Debi menuruni jalan setapak yang menuju rumahnya dengan langkah cepat. Matahari mulai tenggelam, memberi warna keemasan di langit dan menyinari tubuhnya yang lelah setelah perjalanan panjang dari Sarolangun. Hawa desa yang sejuk dan tenang membuatnya merasa sedikit lebih ringan, meskipun hatinya terasa berat. Liburan semester ini adalah kesempatan pertama baginya untuk pulang, dan meskipun ia merindukan rumah, ada rasa yang tidak bisa ia jelaskan setiap kali memikirkan Ovil.
Debi sudah cukup lama tinggal di Sarolangun, bersekolah di sana sejak awal tahun ajaran baru. Sekolah di kota jauh berbeda dengan kehidupan di desa yang sudah dikenalnya. Di desa, segalanya terasa lebih sederhana. Namun, setelah dua tahun menjalani kehidupan kota, ia merasa bahwa dirinya sudah mulai terbiasa dengan keramaian dan rutinitas yang cepat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Debi Andriansah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
di bawah langit yang sama
Debi duduk di balkon kamarnya malam itu. Lampu-lampu Sarolangun yang redup terasa seperti latar belakang sunyi dalam pikirannya yang berisik. Ia memandang langit penuh bintang, mencoba mencari kedamaian. Namun, hatinya tetap resah.
Sebuah pesan dari Ovil masuk di ponselnya.
“Deb, bisa kita ketemu besok pagi? Aku ada sesuatu yang mau aku omongin.”
Pesan singkat itu membuat Debi bertanya-tanya. Apakah ini tentang Mega lagi? Atau mungkin ada sesuatu yang lebih besar yang ingin Ovil bicarakan?
---
Pagi yang Berbeda
Keesokan harinya, Debi dan Ovil bertemu di taman dekat rumah Debi. Udara pagi itu sejuk, tetapi suasana hati Debi masih penuh tanda tanya.
Ovil sudah menunggu di bangku taman, mengenakan jaket biru kesukaannya. Ketika Debi tiba, senyumnya merekah, tetapi matanya terlihat penuh dengan sesuatu yang tak terucapkan.
“Deb, duduk sini,” kata Ovil sambil menepuk bangku di sebelahnya.
Debi menurut, duduk dengan hati-hati. “Ada apa, Vil? Kamu kelihatan serius.”
Ovil menghela napas panjang sebelum berbicara. “Aku mau minta maaf soal kemarin-kemarin. Soal Mega. Aku tahu itu bikin kamu nggak nyaman, dan aku sadar aku salah nggak ngasih batas yang jelas dari awal.”
Debi menatapnya, terkejut dengan ketulusan di mata Ovil. Ia tidak menyangka Ovil akan sejujur ini.
“Aku nggak mau ada apa pun yang mengganggu hubungan kita lagi,” lanjut Ovil. “Kamu tahu aku nggak sempurna, tapi aku mau belajar jadi yang terbaik buat kamu.”
Kata-kata itu membuat hati Debi melunak. Ia merasakan ketulusan Ovil, dan ia tahu, meskipun perjalanan mereka tidak mudah, Ovil benar-benar berusaha.
---
Gangguan Tak Terduga
Saat mereka tengah berbicara, sosok Kapit muncul dari kejauhan. Kapit berjalan ke arah mereka dengan langkah santai, tetapi tatapannya penuh arti.
“Wih, pasangan serasi,” ujar Kapit dengan nada sinis ketika tiba di depan mereka.
Debi segera bangkit dari duduknya. “Kapit, kamu ngapain di sini?”
Kapit menyeringai. “Cuma mau lihat-lihat. Lagi mesra, ya?”
Ovil berdiri, menghadapi Kapit. “Kalau cuma mau bikin keributan, mending kamu pergi, Kapit. Kami nggak ada urusan sama kamu.”
Kapit mendekatkan wajahnya ke arah Ovil. “Santai, Vil. Aku cuma mau ingetin, jangan terlalu percaya diri. Ingat, aku tahu Debi lebih lama dari kamu.”
Kata-kata itu membuat Debi merasa kesal. Ia melangkah maju dan berkata dengan tegas, “Kapit, cukup. Aku dan Ovil sudah memilih jalan kami. Kalau kamu nggak bisa nerima itu, masalah ada di kamu, bukan di kami.”
Kapit terdiam sejenak. Tatapan matanya berubah, seolah ada sesuatu yang ia tahan untuk diucapkan. Tetapi akhirnya, ia hanya tersenyum kecil sebelum berbalik pergi.
“Lihat aja nanti,” katanya sambil melangkah menjauh.
---
Kehangatan Setelah Badai
Setelah kepergian Kapit, Ovil dan Debi saling menatap. Mereka tahu bahwa perjalanan mereka masih panjang dan penuh rintangan. Namun, momen itu mempertegas satu hal: mereka tidak akan membiarkan siapa pun menghalangi mereka lagi.
“Terima kasih sudah membela aku tadi,” kata Ovil dengan lembut.
Debi tersenyum. “Aku cuma ngelakuin apa yang aku rasa benar. Kita ini tim, Vil. Kalau kamu jatuh, aku yang akan pegang kamu, dan kalau aku jatuh, kamu yang harus pegang aku.”
Mendengar itu, Ovil merasa hatinya penuh dengan rasa syukur. Ia menggenggam tangan Debi erat, seolah berjanji bahwa ia tidak akan pernah membiarkannya pergi.
---
Rencana Baru
Malam harinya, Debi merenungkan kejadian hari itu. Ia tahu bahwa Kapit belum menyerah, dan Mega mungkin masih menyimpan perasaan untuk Ovil. Tetapi Debi merasa lebih percaya diri. Ia tahu bahwa hubungan yang kuat hanya bisa dibangun dengan kepercayaan dan komunikasi.
Ia mengambil ponselnya dan mengirim pesan ke Ovil.
“Vil, aku yakin kita bisa lewatin ini semua. Yang penting, kita jalan bareng-bareng. Nggak peduli apa pun yang terjadi, aku ada buat kamu.”
Ovil membalas pesan itu dengan cepat.
“Aku juga, Deb. Selalu.”
---
Matahari Baru
Di bawah langit malam yang tenang, Debi merasa ada sesuatu yang berubah. Hubungan mereka mungkin tidak sempurna, tetapi ia tahu bahwa mereka sedang menuju ke arah yang benar.
Namun, bayangan ancaman dari Kapit masih membayangi. Apa langkah Kapit selanjutnya? Apakah Mega benar-benar sudah mundur?
Bab berikutnya akan mengungkap lebih banyak tentang rencana Kapit dan bagaimana hubungan Debi dan Ovil diuji sekali lagi.