Untuk membalaskan dendam Hansel memilih Aileen menjadi istri.
Dan Aileen yang tidak tahu apa-apa menganggap Hansel sebagai dewa penolongnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lunoxs, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BOC BAB 21 - Paman Marah?
Tak berselang lama setelah Hansel menunggu akhirnya Aileen datang juga. Seperti biasa gadis itu duduk di hadapan Hansel, menciptakan jarak yang membuatnya cukup nyaman untuk makan bersama.
"Hari ini adikku akan datang ke apartemen ini, namanya Havana," ucap Hansel, mulai bicara disela-sela makan pagi mereka.
Aileen yang mendengar itu langsung saja menghentikan mulutnya untuk mengunyah, tiba-tiba merasa takut pada adik Hansel yang belum pernah dia temui.
Bagaimana jika Havana adalah orang jahat?
Bagaimana jika keberadaannya di apartemen ini tidak disukai oleh Havana?
Dan masih banyak lagi bagaimana di dalam benak Aileen. Membuat wajahnya pun terlihat cemas.
"Tidak perlu takut, dia gadis yang baik sama seperti diri mu."
"Paman tidak disini saat dia datang?"
"Tidak, Havana datang sekitar jam 10 pagi. Aku di kantor sampai sore."
Wajah Aileen semakin murung, rasanya saat bertemu dengan orang baru dia ingin ada Hansel yang mendampingi.
"Apa kamu punya ponsel?"
Aileen mengangguk.
"Mana?"
"Di kamar."
"Berapa nomor ponselnya?"
Aileen menyebutkan angka-angka nomor ponselnya dan Hansel mencatat, kemudian langsung menghubungi hingga terhubung pada ponsel di dalam kamar Aileen.
"Nanti simpan nomor ku."
"Baik paman."
"Kalau ada apa-apa segera beri tahu aku."
"Baik."
"Aku mengirimkan mu nomor Denis dan Siska juga. Jika tidak bisa menghubungi aku, hubungi mereka."
"Baik Paman."
"Makan lah dengan semangat, jangan menunjukan wajah murung seperti itu."
"Iya."
Selesai sarapan mereka masih duduk disana. Dan lagi-lagi Hansel lebih dulu buka suara.
"Hari ini pikirkan kamu mau melanjutkan sekolah dimana. Pilih Universitas dan jurusan yang kamu mau. Nanti Denis akan membantu mu untuk pendaftaran," terang Hansel.
Membuat kedua mata Aileen akhirnya berbinar juga, merasa sangat bahagia.
Dia kira keinginan untuk kuliah hanya lah mimpi semata.
"Apa paman akan membiayai kuliah ku?"
Hansel mengangguk.
Sementara Aileen kedua matanya jadi berkaca-kaca, Hansel terlalu banyak menolongnya dan dia tak tau bagaimana caranya membalas semua kebaikan ini.
"Belajar lah yang rajin, nanti kamu akan jadi pemimpin di Clarke Super Mall."
Aileen tak mampu berkata-kata, kini tumpah sudah air matanya.
"Terima kasih Paman, aku tidak tahu bagaimana caranya membalas semua baikan Paman," jawab Aileen dengan sesenggukan. Berulang kali kedua tangan kecilnya pun menghapus air mata itu sendiri.
Sedangkan Hansel tidak menjawab i apapun, tentang bagaimana caranya Aileen membalas entah kenapa kini jadi dia pikirkan.
Yang awalnya ingin membantu saja kini jadi pamrih, tiba-tiba menginginkan pula sebuah imbalan.
"Kamu ingin membalasnya?"
Aileen mengangguk dengan antusias.
"Nanti jadi lah istri ku yang penurut."
"Baik Paman," jawab Aileen patuh tanpa pikir panjang, apapun yang di katakan Hansel akan dia turuti dengan sepenuh hati.
Saat Hansel pergi, Aileen mengantar hingga ke depan pintu apartemen.
"Tidak usah pergi kemanapun, tetaplah berada disini."
"Iya."
"Jangan takut pada Havana."
"Iya."
"Aku pergi."
"Baik Paman."
Aileen terus memperhatikan punggung pria itu, hingga akhirnya hilang masuk ke dalam pintu lift.
Buru-buru Aileen masuk dan berlari ke dalam kamarnya. Memeriksa ponsel dan melihat satu panggilan tak terjawab.
Tahu jika itu adalah nomor Hansel dia dengan segera menyimpannya di kontak.
Disimpan atas nama Paman Hansel.
Kemudian memeriksa pesan dan melihat 2 pesan dari Hansel pula, nomor Denis dan juga Siska.
Masih mengetik nama Denis tiba-tiba ponselnya berdering.
Dia cukup terkejut saat melihat nama Paman Hansel memanggil, buru-buru dia angkat.
"Ponsel mu itu keluaran tahun berapa? kenapa tidak ada satupun layanan chat yang terhubung melalui nomor ponsel mu?" tanya Hansel, dia sudah berada di basement apartemen.
Dan ditanya seperti itu Aileen mencebik, ponsel Aileen hanya bisa dipakai untuk telepon dan pesan. Bahkan kamera nya pun tidak ada.
"Buang saja ponsel mu, nanti Havana akan membawakan mu yang baru."
"Paman Marah?" tanya Aileen karena mendengar suara Hansel yang lebih tinggi.
"Tidak."
"Kenapa nada bicaranya tinggi sekali."
"Tidak Aileen, ganti saja ponsel mu dengan yang baru, ya?" suara Hansel kembali normal, dia hilangkan kekesalannya tadi.
Sebenarnya dia bukan kesal pada Aileen, namun pada Helda yang tidak sedikit pun memberikan fasilitas pada Aileen.
Dan mendengar suara Hansel yang kembali teduh senyum Aileen pun kembali muncul.
"Baik paman."
"Hem, aku matikan telepon ya."
"Iya."
Tut!