Kejadian pilu pun tak terduga menimpa Bjorn, para polisi menuduh dia sebagai kaki tangan seorang kriminal dan akhirnya ditembak mati secara tragis.
Bjorn yang tidak tahu alasannya mengapa dirinya harus mati pun terbangun dari kematiannya, tetapi ini bukanlah Akhirat.. Melainkan dunia Kayangan tempat berkumpulnya legenda-legenda mitologi dunia.
Walau sulit menerima kenyataan kalau dirinya telah mati dan berada di dunia yang berbeda, Bjorn mulai membiasakan hidup baru nya dirumah sederhana bersama orang-orang yang menerima nya dengan hangat. Mencoba melupakan masa lalunya sebagai seorang petarung.
Sampai saat desa yang ia tinggali, dibantai habis oleh tentara bezirah hitam misterius. Bjorn yang mengutuk tindakan tersebut menjadi menggila, dan memutuskan untuk berkelana memecahkan teka-teki dunia ini.
Perjalanan panjangnya pun dimulai ketika dia bertemu dengan orang-orang yang memiliki tujuan yang sama dengan dirinya.
(REVISI BERLANJUT)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yudha Lavera, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
18. Propaganda yang licik
Yver bertanya-tanya dengan kalimat yang dilontarkan pria bernama Theo ini, pria ini seperti sudah mengenal dekat Bjorn.
Taburan cahaya putih berkilau di cincinnya membentuk sebuah tombak, tombak itu adalah tombak Wushu, dihiasi kain berwarna merah di pergelangan bilah-nya, dan memiliki gagang yang lentur.
Yver terperangah setelah melihat jurus yang Theo lakukan. Sambil memutar tombak nya dengan lihai, Theo menancapkan mata tombaknya ke tanah "Penembakan yang dilakukan polisi konyol itu disiarkan dalam berita, mereka meminta maaf karena kesalahan yang mereka lakukan, tapi dua hari setelah itu mereka melakukan kesalahan yang sama. Menuduhku dengan beberapa peluru yang membolongi tubuhku"
Bjorn tak menyangka kalau kedatangan adiknya di tempat ini karena kebangkitan dari kematian juga "Terimakasih berita nya, tapi tujuanku kesini hanya untuk menjemput Neil"
Urat di dahi Theo berkedut, tombaknya dicabut dengan kesal "Kau benar-benar membuatku kesal, kak"
Bjorn menggulung kaus panjangnya "Mundurlah Yver" Tanpa menolehkan matanya.
Theo berlari kencang, mengayunkan tombak lenturnya pada Bjorn. Mata tombak itu melesat tajam mengarah dada kakaknya.
Bjorn membelokan bilah tajam tombak itu dengan kedua tangannya, disaat bersamaan Theo menyepak-kan kaki ke perut lawannya. Tendangan keras itu bersih mengenai perut.
Bjorn memegangi perutnya yang kesakitan, mendecakkan lidah dengan senyum kesal, "Kau sangat ahli melakukan beladiri campuran, tapi bukan berarti beladiri selalu tangan kosong. Setelah kita berpisah, aku memutuskan untuk menjadi lebih kuat dengan keahlian bersenjata-ku" Ucap Theo
Yver berdecak kagum, gerakan fleksibel Theo entah dia pelajari darimana, tangannya yang mengepal gugup memegangi gagang pedangnya. Berharap bisa bertarung dengan seorang ahli senjata seperti Theo.
Bjorn mulai serius dengan lawannya, meski itu adiknya sendiri. Sekarang bukanlah saat untuk menahan diri, dia mengakui kalau adiknya sudah memiliki kapasitas bertarung yang setara dengannya. Lupakanlah masa lalu, kedatangan Bjorn kesini untuk menjemput Neil.
Bjorn menggertakan gigi, menarik napasnya dalam-dalam melalui hidungnya, dan menghembuskannya secara perlahan dari sela-sela gigi, disamping itu. Napas panjang yang keluar menampakkan senyum kecil dari ujung bibirnya.
Kuda-kuda lebarnya digerakkan, Bjorn menyeru seraya kepalan tinjunya meninju pijakan kaki dengan kuat, sampai menggetarkan tapakan kaki disekitarnya. Guncangan itu merusak fokus Theo dan menjatuhkan senjatanya dari genggamannya.
Telat ia sadari, bersamaan dengan tombaknya yang jatuh, Bjorn tiba-tiba sudah berada didepan mata-nya, sebuah tinju Uppercut menyambar dagu Theo, sampai membuat dirinya terhempas mengudara.
Sigapnya Theo langsung mengangkat sebelah tangan melindungi pinggir kepalanya dengan tulang pergelangan tangan, Bjorn Menyambar tendangan kebelakang dengan tumit mengenai telinga adiknya.
Tendangan itu mengakibatkan gangguan pendengaran Theo sampai telinganya mengeluarkan suara bising yang pengang. Jika saja Theo telat melindungi telinganya pasti dia sudah tuli.
Tubuhnya terdorong mundur beberapa meter dari kakaknya, Theo menggelengkan kepala dengan tatapan tak percaya. Kekuatan pukulan Bjorn sudah seperti monster, ia semakin bersemangat setelah menyadari kalau tak ada sela untuk menahan diri.
Telapak Theo diangkat menutupi wajahnya, cincin permata yang berkilauan dijari manisnya, perlahan mengeluarkan serpihan putih yang halus sampai membuat sebuah tombak trisula "Mungkin pemanasan tadi terlalu panas, dan sepertinya hati-ku pun ikut memanas.. Mendidih rasanya" Ucapnya menyeringai menikmati pertarungan yang mematikan ini.
Tombak Trisula itu ia lempar sekuat tenaga mengarah wajah Bjorn. Tak sulit untuk menangkis lemparan itu.. Tapi lemparan itu hanyalah sebuah pengalihan, ketika mata Bjorn teralihkan untuk membelokan mata tajam tombak itu, dengan trik yang sama, adiknya sudah didepan matanya, membungkuk sambil memegang Gada berduri besi.
Detik-detik ini mustahil mengubah kuda-kuda nya untuk menahan serangan Theo, kedua tangannya yang siap menyambut lemparan tombak itu takkan sempat untuk menangkis serangan susulan yang mendadak ini secara bersamaan, Theo mencengkram senjata nya dengan erat, berat dan kokoh senjata itu sekuat tenaga ia hantamkan ke tubuh kakaknya.
Bjorn terlempar jauh, tubuhnya menabrak Yver yang ada dibelakangnya dan terus terlempar sampai melubangi tembok dinding koloseum dan terhempas kedalam semak hutan.
Sulpha dan Amoria yang baru sampai di depan Kekaisaran, kebingungan dengan dua orang yang terlempar keras keluar dari dalam bangungan barusan "Sulpha, dua orang itu siapa" Ucap Amoria menatap penasaran lubang di dinding.
"Lewat sini" Ucap Sulpha memasuki lorong gelap "Jawab pertanyaanku sialan!"
"Abaikan saja.. sebisa mungkin jangan mencolok, mungkin Bjorn dan Yver sedang menyelinap dan mengamati musuh" Balas Sulpha sambil beberapa kali melerai diri dari sarang laba-laba di sekitar lorong.
"Aku takut kalau harus berhadapan dengan musuh yang menyeramkan" Amoria memegangi jantungnya yang berdebar. Pantulan cahaya dari pintu keluar semakin terang. Amoria dan Sulpha tiba di dalam Koloseum.. Tepatnya.. Di dalam arena bar-bar.
"BUNUH BUNUH BUNUH"
Di hadapan mereka berdua ada seorang pria yang berdiri dengan sekujur tubuh berkeringat dan sesekali mengatur napasnya yang terengah. Amoria menyubit kecil lengan Sulpha "Tunggu dulu, Sulpha. Kalau aku mati disini, tolong makam-kan aku di pantai selatan, jangan lupa untuk meletakan beberapa ikan segar dan hiasan bunga yang ind--"
"Hei! jangan langsung pesimis" Sahut Sulpha.
Genggaman Theo pada gada sedikit ia longgarkan, mengeluarkan senyum intimidasi.
Sulpha langsung mengangkat busurnya dan mengambil anak panahnya "Amoria, bersiaga lah. Kita tak tahu siapa orang ini, yang pasti, dia bukan orang sembarangan"
Tembok yang sebelumnya berlubang terkena hempasan tubuh Bjorn dan Yver, mengeluarkan dentuman keras dari luar, membuat retakan dan lubang yang lebih besar, menyapu debu masuk dan terjatuh beberapa serpihan batu dinding, Theo melempar pandang ketempat bising itu.
Seorang pria bertubuh kekar mengangkat tinggi kapak kecil di tangannya "AKU DATANG.. "
"..NEIL!"
Januza memasuki Koloseum dari runtuhan dinding yang mereka lubangi bersama regu Silver Judge.
"...."
Yver tersangkut diatas ranting pohon yang mengusutkan kain celananya, sedangkan Bjorn bergelatak merenung diatas tanah "Bjorn, kau baik-baik saja?" Tanya Yver sambil melerai beberapa ranting kayu di kakinya.
"Uh, ya.. Kepala ku sedikit terbentur ke tanah" Jawab Bjorn berbaring memegangi kepala nya, mengelap segaris darah yang mengalir di dahinya dengan jari dan ditatapi-nya darah di jari itu.
"Hanya kepalamu? Jika saja itu aku, mungkin sudah ku-muntahkan isi perutku setelah menerima serangan tadi"
"Aku memang tidak sempat menangkis serangan maut itu, tapi aku sudah memfokuskan Chi sepenuhnya ke area perut"
"Chi? Apa itu?"
"Itu tenaga dalam. Jika aku mengumpulkan Chi di perut terlalu banyak tanpa terpukul, justru organ dalam perutku yang akan hancur lebih dulu" Bjorn berdiri dari tanah sambil mengibas debu di bajunya.
Kepala Bjorn terasa nyeri, mengingat wajah adiknya yang polos semasa kecil, membuat perasaanya campur aduk, emosinya tak stabil, memang tujuannya datang kemari untuk menjemput Neil, tapi dengan sesal ia memukul adiknya tanpa ragu tak bisa terelakkan, pertemuannya dengan adiknya tidak seharusnya seperti ini.
"Hei, Yver. Apa kau tahu siapa itu Bael?" Tanya Bjorn.
"Bael? Sepertinya aku baru mendengar nama itu" Jawab Yver sibuk melepaskan celananya yang tersangkut di ranting pohon.
"Terkadang tubuhku tanpa sadar seperti bergerak sendiri, dan disaat seperti itu juga terkadang telinga-ku dipenuhi bisikan nama asing itu"
Bjorn kembali menuju Koloseum sambil memegangi dahi-nya dengan sebelah tangan dan berjalan bertatih-tatih "Kalau begitu biar ku cari tahu sendiri"
"Hmm- begitu-lah" Akhirnya ranting yang menyangkut di kaki Yver terlepas "Bael..?" Bukankah itu nama dari- Yver terkejut setelah mendapati ada seseorang yang terikat diatas pohon tempat ia tersangkut, seorang gadis yang terlilit tali kencang dan mulutnya ditutupi kain. Gadis ini seperti mencoba berteriak dibalik kain yang tersumpal dimulutnya. Ini.. Hei! ini kan Neil!
......................
"Penyusup! Semuanya! Turun dari kursi penonton kalian. Kekaisaran di serbu orang tak dikenal" Ucap Moku seorang Lizardman petinggi kaisar.
Seluruh penghuni kaisar Platas memenuhi arena yang sebelum-nya luas menjadi padat dan sesak. Januza tertawa semangat "Kalau cuma segini mana cukup untuk latihan senjata baru-ku" Januza menyelipkan kapak kecil milik Neil kedalam celananya "NOGALE!" Panggil Januza mengangkat telapak tangan melambai, Beruang besar itu memberi sebuah tos dan berubah menjadi tombak yang dihiasi bulu lebat di pangkal bilahnya.
Larson Ardrack menarik keluar gagang pedangnya dan mengangkat perisai baja yang kokoh, Januza dan Larson berdiri saling membelakangi "Hei orang hutan, sebaiknya kau tidak menghambat gerakanku" Ucap Larson "Hah? Simpan suara mu. Bangsawan, karena setelah pengepungan ini mulutmu akan tersedak golok tombak-ku" Mereka berdua kompak melancarkan beberapa jurus yang dahsyat meratakan musuh.
Amoria terpisah dari Sulpha karena keramaian, dia berdiri bersampingan dengan seseorang yang mengenakan zirah lengkap menutupi seluruh tubuhnya sampai wajahnya. Entah dia seorang pria atau wanita yang jelas ia mengangkat sebuah perisai baja dan palu gada berduri, orang misterius dengan zirah lengkap ini bernama Aleah Fredemor, mereka berdua saling melempar pandang hening tanpa suara, sampai akhirnya.. "Perasaanku mengatakan kalau aku sebaiknya berlindung dibalik badanmu" Ucap Amoria menelungkup berlindung dibalik gagahnya zirah Aleah.
Merasa kesulitan dengan jarak pertarungan, Sulpha beberapa kali mendecakkan lidah sambil memanah lawannya, ini begitu sulit untuk bertarung sambil menjaga jarak, seekor goblin tengik yang lolos, berlari mendekat mencoba menghunuskan pedangnya kepada Sulpha, sebelum sempat mengambil busurnya tiba-tiba goblin itu terkapar dengan tubuh yang berlubang. Sulpha melirik kesebelahnya, jelas goblin itu mati terkena tembakan, salah seorang dari Silver Judge menyahut setelah senapan nya terbidik "Tak perlu berterima kasih, aku tulus" Ucap Marten Varputin. "Cih, aku tidak berniat berterimakasih" Jawab Sulpha. Mereka berdua menghujani arena dengan busur dan peluru sihir.
Seorang pria gagah dengan brewok coklat menghempaskan sekawanan goblin hanya dengan satu ayunan kapak besarnya, berpenampilan beringas dan kasar, pria berdarah asli keturunan Viking itu bernama Odin Obumasy, menghajar banyak kawanan goblin tidak mengalihkan fokus Odin sampai sebuah bayangan dari langit menutupi nya, seorang gadis berambut pirang melompat diatas kerumunan "KUNDEA!" Sebuah kapak kecil menyambar ke genggaman gadis itu, lalu ia mendarat lincah sambil menebas Ogre tepat dihadapan Odin. Mata Viking itu berbinar semangat "Gadis kecil, tubuh dan kapakmu kecil, ayo kita hancurkan mereka semua" Ucap Odin "Hah? Ucapanmu tidak nyambung" Jawab Neil.
Sementara huru-hara koloseum, di dalam ruangan sepi kaisar, terlangkah telapak sepatu Theo menaiki anak tangga ditemani suara ricuh dari luar "Bukan hanya skil-mu, tetapi kekuatan mu boleh juga" Ucapan yang dilemparkan Bjorn dari belakang bawah tangga yang Theo naiki.
Mata Theo tercekat, dia menggigit bawah bibirnya "Mustahil bukan? Kalau kau bakalan mati hanya dengan serangan remeh begitu" Balas Theo sambil memutarkan badannya dan melipat helai rambut ke telinga.
"Kau ingin menemuiku hanya untuk memukul ku?" Tanya desak Theo.
"Tujuanku kesini tidak berubah, dan kau sudah tahu itu" Jawab Kakaknya.
"Kau.. Keterlaluan" Cincin Theo kembali bersinar terang, beberapa bintang kecil berwarna perak menyelimuti tangannya yang silau. Debu bersinar itu membentuk sebuah pedang Rapier, tidak memiliki asahan tajam di sudut kiri kanannya, hanya sebuah pedang kurus yang lancip layaknya jarum.
Kaki Theo bersikap kuda-kuda, tangan kirinya diangkat menjulur melingkari pinggir kepala nya, tangan kanannya mengacungkan pedang Rapier tersebut tanpa sedikitpun keraguan. Sikap siap ini mengeluarkan aura nostalgia ibu nya. Sungguh sangat mirip dengan Josie saat muda dulu.
Lutut Bjorn sedikit diangkat, menarik kepal tinjunya sejajar dengan perut dan sebelah tangannya lagi merentang kedepan dengan telapak sedikit terbuka, kuda-kuda ini adalah ciri khas ayahnya, yaitu campuran Muay Thai dengan Karate, bahkan raut wajah Bjorn saat ini sangat mirip dengan Hugo.
"Pastikan kau menghindar dengan benar, kak" Ucap kesal Theo sambil menggertakan giginya.
"....."
Theo melompat gagah menghunuskan pedangnya. Mata pedang yang lancip itu dihindari Bjorn sebisa mungkin, meliukan badanya menyamping dan membalas dengan lutut yang dihantamkan ke perut adik-nya, tangan kiri Theo menyambut lutut itu dengan tangkisan telapak tangan.
Sadar kaki lututnya tertangkap, Bjorn menarik tangan-nya melindungi telinga, dan benar saja. Hunusan pedang yang meleset itu dipaksa Theo memutarkan gagang-nya untuk memukul telinga Bjorn, serangan yang terbaca itu tertangkis.
Tanpa pikir panjang Bjorn melesatkan tinju-nya, dan kaki kiri Theo menyepak kencang bersamaan, pukulan kuat yang beradu itu terjadi.
Mustahil Theo bisa mengimbangi tinju kakak-nya, kaki kiri-nya terpaksa ia tendang untuk memperkecil dampak serangan yang akan ia terima, efek dari serangan itu menghempaskan tubuh Theo menabrak sebuah pilar bangunan di dalam ruangan kosong itu sampai membuat bekas retakan yang dalam.
"Tidak kah kau sadari sedikit saja?" Theo meringkuk bangun setelah terlempar "Kalau aku sangat menantikan kehadiran-mu.. Tetapi, kedatangan-mu kesini pun bukan untuk menemui ku" Sambung kesalnya berbicara lantang. Rambut nya berantakan menutupi sebagian wajah-nya, napas Theo semakin terpompa.
Ucapan yang terlontar itu menggetarkan hati Bjorn, pertarungan ini membuat-nya bertarung setengah hati, yang dihadapan-nya saat ini bukan orang asing yang dia temui di dunia yang aneh ini, Theo adalah adik kandung-nya, tapi sungguh membuat marah apabila Theo ada sangkut paut-nya dengan sekte naga air. Alasan Bjorn datang kesini untuk menjemput Neil, tapi yang dia temui malah adik-nya sendiri.
"Dimana kau sembunyikan gadis itu, Theo?" Tanya Bjorn.
"Masih saja memikirkan orang lain saat dihadapanku.." Pedangnya bercahaya kembali, cincin berkilau-nya mengeluarkan serbuk cahaya, kemudian cahaya-cahaya itu membungkus tangan Theo layaknya sarung tangan.
Tatapan Theo seperti orang yang tengah hilang kesadaran, dia berjalan mendekat seraya menyeret pedang-nya, "Tunggu, Theo. Kontrol dirimu, jika kau bersikeras, salah salah satu dari kita akan ada yang kehilangan nyawa" ucap Bjorn.
Adik-nya tetap berjalan mendekat seolah tak mendengar perkataan kakak-nya, bibir Theo tak bisa berhenti bergerak, dia terus-terusan merapal mantra dengan suara bisik, semakin ia mendekat semakin terdengar suara rapalan-nya.
Tangan Bjorn gemetar, muncul bercak samar kehitaman di lengan kanan-nya "Apa yang kau lakukan? Theo, hentikan!"
Ledakan kecil terlihat dari luar bangunan yang sedang ricuh. dinding kokoh itu berlubang mengeluarkan asap tipis.
Sambil bertarung, Neil melempar pandang-nya ke sebuah ledakan yang muncul di bangunan khusus itu "Hei, kak! Apa kau tahu di dalam bangunan itu sedang ada apa?" Tanya Neil pada Odin di sebelah-nya sambil melanjutkan pertarungan.
"Aku melihat sekilas, sepertinya Bjorn masuk kedalam bangunan itu" Balas Odin sambil mengayun kapak besar-nya.
Neil dengan lincah melompati setiap monster yang tengah sibuk menyerang dari segala arah. Sulpha menyadari Neil yang sedang melompat saat membidik musuh dengan panah-nya "Itu Neil?" lalu mata Elf itu merujuk pada arah Neil melompat, gadis kecil itu menuju kastil.
"AMORIA, NEIL SUDAH MUNCUL. DIA MENUJU GEDUNG KHUSUS" Sulpha asal berteriak, berharap Amoria mendengar-nya, dan bergegas berlari mengejar Neil "Hei, kau. Senapan sihir, tolong buka-kan aku jalan menuju gedung itu" Ucap Sulpha pada Marten tanpa menoleh "Baik. Kau tak perlu berterimakasih, lho" Sahut Marten dengan tembakan senapan-nya membuka ruang jalan yang sempit dan sesak itu.
Januza dan Larson sudah kelelahan, mereka kewalahan menghadapi monster sebanyak ini sekaligus, energi mereka terkuras habis "Pria bangsawan, apa kau punya strategi?" Tanya Januza yang lemas dehidrasi. "Tentu saja aku ada" Jawab Larson menjatuhkan tameng-nya.
Larson menarik satu pedang lagi dari sarung pedang yang tergantung di pinggang-nya "Kita terabas saja" kedua tangan-nya memegang pedang.
Januza yang sedikit terengah napas-nya, kembali tersenyum dan segar kembali "Strategi yang bagus" Semakin kuat ia mencengkram tombak-nya.
Amoria mendengar suara Sulpha yang memanggil dari kejauhan, di tengah huru-hara pertempuran, ia berlindung dibalik tubuh Aleah, Amoria menyentuhkan telapak tangan-nya di punggung zirah Aleah, mendinginkan darah-nya dengan sihir air "Aku tak bisa menggunakan sihir air jika tidak ada air, tapi dengan mendinginkan darah-mu, energi mu akan kembali pulih" Ucap Amoria.
"Tolong buka-kan aku jalan menuju bangunan khusus itu, aku harus mengejar teman-ku" Ucap Amoria yang tangan-nya masih menyentuh zirah Aleah, tanpa banyak basa-basi, Aleah mengangkat tameng-nya, dan merapalkan sihir suci.
"Aimblades" Lalu tiga pedang muncul dari cahaya berwarna kebiruan didepan tameng-nya, tiga pedang itu terbang mengambang dengan masing-masing gagang diatas, dan memiliki sayap kecil berwarna putih.
"Pergilah" Ucap Aleah "Baiklah.. Suaramu-- eh, tidak. Terimakasih" Balas Amoria bergegas pergi. Ketiga pedang terbang itu menyambit setiap monster yang ada di hadapan-nya dan membukakan jalan untuk Amoria.
Amoria berlari mendekati Sulpha yang sedang mengejar Neil "Apa yang Neil lakukan kesana" Tanya Amoria.
"Entah, yang jelas kastil itu tempat-nya bos mereka" Ucap Sulpha.
Mereka berdua semakin dekat dengan Neil "Neil berhenti, itu tempat Bos dari Kaisar ini" Ucap Sulpha yang berlari kian mendekat pada Neil.
Neil tidak menjawab-nya, sampai tangan-nya di gapai oleh Sulpha dan berhenti berlari "Dengarkan aku! Pergi kesana terlalu berbahaya" Ucap Sulpha menarik kasar tangan Neil.
Dengan wajah panik dan pucat, Neil kesulitan menjelaskan, ia membalas dengan perkataan yang terbata-bata, Amoria, Sulpha, dan Neil berhenti di depan tangga kastil.
"Paman Bjorn, paman Bjorn-- ada didalam sana" Ucap parau Neil memejam dengan sebelah tangan menunjuk ke-atas tangga yang menuju pintu masuk kastil.
Tiba-tiba kastil itu meledak kuat dengan kobaran api besar. Ledakan dahsyat itu meniupkan angin kencang, Sulpha menarik Neil dan mendekap-nya dari belakang kuat-kuat agar tak terpisah dengan-nya, Amoria menggandeng lengan Sulpha dengan kencang agar tak terhempas dari angin ledakan itu.
Saat menengadah melihat kastil bertingkat itu, dan memperhatikan api besar yang berkobar, mereka bertiga terkejut, terlihat Theo terlempar dari ledakan besar, dari bawah sini sudah jelas kalau Bjorn yang memporak-porandakan bangunan itu, dari ketinggian itu Bjorn seperti orang yang tak mereka kenali.
Bjorn berdiri di atas bangunan tinggi, baju nya terbakar hangus oleh api, celana nya masih utuh meski terlihat sedikit koyak, sebelah lengan-nya terlihat tatto asing seperti aksara kuno.
Theo terlempar jatuh kebawah tanah tak sadarkan diri, Sulpha menggigit giginya "Mustahil kita bisa menghentikan Bjorn, dia sudah seperti iblis"
"...."
Yver yang entah muncul dari mana, melompat mengudara menuju kobaran api itu, ia merapalkan mantra sebelum kaki-nya menapakkan lantai yang dipenuhi api yang menari "Hamyu Elenoir" Yver mendarat seraya menancapkan pedang-nya ke lantai, dua kepala harimau muncul keluar dari lantai dan menggigit kedua lengan Bjorn, membuat pergerakan-nya membeku, Pria yang kehilangan kesadaran-nya itu mencoba sekuat tenaga mencabut lengannya dari gigitan harimau itu. Namun, seketika Yver muncul dibelakang tubuh-nya "Kau lebih monster dari monster sungguhan" lalu memukul belakang leher Bjorn dengan sisi pedang-nya yang tumpul.
Pandangan Bjorn langsung gelap dan ia terjatuh pingsan.
...****************...
Ketika Kaki Yver tersangkut di atas pohon karena terlempar dari serangan Theo, dia menemukan Neil yang terikat diatas pohon dengan mulut tersumpal kain agar tak bisa berteriak.
Setelah melepaskan Neil dari ikatan kencang itu, Neil menanyakan kemana pergi-nya Bjorn dan langsung bergegas mengejar-nya setelah mengatakan terimakasih.
Disaat itu juga Yver mendapati seorang dari ras iblis yang tiba-tiba berdiri di hadapan-nya. Aura sihir-nya sangat besar dan orang itu memiliki tekanan kuat "Ada perlu apa petinggi iblis sampai sibuk-sibuk menemui-ku? Kau tidak berniat merampas kekayaan-ku 'kan?" Ucap santai Yver.
"Lucu sekali lelucon-mu, aku tidak pernah tertarik dengan harta benda" Balasnya.
"Lalu apa mau-mu?" Tanya Yver.
"Pertama-tama, perkenalkan. Nama ku Kartos, dan akulah yang menculik gadis tadi"
"Hah? Apa maksudmu?" Yver kebingungan dengan maksud tujuan-nya.
"Aku tahu betul soal pria bernama Bjorn itu, terakhir aku melihat-nya mengamuk, saat desa-nya dibakar hangus oleh tentara hitam sekte naga air. Pria itu ahli bertarung tanpa senjata. Saat malam desa nya dibakar, ia mengamuk dan memukul seorang petinggi tentara sampai terlempar mengguncang tanah.."
"Tuanku, Raja Asmodeus, tertarik dengan kekuatan-nya, sepertinya beliau tahu sesuatu soal kekuatan pria bernama Bjorn itu, dan Raja-ku menyuruhku untuk menculik gadis kecil yang satu-satunya keluarganya, dan membuat seolah kalau dia diculik oleh Kekaisaran Platas. Tentu Raja-ku juga tahu kalau bos dari Kaisar itu memiliki karunia dari dewi Rea"
"Lalu? Kalian berniat untuk memaksa mereka bertarung?" Ucap Yver.
"Itu kehendak Raja-ku"
"Mengapa tidak Raja-mu saja yang turun melawan Bjorn"
"Jika beliau turun tangan, mungkin pria itu sudah mati sebelum kekuatan-nya bangkit"
Yver menggaruk lehernya gelisah, semua ini hanyalah kebohongan, dan Kekaisaran di kambing hitam-kan atas tujuan Asmodeus, sudah terlambat untuk mengatakan yang sebenarnya pada Bjorn. "Satu lagi, mengapa kau ada disini"
"Aku ditugaskan untuk menculik gadis itu, dan aku berhak untuk memastikan gadis itu tetap hidup"
"Berlagak sok baik, ya?"
"Jangan salah paham, tujuan Raja-ku untuk membangkitkan kekuatan yang terbelenggu di tubuh pria itu, jika ingin membunuh saja, begitu mudah-nya"
"Dan kau juga sudah tahu bukan, soal anggota-mu yang bernama Aleah Fredemor?" Tanya Kartos.
"Jangan ikut campur, dia tak ada kaitan-nya" Tegas Yver.
"Ibu-nya melanggar sumpah pada Raja-ku, sudah sewajarnya seluruh keturunan-nya di bunuh"
"Kau tak berhak memastikannya, itu urusan antara Ibu-nya Aleah dan Raja-mu" Yver membelakangi Kartos dan berjalan meninggalkannya.
"Jangan sampai terbunuh oleh Bjorn, Raja-ku juga tertarik padamu" Ucap Kretos.
"Tentu, selanjutnya kau yang akan terbunuh" Ucap Yver meninggalkan Kartos dengan melambai kecil.