"Kita sudah ditakdirkan untuk bertemu. Kamu adalah milikku. Kita akan bersatu selamanya. Maukah kamu menjadi ratu dan permaisuri ku, Lia?" ucap Mahesa.
Dia di lamar oleh Mahesa. Pemuda tampan itu dari bangsa jin. Seorang pangeran dari negeri tak terlihat.
Bagimana ini...?
Apa yang harus Lia lakukan...?
Apakah dia mesti menerima lamaran Mahesa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Minaaida, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab.19. Keluar Malam
"Aduh,.... bagiamana ini?", ucap Lia bingung. Jujur saja dia masih trauma melihat nasi yang berubah menjadi belatung.
Tapi Iteung sudah terlanjur pergi ke rumah makan untuk mengambil nasi.
Ahhhh,....... Lia semakin bingung. Perutnya juga Lia semakin mual.
Tiba-tiba Lia mendengar bisikan halus Mahesa di telinga nya. " Tidak usah takut, Dinda. Kanda akan mengganti makanan nya dengan yang lain nanti ", ujar Mahesa. Lia mencoba mencari sosok Mahesa ke segala penjuru ruangan namun dia tak menemukan suaminya itu.
"Tapi nasinya jadi belatung, kanda", Lia masih teringat jelas bagaimana nasi di piring Enah yang berubah menjadi belatung. Perutnya kembali terasa mual.
"Kanda tahu, nanti akan kanda ganti", bisik Mahesa.
"Tapi mau ganti bagaimana? Kanda saja tak terlihat ", ucap Lia sedikit kesal tapi masih terdengar lirih.
"Sudah, kamu makan saja apa yang di berikan Iteung. Kanda akan datang nanti malam. Maaf kalau kanda tidak bisa menampakkan diri saat siang hari seperti ini ", ucap Mahesa.
"Iya, kanda ", jawab Lia dengan suara yang sedikit terdengar sedih.
Sejujurnya, Lia sebenarnya ingin sekali di temani suaminya. Dia sangat merindukan Mahesa, suaminya itu , di saat - saat seperti ini. Namun apa boleh buat, dia pun menyadari jika hanya bisa bertemu suaminya itu di alam mimpi saja.
Dahlia termenung seorang diri. Melihat keadaan Lia seperti itu ingin sekali Mahesa memeluk istri mungilnya itu. Tapi apalah daya, hari masih siang dan Iteung juga sebentar lagi akan datang.
Ceklek,....
Pintu terbuka,
Benar dugaan Mahesa, yang datang adalah Iteung. Tentu saja Mahesa mengetahui jika yang datang Iteung karena dia yang aslinya seorang jin tentu dapat melihat dari jarak yang cukup jauh kalau teman istri nya sedang berjalan menuju ke arah mess.
"Lia,...", panggil Iteung di ambang pintu kamarnya.
Gadis itu membawa dua bungkus nasi beserta lauk pauk nya. Satu untuk Lia dan satu lagi untuk dirinya sendiri.
"Ayo makan, Lia!", ajak Iteung. Dia sudah menggelar tikar dan duduk di tengahnya.
Lia yang tengah berbaring di kasur tipis milik Iteung mencoba duduk sambil menahan pusing di kepalanya.
"Ayo makan, semoga nanti rasa pusing dan mual kamu hilang ", ujar Iteung. Dia membukakan satu nasi bungkus untuk Lia.
Lia masih tampak mengamati nasi bungkus yang sedang di buka Iteung. Dia masih trauma dengan kejadian tadi. Dia takut jika nasi bungkus itu tiba-tiba berubah jadi belatung seperti yang dia lihat tadi di piring Enah.
"Ayo dimakan, Lia?" ajak Iteung.
"Iya,..emm.. teung, apa kamu masih punya air mineral?", tanya Lia.
"Oh, ada. Ini..", Iteung bergerak ke sudut kamarnya dimana dia tadi meletakkan air minum. Lia melihat Iteung mengambil botol besar air mineral di sebuah plastik besar yang terletak di pojok kamar nya dan menyerahkan nya pada Lia.
Lia mengambil air mineral tersebut dan menuangnya ke dalam gelas lalu meminum nya.
Setelah itu dia kembali mengamati nasi bungkus yang sudah Iteung siapkan untuk nya.
Lia melihat ada nasi, sayur kangkung, dan perkedel. Sejenak Lia tampak ragu untuk memakannya. Tapi jika dia tidak memakannya, Lia takut Iteung akan kecewa malah mungkin juga dia akan marah.
"Tidak apa-apa, Dinda. Kanda sudah mengganti nya. Sekarang nasi itu tidak akan berubah menjadi belatung", bisik Mahesa.
Dengan terpaksa, Lia mencoba memakan nasi yang dibawakan oleh Iteung. Lia memakan dengan perlahan-lahan. Ternyata nasi yang dia makan memang tidak berubah menjadi belatung lagi. Di samping itu, rasa masakan yang dia makan lumayan enak.
Tentu saja nasi yang dimakan oleh Lia tidak akan berubah menjadi belatung karena memang tanpa sepengetahuan Iteung dan juga Dahlia, Mahesa sudah mengganti nya dengan nasi bungkus yang lain saat di rumah makan tadi.
Setelah selesai makan, Dahlia merasa dia lebih baik dan sudah lumayan segar dan sehat.
"Lia, habis ini apa kamu mau mandi?" tanya Iteung.
"Iya, Teung, aku mau mandi dan habis itu aku mau istirahat di kamar ku", jawab Lia.
"Ya udah, kalau begitu ayo kita mandi. Pastinya sudah banyak yang ngantri jam segini", ucap Iteung. Lia faham. Sekarang sudah menjelang sore. Memang jam segini, orang yang ingin ke kamar mandi pada antri. Karena semua orang ingin memakai kamar mandi.
Sesampainya di kamar mandi,...
Benar saja,.... seperti kata Iteung, sudah banyak orang yang antri ingin memakai kamar mandi. Iteung dan Lia harus menunggu lama karena giliran mereka yang paling akhir.
Terpaksa kedua nya harus sabar menunggu. Sampai akhirnya tiba giliran mereka.
Iteung mandi lebih dahulu sedangkan Lia mendapatkan giliran paling akhir.
"Lia, apa sebaiknya kamu tidur di kamar aku saja. Kamu kan masih sakit. Takutnya nanti malam - malam penyakit mu kambuh lagi, gimana?", ujar Iteung dengan mimik cemas. Dia memang masih merasa cemas memikirkan keadaan temannya itu.
Lia tersenyum kepada Iteung. Dia mengerti kecemasan Tapi dia lebih nyaman tidur sendirian di kamar nya. Meskipun banyak orang berkata jika kamar yang dia tempati saat ini terbilang angker.
"Nggak papa kok teung aku mulai biasa sendirian", ujar Lia.
"Tapi, aku sedikit heran. Apa setiap kamar hanya di isi oleh satu orang saja? Tanya Lia lagi. Dia ingat saat itu Pak Karso menyuruh nya menempati kamar yang paling ujung dan melarang Lia sekamar dengan Iteung.
"Iya,... memang begitu sih, peraturan nya. Satu kamar hanya boleh di tempati oleh satu orang saja. Untuk mess cowok juga seperti itu", kata Iteung.
"Apa kamu tau alasan nya?", tanya Lia.
"nggak, ...mana aku tahu alasannya. Memangnya kamu kenapa, Lia. Kok tiba-tiba nanyanya seperti itu?",
"Nggak ada. Aku hanya penasaran saja. Aku pikir kamu tahu alasannya ", ucap Lia.
"Aku tidak pernah bertanya. Lagian aku tak sempat mikir ke sana".
"Ya udah,... aku mau istirahat dulu. Kalo gitu, aku ke kamar dulu ya, teung", ucap Lia.
"Iya, oh iya,... jangan lupa ini di bawa juga", ujar Iteung sembari menyerahkan bungkusan plastik yang tadi di bawakan oleh Rendi. Bungkusan yang berisi buah - buahan dan obat untuk Lia titipan dari pak Karso.
"Kok kayak nya berat sekali. Emang isinya apaan sih, Teung? Katanya cuma buah dan obat saja", Lia protes karena bungkusan itu terasa berat.
"Iya berat karena isinya selain buah - buahan dan obat ada juga beberapa cemilan di situ ", jawab Iteung.
"Aku nggak mau makanannya, Teung. Semua buat kamu aja. Aku hanya mau obatnya saja", Lia menyerahkan kembali bungkusan plastik itu dan hanya mengambil obat nya saja.
"Serius, kamu nggak mau semua itu?", tanya Iteung.
Lia menganggukkan kepalanya. "Aku hanya ingin obatnya saja dan juga air mineralmu saja,"
"Oh,... boleh. Sebentar aku ambilkan ", Iteung berbalik sebentar dan kembali lagi dengan botol air mineral di tangannya.
"Int, ambilah. Aku punya masih banyak." ujar Iteung.
"Makasih ya, Teung ", ucap Lia sembari tersenyum.
"Sama - sama, Lia. Kalau ada apa - apa, kamu teriak aja agar aman hidup mu", seloroh Iteung.
"Ohh, itu..Iya...aman aja itu ", jawab Lia sambil berlalu pergi dari kamar Iteung.
"dah Iteung",
Iteung menutup pintu kamar nya sepeninggal Lia.
Sementara itu Lia baru sampai di kamar nya. Dia menutup pintu kamar dan merebahkan diri di kasur tipis milik nya di kamar. Tetapi baru saja dia berbaring perutnya tiba tiba berbunyi.
Krucukkk..... krucukkk... Bunyi perut Lia.
"kok lapar lagi? Jam segini? Astaga,... padahal aku sudah makan tadi sore. Hais,... terpaksa aku keluar lagi untuk cari makan", ucap Lia kesal. Dengan malas Lia terpaksa keluar kamar untuk mencari makanan di luar. Siapa tahu ada penjual makanan yang masih buka.
Di waktu yang sama,...
Malam semakin larut. Rumah makan itu sudah lama tutup sejak tadi sore. Sekarang rumah makan itu benar - benar sepi.
Malam itu, ada seorang pria paruh baya dan seorang pemuda yang masih berada di rumah makan itu. Pria paruh baya itu seorang diri duduk di dalam ruang kerjanya. Dia seperti menunggu kedatangan seseorang.
"Rendi, apa sudah kamu kunci?", tanya pria itu. Dia adalah Pak Karso. Pemilik rumah makan ini.
"Sudah, Pak. Memangnya buat apa sih pak, gerbang ke mes pake di kunci segala?" tanya Rendi dengan nada suara yang sedikit kesal.
"Bapak bilang kunci ya kunci saja.! Apa susahnya sih, orang tinggal kunci saja?", bentak pak Karso.
"Sekarang kamu duluan pulang, nanti bapak nyusul. Bapak masih ada urusan. Awas ya Rendi, bapak bilang pulang kamu harus pulang! Jangan keluyuran!", bentak pak Karso sedikit emosi.
"Hais,...iya! Ini kuncinya ", Rendi menyerahkan kunci itu pada bapaknya lalu bergegas pergi meninggalkan rumah makan tersebut tanpa berkata apa-apa lagi pada bapaknya.
Kira kira, mau ngapain ya pak Karso sendirian di rumah makan itu?