Sejak berusia enam tahun, Zakia Angelina Axeline tidak pernah merasakan bahagia Sejak sang ibu pergi untuk selamanya. Tak pernah di anggap ada oleh ayah dan ketiga kakak laki-lakinya. Di tuduh sebagai pembunuh dan pembawa sial.
Selain itu, Karena sebuah kesalahpahaman. Zakia harus menikah dengan Maxime Roberto, Pria yang ia kira sebagai pelindung justru menjadi penambah luka.
Namun siapa sangka, Tekatnya untuk pergi mempertemukan Zakia dengan Akbar RafasyaMaulana, Cucu seorang kyai besar.
Perbedaan agama sempat menjadi penghalang. Lalu? Akankah Zakia bisa hidup bahagia bersama Gus Rafa? Atau justru sebaliknya??
"Aku mencintaimu sejak pada pandangan pertama, Sejak delapan tahun yang lalu. Aku ingin kamu menjadi milikku. Maka dari itu, Bolehkah aku egois? Izinkan aku merebutmu dari Tuhanmu, Zakia..."Akbar Rafasya Maulana
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon El Viena2106, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Memulai Semua Dari Awal
"Sebentar ya, Kakak panggil dokter.."Darrel hendak pergi, Akan tetapi Zakia menahan pergelangan tangan sang kakak membuat langkah Darrel terhenti.
"K..kakak.. J..j..jangan pe..pergi..
Deg!!
Darrel menoleh, Tatapan mata Zakia sangat sayu. Namun bukan itu yang menarik perhatiannya. Suara itu? Bibir Darrel bergetar, Ingin mengucapkan sesuatu akan tetapi semuanya kelu.
"Ka..kamu bisa bicara?
Hatinya bahagia sekarang, Sangat bahagia. Sang adik yang selama beberapa hari tertidur dengan kondisi koma kini kembali sadar bersamaan dengan suara yang bertahun tahun menghilang.
"J..jangan pergi hiks.."Zakia menangis, Air matanya luruh begitu saja. Darrel ikut meneteskan air matanya. Tangan kekar itu menggenggam erat tangan sang adik dan menciumnya berkali-kali.
"Kamu bisa bicara dik? Hm? Kamu bisa bicara? Kakak bahagia sekali.. " Tak ada yang lebih membahagiakan selain adegan ini. Darrel, Dia adalah orang pertama yang melihat adiknya sadar. Dan dia jugalah yang pertama yang mendengar suara adiknya. Terakhir kali pria itu mendengar suara Zakia saat adiknya itu berusia enam tahun. Suara mungil khas anak kecil yang begitu menggemaskan. Ketika beranjak remaja hingga dewasa, Darrel baru pertama kali ini mendengar suara itu.
Sudah beberapa tahun Zakia menjadi bisu. Semua berawal dari bentakan Daddy Noah yang melarang Zakia untuk tidak bicara lagi. Padahal bentakan itu hanya sebuah kemarahan akan tetapi, Anak usia enam tahun tahu apa?
"Bagaimana kondisi adik saya dok?" Darrel bertanya kepada dokter muda yang masih sangat cantik itu. Dokter yang biasa di sapa dokter Mila itu tersenyum ramah.
"Untuk kondisinya saat ini sudah cukup membaik, Namun pasien harus banyak istirahat dulu ya.. " Darrel mengangguk, Para suster pun keluar dan membawa alat yang telah menempel di tubuh Zakia selama beberapa hari ini.
"Kalau begitu saya pamit.." Dokter itu undur diri seraya tersenyum malu malu. Memang tak bisa di pungkiri. Wajah Darrel memang tampan, Meski dia adalah keturunan bule. Darrel dan Zakia ikut gen ibunya, Wajah lokal khas Indonesia yang begitu nyaman di pandang.
Darrel menarik kursi dan kembali duduk di samping Zakia yang sejak tadi menatapnya.
"Kenapa menatap kakak seperti itu?" Zakia menggelengkan kepalanya, Ia hanya tersenyum tipis saja.
"Kamu tahu tidak? Kamu sudah buat kakak khawatir Kia.. Kakak takut kamu bakalan ninggalin kakak sama seperti Mommy.."Zakia tersenyum lagi, Ia menggelengkan kepalanya. Darrel jadi gemas sekali karena sejak tadi Zakia hanya menggeleng saja.
"Bicaralah, Tadi kamu bisa ngomong kan?" Zakia membuka mulutnya, Jujur dia tidak terbiasa.
"Ka..kak.."
"Iya.. Jangan pernah tinggalin kakak ya? Kakak cuma punya kamu. Kakak juga bertahan dan rela meninggalkan semuanya demi kamu dik.. "Darrel kecup tangan Zakia layaknya perhatian seorang suami terhadap istrinya.
Jika orang yang tidak tahu mungkin akan mengira mereka adalah sepasang kekasih atau suami istri.
"Setelah kita sembuh, Kita mulai hidup kita yang baru ya.. Kita mulai semuanya dari awal. Jangan ingat-ingat lagi tentang masa lalu kita. Kamu mau? "Zakia mengangguk
"Mau.."Zakia diam lagi..
"Kak..
"Kenapa? Ada yang kamu butuhkan?" Zakia meraba perutnya, Darrel tahu apa maksud adiknya. Mata sebening kaca itu kembali mengalir cairan deras.
"Dia sudah pergi.. Kamu ikhlaskan dia ya? "Zakia menangis sesegukan. Darrel peluk adik kesayangan itu tak lupa memberinya penenang.
Entah mengapa hati Zakia sakit mendengar kabar ini. Bukankah seharusnya dia senang bukan? Anak dari monster kejam itu telah tiada, Dia sudah pergi. Tapi mengapa rasanya sakit sekali..
"Udah jangan nangis lagi.. Mungkin ini sudah takdir. Kamu masih punya kakak hm?" Zakia mengangguk dalam pelukan hangat itu.
*****
"Ada jadwal apa aku hari ini?" Gus Rafa bertanya kepada Vino yang baru masuk.
"Satu jam lagi kita ada jadwal dengan perusahaan Abraham Gus.. Tapi kemungkinan hanya asistennya saja, Karena Tuan Nalendra sedang ada halangan dan tidak bisa hadir secara langsung.."Jelas Vino.
"Ada lagi?" Tanya nya. Sepuluh jarinya sibuk menari di atas keyboard laptop. Pria itu selain rajin beribadah, Gus Rafa memang gila kerja. Apalagi sekarang ini ada sang pujaan hati. Gus Rafa harus cepat-cepat menyelesaikan pekerjaannya dan pergi ke rumah sakit.
"Kenapa kau diam aja Vin?
"A..apa tadi Gus?
"Aku tanya, Ada lagi?"Dengan cepat Vino mengangguk.
"Apa itu.. Kalau penting cepat katakan kalau tidak tidak perlu dan kau bisa keluar sekarang juga.."Vino menghela nafas panjang. Gus Rafa ini memang sangat menyebalkan.
"Kalau menurut saya ini tidak penting Gus.. Tapi entah kalau kata..
"Jangan berbelit-belit Vino!!.
"Nona Zakia sudah sadarkan diri Gus.." Seketika pergerakannya terhenti. Gus mengerjabkan matanya meminta Vino mengulangi ucapannya.
"Kau tidak bohong kan?
"Tidak Gus..Tadi Dokter rumah sakit yang..
Belum juga Vino menyelesaikan ucapannya, Gus Rafa melepas kacamata beningnya lalu bangkit.
"Tolong handle semuanya Vin! Aku harus pergi.."Vino menghembuskan nafasnya kasar melihat punggung sang direktur yang perlahan menghilang.
"Kena lagi kan? Alden!! kata gua lo cepet pulang dah.. Mana Gus Rafa lagi mode bucin kayaknya..."Vino menggusar rambutnya kesal.
.
.
.
Senyum Gus Rafa terus mengembang sejak tadi. Kabar sadarnya Zakia sungguh membuat hatinya berbunga-bunga.
Pria itu turun dari mobil mahalnya dengan menenteng banyak menu makanan yang aman di konsumsi untuk orang sakit. Tidak lupa buah-buahan serta buket bunga yang indah. Pria itu meminta bantuan satpam rumah sakit untuk membawa semua buah tangannya.
"Assalamualaikum..
"Waalaikum salam.. " Jawab semua yang ada di sana.
Gus Rafa langsung melangkah mendekati Zakia yang duduk bersandar di ranjang pasien. Pria itu tak sadar jika di dalam ruangan tersebut ada orang lain selain Darrel yang selalu berjaga.
"Bagaimana kondisi kamu? Udah baikan belum? Masih ada yang sakit gak? Bilang ke aku kalau ada yang sakit? " Pertanyaan bertubi-tubi meluncur begitu saja. Saking senangnya melihat Zakia sadar, Gus Rafa menjadi sok akrab terhadap Zakia yang masih bingung menatap Rafa yang begitu mengkhawatirkannya.
Tak ada rasa canggung Gus Rafa menyentuh tangan dan kening Zakia saking senangnya. Pria itu seolah lupa bahwa mereka bukan mahram dan tidak boleh di sentuh jika bukan pasangan sahnya.
"Tunggu? Pria ini kan?" Batin Zakia masih mencoba mengingat Gus Rafa.
"Rafa! Apa yang kamu lakukan??"
Deg!!
Gus Rafa tertegun, Suara itu? Suara Abahnya kan? Apakah sejak tadi dia masuk Abahnya sudah ada disini? Kalau iya, Berarti sejak tadi Abahnya melihat apa yang dia lakukan terhadap Zakia.
Perlahan, Gus Rafa berbalik badan. Dan benar saja, Bukan hanya ada Abahnya yang berada disana. Tapi Umminya dan dua remaja perempuan yang Rafa yakini adalah santri yang bekerja di ndalem.
"A..abah.. U..umi..
"Sepertinya harus ada yang kamu jelaskan lagi Rafa. Abah tunggu.." Ucapnya tegas. Abah Fahri tersenyum memandang Zakia yang tersenyum canggung. Wanita itu tidak tahu siapa mereka tadi. Tapi setelah di jelaskan oleh kakaknya, Sekarang Zakia sudah tahu siapa mereka sebenarnya.
Mereka adalah keluarga dari wanita paruh baya yang sempat ia tolong saat itu.
"Setelah keluar dari rumah sakit, Kalian pulang dan tinggal bersama kami ya.."Ummi Shafira telah tahu cerita tentang dua saudara ini. Mereka adalah orang baru, Mungkin mereka adalah keturunan dari negara ini. Bahasanya pun sangat lancar, Akan tetapi mereka lama tinggal di negara ayahnya. Dan kedatangan mereka kemari karena telah di usir oleh keluarga mereka. Untuk masalahnya? Ummi Shafira dan Abah Fahri tidak tahu karena Darrel belum bercerita banyak.
Sebagai ucapan tanda terima kasih, Ummi Shafira dan Abah Fahri meminta agar dua saudara kandung itu untuk tinggal bersama mereka. Itupun jika mereka mau, Tapi kalau tidak, mereka tidak akan memaksa.
"Terima kasih Nyonya.."Lirih Zakia karena ia masih merasa lemas.
"Jangan panggil Nyonya, Panggil Ummi saja.."Ummi Shafira tersenyum dan mengusap pipi Zakia dengan lembut. Setelah itu, Ummi Shafira kembali ke sofa, Duduk bersama suami dan putranya.
"Kak..
"Iya kenapa? Kamu butuh sesuatu?
"Mereka terlihat sangat damai sekali ya.. Beda sama keluarga kita.."Darrel menatap sang adik, Menggenggam tangannya dengan erat.
"Kita tidak punya keluarga lagi dik.. Tuan Noah sudah mengusir kita dan kita bukan lagi bagian dari mereka.."Kata Darrel menyebut Noah dengan sebutan Tuan tanpa embel-embel Daddy.
"Kamu tahu? Entah kenapa kakak ingin masuk ke agama mereka.. Tapi sebelum itu kakak mau belajar dulu.."Zakia tersenyum.
"Aku sudah tertarik dengan agama mereka sejak lama.. Justru itu aku tidak pernah datang untuk beribadah lagi. Hanya saja tidak ada yang mengarahkan jadi aku tidak tahu..
"Jadi mulai hari ini, Kita mulai semuanya dari awal. Jangan ingat lagi masa lalu kita. Kita buka lembaran baru, Kehidupan baru,,Keluarga Baru. dan Agama baru...
"Iya, Zakia mau.."Jawabnya dengan meneteskan air mata.
.
.
.
TBC