“Kamu harus bertanggungjawab atas semua kelakuan kamu yang telah menghilangkan nyawa istriku. Kita akan menikah, tapi bukan menjadi suami istri yang sesungguhnya! Aku akan menikahimu sekedar menjadi ibu sambung Ezra, hanya itu saja! Dan jangan berharap aku mencintai kamu atau menganggap kamu sebagai istriku sepenuhnya!” sentak Fathi, tatapannya menghunus tajam hingga mampu merasuki relung hati Jihan.
Jihan sama sekali tidak menginginkan pernikahan yang seperti ini, impiannya menikah karena saling mencintai dan mengasihi, dan saling ingin memiliki serta memiliki mimpi yang sama untuk membangun mahligai rumah tangga yang SAMAWA.
“Om sangat jahat! Selalu saja tidak menerima takdir atas kematian Kak Embun, dan hanya karena saat itu Kak Embun ingin menjemputku lalu aku yang disalahkan! Aku juga kehilangan Kak Embun sebagai Kakak, bukan Om saja yang kehilangan Kak Embun seorang!” jawab Jihan dengan rasa yang amat menyesakkan di hatinya, ingin rasanya menangis tapi air matanya sudah habis.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy Ghina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bertengkar kembali
Jihan terlihat santai di dalam toilet, menuntaskan buang hajatnya, setelah itu dia merapikan pakaiannya, begitu pula dengan wajahnya, setelah melihat wajahnya agak sedikit pucat di pantulan cerminnya gadis itu kembali memoleskan liptint di bibirnya biar jadi terlihat segar.
“Nah sekarang jadi gak pucat lagi,” gumamnya sendiri. Di rasa sudah terlihat rapi penampilannya, barulah Jihan keluar dari toilet.
Namun, apa yang terjadi ...
“Akh!” pekik Jihan saking terkejutnya, tangannya sudah dicengkeram dan ditarik kencang oleh Fathi yang sejak tadi menunggunya di depan toilet wanita.
Tubuh gadis itu terhuyung-huyung bagai kapal sedang terkena ombak tinggi, langkah kakinya bergerak paksa mengikuti langkah besar pria itu yang membawanya secara paksa keluar dari resto.
“Om Dokter!” seru Jihan tak suka dirinya dipaksa mengikuti langkah pria itu yang semakin mendekati mobil milik Fathi, dan memaksakan tubuhnya untuk masuk ke dalam mobilnya. Mau teriak kencang, namun mengingat banyak pengunjung restoran membuat Jihan mengurungkan niatnya.
“Apa-apaan ini Om!” seru Jihan saat tubuhnya sudah masuk ke dalam mobil, lalu pria itu bergegas memutari mobilnya kemudian duduk dibalik kemudinya.
Jihan tidak tinggal diam begitu saja, gadis itu pun bergerak keluar dari mobil suaminya, tapi sayangnya mobil sudah dikunci otomatis oleh Fathi, dan Jihan tidak bisa membuka pintu mobil. Salah satu tangan Jihan pun kembali dicekal oleh suaminya.
Gadis itu pun menolehkan wajahnya ke suaminya. “Buka pintunya sekarang juga Om Dokter!” pinta Jihan dengan wajahnya yang tidak ramah. Kedua bahu pria itu tampak naik turun, deru napasnya beratnya sangat terlihat, lalu dia menarik tangan Jihan dan membuat tubuh gadis itu tersentak hampir saja mengenai tubuh pria itu.
Pria itu menyeringai tipis, tatapannya sedikit sinis. “Jadi begini kelakuan kamu di luar rumah, pergi tidak berpamitan denganku dan ternyata dengan mataku sendiri aku melihatmu sibuk bertemu dengan pacarmu! Pantas saja aku menelepon tidak diterima. Apakah kamu lupa jika punya tugas untuk menjaga Ezra di rumah!” sarkas Fathi.
Jihan agak mencebik. “Terima kasih sudah mengingatkan tugas Jihan Om Dokter, tapi Jihan mau bertemu dengan siapa pun bukan urusan Om Dokter, sesuai dengan surat perjanjian yang Om buat sendiri jika kita tidak saling mencampuri urusan pribadi masing-masing! Jadi jangan menegur jika Jihan bertemu dengan teman atau kekasih Jihan. Begitu juga Jihan tidak akan menegur Om Dokter pergi dengan siapa atau makan siang dengan wanita mana pun,” pungkas Jihan. Setelah berbicara dia menolehkan wajahnya ke arah pintu mobil, dan tangannya berusaha membuka pintu mobil. Tapi tangannya kembali ditarik oleh Jihan, dengan sekuat tenaga gadis itu berusaha melepaskan cekalan suaminya, namun justru semakin erat cekalannya.
“Pintar sekali kamu menjawabnya!” Pria itu mengerutak giginya, geram pada istrinya barunya itu.
“Ya, terkadang Jihan pintar kok, tidak bodoh-bodoh banget. Tidak seperti orang yang gak tahu sedang kena angin apa pakai menatap sinis dan berkata tinggi, sudah tahu dia sendiri yang bikin peraturan dia sendiri yang menegur dan terlihat tidak suka! Apa orang tersebut bisa dikatakan sebagai orang bodoh? Padahal dia Dokter loh Om, biasanya orang yang bisa jadi Dokter itu pasti memiliki IQ tinggi'kan bukan IQ jongkok!” sindir Jihan agak menohok buat Fathi.
Pria dewasa itu mengeram. “Kamu sedang menyindirku ... hem!”
“Tidak ada menyindir Om Dokter kok, tapi kalau merasa tersindir syukurlah,” jawab Jihan santai, lalu memutar malas kedua bola mata indahnya.
Pria itu berdecak kesal dan semakin erat mencengkeram lengan Jihan. “Lepaskan tangan Jihan dan buka kunci pintu mobilnya Om, teman-teman Jihan pasti sudah menunggu, dan juga Mbak Kinan pasti mencari Om Dokter, kalau masih ingin bertengkar sebaiknya kita lanjut di rumah saja, tidak perlu di sini,” pinta Jihan.
“Pintar sekali kamu menyuruh aku! Kamu itu anak baru gede tidak perlu memerintah atau menyuruhku! Bagaimana kalau aku tidak akan pernah melepaskan tanganmu ... hem!” sentak Fathi.
“Akh ...!” Jihan meringis kesakitan, tubuhnya akhirnya membentur tubuh suaminya, apalagi salah satu tangan Fathi menahan punggungnya, entah maksudnya apa.
Gadis itu lantas menegakkan pandangan, menatap tajam pada suaminya. “Jihan gak menyuruh atau memerintah Om Dokter, tapi hanya mengeluarkan apa yang ada di otak Jihan saat ini, kalau gak setuju ya sudah, gak usah sewot dong!” jawab Jihan sembari menarik nafasnya dalam-dalam, untung dia sudah mengisi perutnya sampai kenyang biar bisa menghadapi suami galaknya itu.
“Kamu minta dibukakan pintu untuk bertemu dengan pria itu'kan! Katakan saja!” seru Fathi dengan rahangnya yang mengeras.
“Akh!” pekik Jihan, punggungnya disentak oleh Fathi, hidung mancung mereka sempat saja saling membentur, dengan sigap gadis itu menjaga jarak wajahnya dengan wajah Fathi, jangan sampai bibirnya dan bibir Fathi saling menyapa walau tak sengaja.
“Kalau iya memangnya kenapa? Bukan urusan Om Dokter'kan! Lalu buat apa juga Om Dokter menahan Jihan di sini! Bukankah bisa kita lanjutkan di rumah saja, dan tolong jangan merusak suasana hati Jihan, Jihan juga butuh menjaga kewarasan dalam kehidupan ini! Lepaskan Jihan!” sentak Jihan.
“Ck ... kamu bilang menjaga kewarasan!”
Jihan sedikit mendongakkan wajahnya. “Ya, Jihan harus menjaga kewarasan sampai akhirnya perceraian kita tiba!”
“Oh ... semakin pintar ternyata kamu! Kamu minta bercerai karena ingin lebih dekat dengan pria di dalam sana itu bukan! Jangan harap kamu bisa bercerai dariku, tidak akan aku bicarakan kamu bahagia dengan pria mana pun!” seru Fathi, tersenyum jahat.
"Dasar pria egois!" umpat Jihan.
Sudah habis kesabaran Jihan kali ini menghadapi suami yang tak menganggap dirinya sebagai istrinya, terpaksa Jihan mendekati wajahnya ke wajah Fathi, lalu agak menelengkan kepalanya.
“AKH ... JIHAN!” pekik Fathi terkesiap, netranya membulat, cekalan lengannya terlepas dan Jihan bergegas sigap membuka kunci otomatis mobil Fathi, dan tanpa hitungan menit gadis itu keluar dari mobil Fathi. Sementara pria itu tak bisa berbuat apa-apa, tubuhnya mendadak berdesir saat menerima kecupan di lehernya sekaligus gigitan ala vampir yang membuat dia sangat terkejut. Tangannya pun terulur menyentuh bekas gigitan Jihan dan wajahnya pias begitu saja.
Bersambung ... ✍🏻