Andhira baru saja kehilangan suami dan harus melahirkan bayinya yang masih prematur akibat kecelakaan lalulintas. Dia diminta untuk menikah dengan Argani, kakak iparnya yang sudah lama menduda.
Penolakan Andhira tidak digubris oleh keluarganya, Wiratama. Dia harus tetap menjadi bagian dari keluarga Atmadja.
Akankah dia menemukan kebahagiaan dalam rumah tangganya kali ini, sementara Argani merupakan seorang laki-laki dingin yang impoten?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Santi Suki, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10. Godaan Andhira
Bab 10. Godaan Andhira
Mama Aini senang dengan kedatangan anak dan menantunya, terutama cucu kesayangan mereka. Arya tumbuh dengan cepat dan pintar, walau baru berusia satu tahun, anak itu sudah bisa berjalan dan pandai berbicara meski masih cadel. Bayi itu juga sudah mengerti jika diajak bicara oleh orang.
"Cucu Oma yang pintar malam ini menginap di sini, ya?"
"Ya."
Mata Andhira dan Argani terbelalak karena jika mereka menginap harus tidur bersama di satu kamar. Biasanya mereka akan tidur di kamar milik laki-laki itu. Sementara Arya akan dibawa oleh Mama Aini atau Papa Anwar untuk tidur bersama mereka.
"Ma–"
"Biar besok pagi-pagi kita sudah bisa pergi berziarah. Lalu, pergi ke panti asuhan. Kalian kan punya kesibukan yang tidak bisa ditunda. Jadi, nurut saja sama Mama," ucap Mama Aini memotong pembicaraan Andhira.
Malam ini mereka makan bersama di rumah keluarga Atmadja. Arya makan dengan lahap sayur katuk. Berbeda dengan kebanyakan anak-anak, dia sangat suka makan sayuran dan buah-buahan. Sama seperti ayahnya, Andhika. Laki-laki itu juga sangat suka makan sayuran, terutama yang berwarna hijau.
"Kenapa makin besar wajah Arya malah makin mirip Gani," kata Mama Aini.
Wajah Andhika dan Argani sebenarnya mirip. Hanya bagian mata dan bentuk rahang yang berbeda. Kalau postur tubuh, Argani lebih tinggi dari Andhika.
"Ya, namanya juga masih kerabat, ya, jelas miriplah, Ma," ujar Papa Anwar.
Orang-orang juga tidak ada yang mengira kalau Arya itu bukan anak kandung Argani. Karena wajah mereka begitu mirip hanya beda bagian mata saja yang turunan dari Andhira.
"Ma ... mimik," ucap Arya yang sudah mengantuk. Bocah itu suka menyusu terlebih dahulu sampai tertidur. Anak itu mengulurkan tangan ke arah ibunya.
"Sepertinya Arya mau bobo." Andhira mengambil alih putranya. Lalu, dia pergi ke kamar untuk menyusui.
"Bagaimana dengan kasusnya? Apa sudah ada kemajuan?" tanya Papa Anwar.
"Belum ada perkembangan, Pa. Tidak ada bukti baru atau saksi. Jadi ini membuat para polisi kesulitan mengetahui pelaku dan apa motifnya," jawab Argani.
Dulu Argani malah sempat dikira pelaku karena mobil itu miliknya. Untungnya hari itu mobilnya baru selesai melakukan pemeriksaan rutin di bengkel khusus dan sudah menjadi langganan keluarganya. Para pekerja itu juga memastikan kalau kerusakan mobil itu baru saja dibuat dengan merusak bagian remnya.
Kamera CCTV parkiran hotel juga tidak melihat ada orang yang mencurigakan di sekitar sana ketika malam terjadinya tragedi. Terlebih lagi hari itu ramai dengan orang-orang yang datang untuk menghadiri pesta.
"Apa belum terlintas sesuatu dalam pikiranmu kira-kira siapa orang yang ingin mencelakakan kamu?"
"Aku tidak tahu, Pa. Jika saingan bisnis pastinya akan banyak. Jika masalah pribadi aku tidak pernah berkonfrontasi dengan siapapun."
"Semoga saja tidak terjadi lagi sesuatu yang buruk kepada keluarga kita. Mama selalu mengkhawatirkan Dhira dan Arya. Bagaimana jika ada orang yang ingin mencelakai mereka. Kalian sendiri tahu kalau Selena itu orang yang manipulatif."
Argani dan Papa Anwar juga berpikir seperti ini. Selena akan selalu mengganggu keluarga mereka dengan cara apa pun. Dahulu, mereka tidak menyetujui hubungan Andhika dan Selena juga karena tidak suka dengan sifat dan tingkah lakunya. Bukan karena wanita itu dari kalangan orang tidak berada. Keluarga mereka tidak melihat seseorang dari harta kekayaan, tetapi lebih ke attitude-nya.
Argani masuk ke dalam kamar. Betapa terkejutnya dia ketika melihat Andhira sedang menyusui Arya. Bayi itu punya kebiasaan harus menyusu kedua-duanya. Ketika menyusu tangan satunya lagi memegang sumber ASI yang lainnya.
Meski jarang melihat Andhira menyusui Arya di depan matanya, ini bukan pertama kali bagi Argani. Tetap saja dia merasa risih dan malu.
Andhira yang belum sadar dengan kedatangan Argani tidak menutupi buah dadanya. Biasanya dia akan segera mengambil kain untuk menutup dadanya yang super montok karena ASI-nya melimpah.
"Aduh, bagaimana ini? Apa aku keluar saja?" batin Argani.
Laki-laki itu pun memutuskan untuk pergi ke luar. Argani duduk di teras halaman samping yang menghadap kolam renang. Dia teringat dengan kejadian beberapa tahun yang lalu ketika Andhika masih hidup.
"Aku ingin punya istri yang cantik, pandai menyenangkan hati suami, dan anak-anak yang lucu," ucap Andhika kala itu.
Secara wajah, Andhira memiliki kecantikan natural. Argani mengakui itu. Tanpa memakai make up pun muka wanita itu terlihat cantik. Kalau menyenangkan hati suami, Andhira bukan tipe wanita pembangkang atau suka beradu mulut dengan orang lain. Anak yang lucu, Arya juga baginya sangat lucu. Bayi itu menjadi obat ketika dirinya merasa lelah sehabis bekerja. Apalagi jika pekerjaan numpuk dan ada permasalahan di kantor. Mendengar celotehan Arya membuat perasaannya senang.
Andhira dan para pekerja di rumah selalu mengajak Arya bicara sehingga bocah itu mudah menghapal dan cepat paham dengan kosakata. Mereka juga mengajari Arya bernyanyi walau dengan suara fals dan kata-kata yang cadel terkadang sulit dipahami kecuali hapal lagu aslinya.
"Dika, keinginan kamu sudah terpenuhi semuanya," ucap Argani dengan lirih.
Sementara impian Argani belum terpenuhi. Dia mengira pernikahannya dengan Liana merupakan pintu gerbang kehidupan barunya yang bahagia. Namun, justru sebaliknya. Pernikahan dengan wanita itu menjadi pintu gerbang menuju kesedihan dalam hidupnya.
Dahulu Argani dan Liana berpacaran cukup lama, sekitar 5 tahun. Wanita itu merupakan seorang artis, model, dan perancangan busana. Demi karier mereka menunda dahulu pernikahan. Akan tetapi, setelah menikah mereka malah dengan mudah bercerai.
Sebagai laki-laki dewasa, Argani pun paham kenapa Liana memilih bercerai. Terlebih lagi keluargannya sudah menuntut mereka untuk segera memiliki anak, tidak boleh menundanya. Karena kecelakaan waktu itu, sang lelaki divonis mengalami impoten. Bukan berarti tidak bisa sembuh, harus melakukan pengobatan dan terapi.
Hal itu dilakukan oleh Argani, tetapi entah kenapa hasilnya gagal. Kata dokter hal itu bisa juga karena dia dalam keadaan depresi atau stres dan harus melakukan pengobatan ke psikiater juga.
"Mas, kamu di sini? Aku cari-cari. Mama tadi mencari kamu."
Lamunan Argani buyar karena kedatangan Andhira. Wanita itu terlihat memakai piyama dengan kancing depan agar mudah menyusui Arya.
Otak Argani kini tercemar oleh bayangan Andhira ketika menyusui Arya. Dia buru-buru memalingkan muka ketika wanita itu mengangkat kedua tangan untuk menggelung rambut panjangnya, sehingga membuat dada montoknya membusung.
Pantulan dari sinar lampu taman membuat wajah Andhira terlihat semakin cantik. Argani sampai berpikir menyayangkan punya istri cantik seperti ini tetapi disia-siakan.
"Mas, tadi aku bertemu dengan Selena di kampus. Dia menemui dosenku. Lalu, pas perjalan ke sini juga aku sempat melihat Selena mendorong stroller bayi ke sebuah toko perlengkapan bayi. Ternyata dia sudah melahirkan," kata Andhira dan itu membuat Argani tersentak.
***