Petualangan para gadis-gadis cantik dengan berbagai rintangan kehidupan sehari-hari mereka.
Tak memandang jabatan apapun, mereka adalah gadis-gadis yang berjuang. " Di keluarga Riyu"
Bagaimana keseruan cerita mereka? yuk langsung baca,dan tinggalkan jejak sebagai tanda telah hadir mengabsensi diri dengan para gadis cantik! selamat membaca 🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Putri Karlina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
19.Mengunjungi Bangunan Penampungan.
Tanpa dugaan dari gadis berambut blonde iris mata berwarna hijau kekuningan itu. Sebuah belati menancap tepat di kusen jendela, dimana hanya satu senti meter saja jarak antara belati itu dengan kepalanya.
"Huk." Napasnya tercekat dengan dadanya bergemuruh hebat. Lebih dari sekedar keterkejutan.
Buk!
"Ah..Gila!" Lirihnya yang hanya dapat di dengar olehnya sendiri.
Ruyika,dengan gerakan cepat menendang dada Raeba hingga gadis itu terjatuh dan terhantuk dinding batu itu.
Tidak ingin kembali jadi korban keganasan kakak pertama,ia berguling dan berdiri dengan cepat.
Kaki Ruyika yang hampir mengenai mukanya berhasil terelakkan. "Sungguh di luar dugaanku!" Batinnya dengan terus menghindar dari serangan,Ruyika.
Mata berwarna hijau kebiruan yang terlihat begitu lembut,kini memiliki sorot setajam pisau tipis. Namun wajah cantiknya masih terlihat seperti gadis lemah lembut yang tidak mempunyai nyali bertarung.
Tidak ingin melukai sang kakak pertama. Dengan seutas tali,ia, mengikat kedua tangan kakaknya. Namun demikian kakinya masih saja bergerak seperti seorang bela diri yang tangguh.
"Cukup! ini aku!" Teriak Raeba yang mendapatkan luka sobekan di pipi kirinya karena kuku kaki,Ruyika.
"Adik?" Pekik Ruyika saat mendengar suara Raeba. Ia, langsung berjongkok di depan Raeba yang terduduk sambil memegangi pipinya.
Sungguh sangat amat di luar dugaannya. Ruyika, ternyata secepat itu menguasai teknik bela diri dalam ruangan sempit. Membuat Raeba kewalahan, karena gadis itu yang sudah sangat lelah sehabis perjalanan menuju ke kediaman keluarga besar Riyu.
"Kenapa masuk, seperti maling?" Tanya Ruyika dengan lembut, meminta Raeba agar melepaskan ikatan tali di tangannya.
"Hehe,aku hanya ingin mengetes seberapa jauh perkembangan ilmu bela diri, kakak pertama. Lagi, pula aku tidak tau bahwa kakak sudah sangat mahir dalam menggunakan teknik bertarung dalam ruangan sempit." Kekehnya seperti tidak ada kejadian apa-apa.
Mereka berdua bangkit dan duduk di sisi ranjang tidurnya, Ruyika. Raeba, memeriksa saku jubahnya, berharap masih tersisa sebotol obat lagi. Ternyata tidak ada,dan sudah habis di berikan kepada seorang wanita paruh baya penjaga kedai makan saat tadi siang.
"Tunggu sebentar! Kakak punya banyak stok obat." Ucap Ruyika yang langsung berjalan menuju lemari penyimpanan stok obat-obatan.
"Hem. Terima kasih kakak pertama." Angguknya.
•••
Rain, mengernyitkan dahinya saat melihat wajah Raeba yang terdapat bekas darah yang sudah mengering. Pemuda itu kembali menyelinap masuk ke dalam kamar tunangannya melewati jendela kamar.
"Apa yang baru saja terjadi,padamu?" Tanyanya datar, memperhatikan wajah tenang,Raeba. Jantungnya langsung berdetak cepat dengan tatapan penuh kekhawatiran.
Raeba,meraba pipinya yang masih sedikit membengkak di bagian sobekan sepanjang dua ruas jari telunjuk.
"Tidak ada apa-apa. Hanya tergores benda." Jawabnya santai tanpa memperdulikan tatapan tajam, Rain.
Pemuda itu langsung mendekat padanya, menempelkan ibu jarinya sebagai sapuan lembut. "Kau habis bertarung! Dengan siapa?" ucapnya dengan nada kecemasan, meskipun terdengar sangat datar dan dingin.
Raeba, memutar bola matanya. "Dengan kakak pertama. Aku hanya ingin mengetes seberapa jauh perkembangan ilmu bela dirinya sekarang. Aku terluka,tapi aku sangat bangga." Jawabnya, menggerakkan kepala menatap wajah terkesiap,Rain.
Pemuda itu, tercekat, sebentar,dan kembali seperti biasanya. "Sejak kapan kakak pertama,pandai bertarung?" tanyanya dengan serius.
Raeba, terkekeh. "Setelah kembali dari desa Kowa. Aku dan Raega memaksanya untuk latihan,dengan penuh perjuangan akhirnya ia mau." Ucapnya dengan bangga.
Rain, membuang napas lega. "Sangat bagus. Itu perjuangan yang tidak sia-sia." Pujinya,dengan tulus.
Rain, kembali mengusap lembut luka yang di dapatkan,Raeba. Kali ini pemuda itu mengangguk dengan tatapan mata yang tidak terbaca.
"Istirahatlah! Kamu pasti sangat lelah, seharian kita melakukan perjalanan." Tuturnya lembut, membuat Raeba mengerjabkan matanya beberapa kali.
Gadis tompel itu terkesima. 'Dia ternyata bisa lebih lembut.' Batin Raeba tanpa mengalihkan pandangannya dari wajah tampan Rain.
"Kenapa melihatku seperti itu? Kamu terpesona?" Tanya Rain dengan wajah menyeringai,yang langsung di balas cubitan kecil di tangannya oleh, Raeba.
Raeba, tidak lagi bersuara. Ia, merebahkan tubuhnya dengan tatapan matanya masih terpaku pada wajah tampan sang tunangan.
"Kapan terakhir kali kau tersenyum?" Tanya,Rain,dengan wajah jahilnya.
"Tidak ingat, mungkin kemarin." Jawab Raeba dengan asal. Gadis itu tidak ingin menutup matanya sebelum puas memandangi wajah tampan,Rain.
"Aku, lebih senang melihat kau tersenyum seperti ini. Meski sangat tipis tapi aku sangat menyukainya." Lirih Rain dengan wajah tenang.
Rain, mengusap lembut Surai blonde Raeba yang tergerai. Pemuda itu tidak akan pergi sebelum memastikan bahwa Raeba benar-benar tertidur.
'Jangan coba-coba untuk mengecohku kelinci kecil. Aku tau maksud dari tatapan matamu itu. Berharap aku akan bermurah hati untuk meninggalkan kau sendiri di dalam kamar. Lalu akan keluar setelah aku tidak lagi berada di sini.' Rain, ikut merebahkan tubuhnya di sisi Raeba, membuat gadis itu berguling menjauh.
"Ck. Pangeran kedua! Aku ingin istirahat." Datarnya dengan wajah cemberut.
"Aku,akan disini sampai kau benar-benar tertidur!" jawabnya santai. Mengambil bantal dan berbaring membelakangi,Raeba.
Tiba-tiba hening. Keduanya sibuk dengan pikirannya masing-masing.
•••
Ruyika,menguap lebar sambil menatap ke arah luar jendela yang sangat gelap. Lentera tidak ada yang menyala di depan kamarnya, ataupun di sampingnya. Semenjak gadis itu belajar ilmu bela diri,ia,jauh menyukai kegelapan. Bahkan hingga dini hari gadis itu betah duduk sambil menatap gelapnya malam. Tidak setiap hari, hanya satu hari saja dalam seminggu.
"Kemana adik pertama? Kenapa Dia tidak kunjung datang?" Lirihnya bertanya pada diri sendiri.
Malam semakin larut, tiba-tiba pintu kamar di ketuk dua kali. Vena,masuk ke dalam kamar Ruyika dengan membawakan minuman Teh jahe panas. Pelayan itu tidak ingin junjungannya sakit perut karena kedinginan, jadi ia datang dengan membawa yang panas-panas.
"Apa Kamu melihat, Raeba?"
Vena, menggeleng cepat."Tidak Nona. Saya hanya berjalan di kesunyian malam ini." jawabnya dengan menatap Ruyika sebentar, kemudian menaruh teh panas itu di meja dekat Ruyika duduk.
"Hem. Vena, bisakah kau mengambilkan Makanan lebih untukku. Malam ini aku ingin keluar untuk jalan-jalan." Ucap Ruyika dengan suara lembut. Senyuman manis selalu terukir di bibirnya.
"Oh, tentu saja Nona,Ruyika. Saya akan segera kembali dalam waktu singkat." Vena, memutar tubuhnya dan segera melangkah, menjauhi ruangan kamar,Ruyika.
Ruyika, selama beberapa bulan ini juga sering keluar dari kediaman tanpa sepengetahuan kedua orang tuanya. Sebenarnya ia tidak ingin seperti ini, tetapi setelah ia memikirkan banyak hal dimasa depan,ia, lebih memilih mengikuti langkah adiknya demi hidupnya yang tidak akan semulus ciptaan tukang semir.
Selain,ia,candu dengan keadaan luar kediaman saat malam hari. Ruyika,juga bisa melatih diri saat bertemu dengan para Bandit.
Semua kelemah lembutan gadis itu, menjadi sebuah Boomerang seindah untuk mengelabuhi musuhnya.
Tidak lama menunggu, Vena,masuk dengan beberapa bungkus makanan,tidak ingin membuat Nonanya menunggu lama,Vena, langsung memberikan bingkisan itu pada Ruyika.
"Hanya ada ini yang lebih cepat mengemasnya, Nona." Ucapnya dengan sedikit membungkuk.
Ruyika, tersenyum senang."Tidak apa-apa Vena,ini sudah lebih dari cukup." terdiam sejenak, "Vena? Tolong katakan bahwa aku sedang mencari udara segar,jika Adik pertama datang!" Ruyika, segera beranjak dari duduknya,dan melompat keluar dari jendela kamarnya.
•••
Jalanan sepi,dingin akibat embun malam. Seorang gadis bergaun Hitam dengan cadar tipis menutupi sebagian wajahnya,berjalan dengan santai membelah pekatnya malam.
Matanya bergerak lincah, mewaspadai sekitarnya. Di ujung sana adalah sebuah tempat tinggal anak-anak tanpa orang tuanya. Mereka,adalah orang pindahan dari wilayah yang berbeda-beda. Di wilayah ini Dia merasa lebih nyaman untuk tinggal sebagai para yatim piatu.
Ruyika, tersenyum saat seseorang menatap kehadirannya dengan bahagia. Ia, melangkah cepat dan menghampiri sebuah bangunan tua yang kini sudah menjadi sebuah bangunan yang kokoh,dengan beberapa ruangan tidur untuk mereka. Semua itu berkat pertolongan Ruyika dengan membagi sedikit uangnya.
"Selamat malam,Nona Ruyika." Sapa mereka serentak.
"Hem,malam. Ayo makan?!"
Ruyika,menaruh sekantong besar makanan berupa roti olahan pengganti nasi,dan juga roti-roti biasa yang isiannya hanya selai dari bermacam jenis buah-buahan.
Semuanya sangat antusias, mereka mengambil bagian masing-masing tanpa adanya keributan. Mereka semua sudah seperti saudara,dan di bangunan tersebut juga ada dua pelayan wanita yang di bayar oleh Ruyika, mereka menjadi pelayan sekaligus Ibu sambung anak-anak itu.
Ruyika, tidak bisa meluncur senyumannya melihat pemandangan seperti ini. Ia, benar-benar merasa bangga dan berterima kasih kepada Raeba dan Raega. Karena paksaan keduanya, Ruyika, bisa merasakan menjadi seorang yang lebih berguna bagi banyak orang.