Dua orang Kakak beradik dari keluarga konglomerat dengan sifat yang berbeda, sama-sama jatuh cinta pada seorang wanita.
Satria yang diam-diam telah menjalin cinta dengan Aurora terpaksa menelan kenyataan pahit saat mengetahui wanita yang dinikahi Kakaknya Saga adalah kekasih hatinya, Aurora.
Satria yang salah paham pada Aurora, jadi sakit hati dan frustasi. Cintanya pada Aurora berubah menjadi dendam dan kebencian.
Satria melakukan banyak hal untuk merusak rumah tangga kakak dan mantan kekasihnya itu.
Hingga akhirnya, Saga meninggal karna penyakit kelainan jantung yang ia derita dari kecil.
Satria malah menuduh, Aurora lah peyebab kematian sang Kakak.
Rasa benci yang mendalam, membuat Satria terus menerus menyiksa batin Aurora.
Apakah Aurora sanggup bertahan dengan ujaran kebencian Satria? Sementara Aurora masih sangat mencintai Satria.
Jangan lupa mampir ke karya author yang lain ya, 🤗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Afriyeni Official, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MENANTU ATAU PEMBANTU
Suasana hening masih tercipta diantara Saga dan Aurora. Tak ada satu pun kalimat yang meluncur dari bibir Aurora ketika Saga memintanya untuk melupakan Satria dan menerima Saga sebagai suaminya yang seutuhnya.
Aurora masih tertunduk diam, tatkala Saga yang mulai pulih mendekap Aurora tiba-tiba.
"Aku takkan menceraikan mu, walau mama dan papa memaksaku. Kau akan tetap jadi milikku selamanya Aurora." ucap Saga setengah berbisik ditelinga Aurora.
Perempuan cantik yang belum sebulan menjadi istri Saga itu pun menggeliat risih karena di peluk suami yang tak pernah ia cintai itu.
"Kenapa? Apa kau tak suka aku menyentuhmu?" Saga menyunggingkan senyuman getir saat reaksi Aurora membuat hatinya terluka.
"A-aku, aku hanya kaget kau memelukku tiba-tiba," Sebuah alasan bohong terucapkan dari bibir Aurora.
Saga memiringkan bibirnya sinis. Dia tahu Aurora berkata bohong demi menutupi sikapnya yang sudah jelas tidak suka karena dipeluk olehnya.
Namun, Saga tak peduli apapun yang dirasakan Aurora padanya. Saga yakin, Aurora lambat laun akan melupakan Satria dan berpaling padanya. Bukankah semua perempuan sama, mereka takkan berdaya jika telah menikah dan mempunyai seorang anak. Salah satu jalan untuk mendapatkan Aurora seutuhnya, Saga harus memberi Aurora seorang anak.
Pelukan Saga makin erat membuat Aurora jadi was-was. Apalagi saat Saga menciumi tengkuknya dengan sedikit liar.
"Layani aku, jadikan aku raja malam ini. Jika tidak, aku akan buat laporan ke kantor polisi bahwa kau dan Satria berselingkuh di belakangku. Penjara tidak baik untukmu sayang," bisik Saga lagi dengan nada pelan penuh ancaman.
Aurora menggigil mendengar permintaan Saga. Tubuhnya gemetar hebat dan tak berkutik saat Saga mulai menyentuh setiap jengkal tubuhnya.
Dia tak bisa menolak keinginan Saga. Ancaman Saga cukup membuat Aurora tak berdaya.
Perlahan, penuh keterpaksaan, Aurora yang lembut dan gampang ditindas itu hanya pasrah mengikuti keinginan Saga. Tak ada satupun manusia yang bisa membantunya lepas dari jeratan Saga. Aurora cuma bisa menyimpan tangis dan kepedihan hatinya didalam dada.
Saga, si pendiam yang jarang bicara kasar itu adalah pria yang berhati kejam. Dia pasti akan membuktikan ancamannya jika Aurora menolak permintaannya itu.
Malam itu, adalah malam yang sekali lagi menyisakan kepedihan dihati Aurora. Melayani suami yang tak ia cintai terasa sangat menyiksa hati. Semalaman Aurora tak bisa tidur, meratapi buruk nasibnya. Sedangkan Saga, dia langsung terlelap setelah puas mendapatkan apa yang ia inginkan dari Aurora.
Detik demi detik waktu terus bergulir hingga menjelang siang hari.
Aurora yang terlambat bangun, kembali disemprot oleh Nilam yang tak sengaja bertemu dengannya saat ia menuju dapur.
"Enak banget kamu ya, jam segini baru bangun. Apa kamu gak sadar juga? Kamu itu cuma menantu tak berguna! Tahu diri dong," Maki Nilam menghardik Aurora yang baru saja hendak membuat segelas teh panas untuk suaminya Saga.
Suara Nilam yang cukup jelas menghardiknya membuat Aurora kaget setengah mati dan tanpa sengaja, menumpahkan teh yang panas dari dalam cangkir hingga mengenai tangannya.
"Aww..., huffh..., phuah..., phuah...," Aurora menjerit menahan perih tangannya yang terasa terbakar terkena tumpahan teh panas. Dia meniup tangannya berulangkali dengan air mata yang mulai bergenang di pelupuk matanya.
"Dasar perempuan ceroboh! Bikin teh saja tidak bisa! Rapikan lagi itu teh yang tumpah! Lantainya jadi kotor! Mbok Tina udah cape bersih-bersih dari subuh, tau! Huh!" Tanpa rasa peduli dan prihatin sedikitpun, Nilam justru makin mengomeli Aurora.
Nilam langsung melengos pergi meninggalkan Aurora yang masih meniup tangannya yang jadi kemerah-merahan bekas terkena teh panas, tanpa mempedulikan menantunya itu sama sekali. Tubuhnya segera menghilang berganti kehadiran Mbok Tina yang baru muncul dan menatap lantai dapur yang kotor dengan perasaan kesal.
"Nyonya! Nyonya muda mau ngapain? Kalau bersihkan lantainya yang bener dong! Tehnya kan pake gula, kalo gak bersih ngelap nya bisa mengundang semut loh..., Ah, si Nyonya selalu bikin aku repot saja," ucap Mbok Tina bicara sengit diiringi tingkahnya yang tak menghargai Aurora sama sekali.
"Maaf mbok, aku tak sengaja. Iya, ini aku bersihkan dengan air sampai bersih." sahut Aurora seraya bergegas membersihkan tumpahan teh yang berserakan di lantai dengan kain pel.
"Sekalian, kalo ada piring kotor bantu mbok juga. Mbok disini cuma kerja sendirian, harusnya nyonya bantu mbok juga ngerjain yang lain. Kasihan sama si mbok dong, kerja seharian ngurus ini itu sendirian aja." Ucap mbok Tina lagi menggerutu kesal seolah dia yang punya rumah.
Aurora hanya diam mendengar kalimat Mbok Tina yang sebenarnya sudah biasa ia dengar semenjak dia menjadi menantu dirumah itu. Tanpa melawan ataupun membantah ucapan mbok Tina, Aurora membersihkan lantai dapur itu dengan bersih.
Semua kejadian itu ternyata dilihat Nilam dari suatu tempat tersembunyi. Dia hanya tersenyum sinis melihat Aurora diperlakukan Mbok Tina seperti pembantu.
"*Rasain kamu perempuan murahan! Anggap saja itu hukuman dariku karena kau menghancurkan rumah tanggaku. Aku akan buat kau tak betah tinggal disini dan pergi tak kembali lagi untuk selamanya. Takkan kubiarkan satupun anakku menjadi milikmu. Selamat menderita, perempuan jal*ng*!" Kata Nilam dalam hatinya merasa senang melihat perlakuan mbok Tina pada Aurora.
"Mama, mama ngapain disini?" mendadak suara bass milik Saga terdengar dari balik punggung Nilam.
Nilam sangat terkejut dan berbalik menatap Saga yang ternyata tengah menatapnya juga dengan tatapan penuh selidik.
"Oh..., itu. Mama mau ke dapur. Tapi ada Aurora disana. Mama gak enak ketemu Aurora. Takutnya dia masih kesal sama mama gara-gara kejadian kemarin. Makanya mama ngintip dia dari sini nungguin dia keluar dulu dari dapur." jawab Nilam berbohong menutupi hal yang sebenarnya dari Saga.
Saga mengerutkan dahinya sekilas. Jawaban mamanya cukup janggal ia rasakan dalam hati. Tanpa mengacuhkan mamanya, Saga meninggalkan mamanya menuju dapur.
Kehadiran nya diketahui mbok Tina yang langsung berubah sikap saat melihat kedatangan Saga.
"Nyonya, gak usah repot-repot, biar aku yang bereskan. Nyonya muda duduk saja, biar saya bikinkan teh lagi untuk nyonya, oke...," ucap mbok Tina merampas gagang kain pel dari tangan Aurora dengan cepat.
Aurora spontan terkejut dan jadi heran melihat perubahan sikap mbok Tina. Dia baru menyadari adanya sosok seorang pria yang tak lain suaminya Saga hadir didalam ruangan dapur itu.
"Pantas saja dia berubah." pikir Aurora dalam hati.
"Apa yang kau lakukan Aurora? Aku sudah menunggu lama teh yang ku pinta sejak tadi. Aku hampir terlambat berangkat ke kantor." tanya Saga sempat heran melihat mbok Tina merebut sapu pel dari tangan Aurora.
"Maaf, aku ceroboh. Tehnya barusan tumpah, Kak Saga tunggu lah sebentar. Aku akan bikin kan lagi." Aurora menunduk dalam, sembari menyembunyikan tangannya yang melepuh karena tumpahan teh panas dari penglihatan Saga.
Saga mendengus kesal. Tanpa mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi, ia ikut sebal melihat Aurora yang tidak becus menjadi istri.
"Gak usah, aku sudah keburu telat." ucap Saga jengkel mengibaskan tangannya dan berbalik pergi meninggalkan dapur.
Sikap Saga yang tampak dongkol membuat Aurora menelan air ludahnya kelu. Entah sampai kapan Saga menyadari, jika dirumah itu ia tak berharga sama sekali. Aurora tak dianggap seperti menantu, justru sering kali diperlakukan seperti pembantu.
"Mama, andai mama masih hidup, apakah Aurora akan menderita seperti ini?" batin Aurora menangis, ia ingin berteriak menumpahkan kesedihan hatinya, tapi tak bisa.
.
.
.
BERSAMBUNG
suami kasar, si emak kasar juga