alden, namun kini, tubuhnya membayar harga mahal.
Dengan langkah pelan, Elora memaksakan diri bangkit dari ranjang saat suara bel pintu bergema di apartemennya. Ia tahu siapa yang datang, ketiga sahabatnya, yang sudah ia hubungi beberapa jam lalu saat demam mulai terasa.
Ketika pintu terbuka, nampak ekspresi khawatir di wajah mereka. "Astaga, El! Lo kelihatan parah banget!," seru Cindy, langsung masuk tanpa menunggu undangan, membawa tas belanja yang tampak penuh makanan, dan Arga yang tampak membawa obat-obatan.
"Lo gila ya, pake nerobos hujan segala, buat apa coba?" tanya Feby, setengah jengkel tapi jelas peduli.
Cindy menggiringnya kembali ke sofa, membuka tasnya, dan mulai mengeluarkan termos sup hangat dan beberapa obat. "Makan dulu biar gak tambah lemas,” kata Cindy sambil menyodorkan mangkuk ke tangannya
"Besok diulangi lagi ya, ujan-ujannya," ledek Arga tertawa renyah, memakan snack yang tadi ia bawa
Elora yang bersandar di sofa hanya tersenyum lemah. "Lo berisik banget, padahal gue kan lagi sakit," balasnya pelan, tapi tatapannya penuh rasa terima kasih.
Apartemen Elora menjadi lebih ramai karena mereka memutuskan untuk menemaninya dan menjaganya malam ini.
Pagi-pagi sekali, ketiga sahabatnya sudah pulang ke rumah masing-masing, karena harus pergi bekerja. Tidak lama, pintu bel kembali berbunyi, dengan perlahan dia kembali ke depan dan membukanya. Ternyata itu adalah kekasihnya.
"El.. kamu sakit?" dia tampak terkejut. "Kenapa kamu nggak bilang?" dia pun langsung mengangkat Elora dan menggendongnya hingga ke kamar, dan membaringkan diatas ranjang.
"Sejak kapan kamu sakit, kenapa nggak memberi kabar? aku kan bisa langsung datang," ucapnya penuh kekhawatiran
"Nggak apa-apa kak, udah mendingan. Semalem aku mau ngasih tau, tapi kak Nolan bilang sedang ada acara dengan keluarga besar, makanya aku nggak bilang,"
"Kalau seandainya kamu bilang, aku pasti akan datang sayang.." ucapnya penuh penyesalan. "Kamu sudah minum obat?"
Elora mengangguk pelan, "aku nggak sendiri semalem, Cindy dan yang lain datang dan menginap, mereka juga membawa obat dan makanan,"
Nolan mengelus kepala kekasihnya dengan lembut, "aku akan memasak sarapan untuk mu, kamu istirahat saja disini," titah Nolan, yang dibalas anggukan oleh El.
Tidak lama, Nolan kembali membawa nampan yang berisi bubur, dia juga menyuapi kekasihnya. Setelah Elora meminum obatnya, Nolan pamit karena ada keadaan darurat di rumah sakit.
***.
Ting tong..
Suara bel, mengusik El yang tengah berbaring dengan nyaman di kamarnya. Dia langsung bangkit, dan menuju ke arah pintu, perkiraannya itu pasti ketiga sahabatnya. Namun dia langsung shock saat melihat Alden lah yang berdiri di depan pintunya, bersama Dani yang sedang tersenyum lebar.
"Hai.. kayaknya kamu udah enakan ya?"
"Gue jadi sakit gara-gara menghindar darinya, karena gue nggak mau dia tau gue tinggal di sebelah kantor. Tapi sekarang dia justru datang ke sini." batin Elora yang masih bengong
"Kamu nggak mau nyuruh kita masuk nih.." celoteh Dani
Elora langsung menarik tangan Dani dan berbisik. "Kenapa kamu ngajak Pak Al?"
Dia langsung melihat Elora dengan bingung, "memangnya kenapa?"
Elora berdecak kesal, "sudahlah,"
Elora mempersilahkan keduanya untuk duduk, dan menyuguhkan minuman untuk mereka.
"Kenapa kamu tiba-tiba bisa sakit El?" tanya Dani
Elora terdiam sejenak, dia bingung harus beralasan apa, karena itu sungguh memalukan. Dia melirik Alden yang duduk di sebelahnya, dia tampak menyunggingkan senyuman miring.
"Dia pasti sedang menertawaiku." pikir El menggerutu
"Oh ya, hari ini aku kewalahan karena kamu nggak ada. Aku sampe pontang panting ngerjain semuanya sendiri, berkas yang menumpuk. Belum lagi, Pak Bos dari pagi sudah marah-marah," ujarnya pelan, tapi tetap saja terdengar oleh Alden.
Elora sontak terkekeh, Alden nampak kesal mendengar cuitan dari bawahannya. Namun tumben sekali dia diam saja tidak meladeninya. Saat mereka tengah asik berbincang, ponsel Dani tiba-tiba berdering.
Setelah menerima telpon, Dani kembali sambil tersenyum canggung.
"Kenapa senyum-senyum?" tanya Alden curiga
"Hehe.. anu pak, maaf. Tapi saya pulang dulu ya, soalnya gebetan saya ngajak jalan. El, aku pamit pulang dulu, kamu cepet sembuh ya," Elora hanya mengangguk.
Setelah Dani beranjak pergi, dia baru tersadar dan langsung melihat orang di sebelahnya. "Loh.."
Alden menatapnya dengan bingung, "kenapa?"
Elora menelan ludahnya, karena tenggorokannya tiba-tiba terasa kelu. "Pak Al nggak bareng Dani?"
"Nggak, aku bawa mobil sendiri. Kenapa? Kau mau mengusirku?"
"Bukannya mengusir, tapi kan nggak baik kalo cewek cowok cuma berduaan,"
Alden sontak terkekeh, "apa kamu takut denganku?" ujarnya dengan tatapan intens dan senyum menyeringai.
Elora sontak mundur, hingga mentok di ujung sofa. "nggak, siapa bilang aku takut, kenapa pula aku harus takut?" ucapnya lugas, tapi kebohongannya sangat kentara
"Ck, dasar anak kecil!,"
El langsung menggerutu, "Pak Al, mungkin anda harus periksa mata, agar bisa membedakan sesuatu dengan jelas," sindir El dengan halus, dengan senyum yang dipaksakan
Alden tertawa pelan, dan melihat El dengan alis berkerut, "tanpa melihat, dari suara cempreng saja sudah ketahuan,"
El langsung melempar bantal pada bosnya, yang membuatnya sedikit terkejut. "Dari pada di sini cuma nge bully, pulang aja sana," ucap El dengan sinis
*Akhirnya kau mengusirku,"
"Ya, kamu memang pantas diusir," El sudah tidak bisa menahan amarahnya, dia hanya ingin pria menyebalkan itu segera keluar
Ding. dong..
Lagi-lagi suara bel pintunya menggema, ia pun bangkit dan melihat dari lubang pintu. Elora langsung terbelalak saat melihat orang di balik pintu adalah kekasihnya. Dia pun kebingungan.
"Bagaimana ini, dia belum keluar, kak Nolan udah dateng. Gimana kalo kak Nolan salah paham..?" setelah berpikir sejenak ia langsung kembali pada Alden.
Dia langsung menarik tangan bosnya, dan membawanya ke kamarnya.
"Kau sedang apa?" tanya Alden
"Pak Al diem, salah sendiri nggak pulang-pulang dari tadi," gerutunya masih dengan menyeret Al, hingga ke ruang pakaian. "Pak Al, di sini saja. Jangan keluar sebelum aku suruh!"
"Ada apa ini?"
Elora tidak akan memberitahunya kalau itu Nolan, "ada orang tuaku, jadi Pak Al nggak boleh keluar," titahnya lalu menutup pintu ruangan dan bergegas keluar
Elora sedikit gugup saat membuka pintu, hingga membuat Nolan mengerutkan Alisnya. "Apa kamu masih belum baikan El, bagaimana kalau kita ke rumah sakit?"
El langsung menolak, "aku udah baikan kak, cuma belum makan aja,"
"Syukurlah," Nolan lalu mengajak kekasihnya untuk makan bersama makanan yang ia bawa
"Ada yang barusan datang?" tanya Nolan saat melihat bingkisan di atas meja
"Iya, tadi temen kantor,"
"Apa Alden juga ikut?"
"Bagaimana ini, jawab ikut apa nggak..?" pikir El
*
*