Aillard Cielo Van Timothee adalah seorang Grand Duke yang sangat dikagumi. Dia sangat banyak memenangkan perang yang tak terhitung jumlahnya hingga semua rakyat memujanya. Namun hal yang tak disangka-sangka, dia tiba-tiba ditemukan tewas di kamarnya.
Clarisse Edith Van Leonore adalah seorang putri dari kerajaan Leonore. Keberadaannya bagaikan sebuah noda dalam keluarganya hingga ia di kucilkan dan di aniaya. Sampai suatu hari ia di paksa bunuh diri dan membuat nyawanya melayang seketika. Tiba-tiba saja ia terbangun kembali ke dua tahun yang lalu dan ia bertekad untuk mengubah takdirnya dan memutuskan untuk menyelamatkannya.
"Apakah kamu tidak punya alternatif lain untuk mati?"
"Aku disini bukan untuk mencari mati." jawab Clarisse tenang.
"Lalu untuk apa kamu kesini, menyodorkan dirimu sendiri ke dalam kamp musuh?" Aillard mengangkat alisnya sambil memandang Clarisse dengan sinis.
"Aku disini berniat membuat kesepakatan denganmu. Mari kita menikah!"
➡️ Dilarang memplagiat ❌❌
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KimHana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CHAPTER 19 - KENAPA SAYA HARUS BERLUTUT?
""A.... aku.." Eline tergagap menghadapi kenyataan bahwa rahasia mereka sudah terbongkar.
"Cepatlah. Aku masih sabar sekarang, kalau tidak aku akan segera melaporkan ini ke pengadilan." Clarisse bersidekap sambil memandang Eline dengan dingin.
Mendengar hal itu langsung saja membuat Eline dan Lea berlari dan menarik Madeline dengan paksa.
"Apa yang kalian lakukan?" Madeline berteriak panik mencoba melepaskan diri dari cengkraman mereka. Namun sayangnya, tenaganya masih kalah jauh, di tambah lagi dengan usianya yang sudah setengah baya membuat kekuatannya tidak sebanding dengan dua orang yang lebih muda.
Madeline jatuh berlutut seperti posisi Lady Diana. Ketika dia mencoba untuk berdiri tangan Eline lebih dulu mencegahnya.
Madeline merasa jengkel, tetapi di dalam hati dia juga merasa ketakutan dengan apa yang akan dilakukan oleh Clarisse padanya, "Kalian jangan coba-coba untuk memukulku, kalau tidak aku akan mengadukan hal ini kepada permaisuri. Lihat saja apa yang akan Permaisuri kepada kalian, setelah kalian memperlakukanku seperti ini." ancamnya marah.
Clarisse tidak terpengaruh sama sekali, yang ada dia malah semakin kesal. Begitulah Madeline, ketika dia berbuat kejahatan dengan perasaan tanpa merasa bersalah sama sekali, dia sampai tega menghabisi nyawa seseorang. Tetapi ketika melihat seseorang akan mencoba melukainya dia akan bersembunyi di bawah rok seseorang. Tindakannya yang pengecut dan tidak bertanggungjawab, membuatnya merasa jijik.
"Kalau begitu lakukanlah! Aku ingin melihat bagaimana permaisuri membelamu, orang yang melukai pangeran kerajaan atau aku yang membela pangeran kerajaan."
"Yah, walaupun permaisuri mengizinkan kamu untuk menganiaya pangeran, tetapi tentu saja dengan syarat tidak ketahuan. Nah, sekarang kamu sudah ketahuan, bagaimana permaisuri menyikapi hal ini, tentu saja kamu tau apa yang akan terjadi selanjutnya kan?" ujar Clarisse sambil tersenyum manis.
Mata Madeline membelalak ketakutan, karena dia tau betul apa yang akan dilakukan permaisuri padanya. Dia akan membuang orang yang tidak berguna baginya dan orang yang membuatnya merasa jengkel. Madeline sangat mengetahui prinsip itu, karena itulah dia selalu berhati-hati di setiap perbuatannya.
Permaisuri tidak mempermasalahkan apakah dia membunuh orang atau tidak, yang penting jika orang itu tidak menyeret dirinya, dia akan membiarkan hal itu terjadi. Terkadang dia bahkan membantunya menyembunyikan perbuatannya, dengan syarat dia mematuhi perintahnya apapun yang terjadi.
"Bagaimana? Apakah kamu sudah menebaknya?" tanya Clarisse dengan senyum manis yang masih menghiasi bibirnya. "Yah, melihat wajahmu yang berubah warna, aku rasa kamu sudah mengetahui apa yang akan terjadi."
Tidak ada jalan lain lagi, dia harus meminta pengampunan kepada Yang Mulia putri ke tujuh. "Ampuni saya, Yang mulia! Saya.. Saya sangat menyesal karena telah mencelakakan pangeran Verel. Jika anda ingin menghukum saya, lakukanlah! Tapi tolong jangan memberi tahu hal ini kepada permaisuri." mohon Madeline sambil menangis. Air mata mengalir di wajahnya yang mulai keriput yang membuat orang tidak tega melihatnya. Namun hal ini tidak berlaku kepada Clarisse yang telah melihat wajah asli wanita tua ini.
Ibarat penjahat dan algojonya, itulah ungkapan yang tepat untuk menggambarkan permaisuri dan Madeline. Dimana permaisuri melakukan kejahatan, Madeline lah yang dengan sigap membereskannya. Tangannya sudah berlumuran darah karena telah melakukan hal jahat yang tak terhitung jumlahnya dan membuat Clarisse mustahil mempercayainya.
"Baiklah, aku tidak akan memberi tahu hal ini kepada permaisuri." ujar Clarisse kepada Madeline.
Wajah Madeline langsung gembira, dia menundukkan kepalanya berterima kasih berulang-ulang kali. "Terimakasih, Yang mulia. Saya pasti akan melakukan apa saja untuk membalas budi anda." ujarnya sambil tersenyum senang, namun di akhir senyumnya ada seringai jahat yang dia sembunyikan.
"Karena kamu berkata begitu, saya akan mengajukan dua permintaan untuk anda."
"Apa itu Yang mulia? Saya siap jika saya harus menyeberangi jembatan atau mengarungi lautan untuk anda." balas Madeline bersemangat, seakan-akan dia akan melakukan apa saja untuk Clarisse.
"Lihatlah kemampuan menjilatnya yang sangat hebat! Jika ini orang lain mungkin mereka akan tertipu olehnya. Bertindak seakan-akan dia adalah budak yang setia, hingga membuat orang lengah dan percaya perkataannya."
"Ini bukan sesuatu yang sulit. Pertama, minta maaflah kepada Lady Diana dan pangeran Verel!"
Raut wajah Madeline seketika berubah, tetapi dia mengendalikannya dan tersenyum kembali. Clarisse melihat semua itu dengan seringai di bibirnya yang tidak pernah luntur.
Bagaimana rasanya menundukkan kepalamu kepada orang yang telah kamu rendahkan selama ini, Clarisse cukup penasaran dengan hal itu. Madeline adalah orang yang sombong dan dengki, dia menikmati perasaan menindas seorang bangsawan dan menatapnya dengan pandangan merendahkan.
Dia membenci bangsawan karena ada seorang bangsawan yang telah membuat keluarganya hancur dan dia dijual sebagai budak. Ia bermimpi membalas dendam lalu mendapatkan posisi tertinggi tanpa banyak usaha. Clarisse sedikit mengasihani kisah hidupnya yang menyedihkan, tetapi tidak membenarkan perbuatannya yang membenci semua bangsawan. Karena pemikirannya yang picik dan jahat, dia menjadi anak buah permaisuri dan melakukan berbagai macam hal kotor untuknya.
Burung yang sejenis akan berkumpul bersama, Clarisse mempercayai pepatah itu ketika melihat sikap Madeline yang kurang lebih sama seperti permaisuri. Ia yakin saat ini Madeline tengah membayangkan mencincang-cincangnya karena menyuruhnya melakukan hal itu.
"Apakah anda keberatan, Madeline?" tanya Clarisse memancing amarahnya. "Bagaimana ini? Aku pikir hal ini tentu saja tidak ada apa-apa nya di bandingkan di buang oleh Permaisuri."
Madeline langsung tersentak, dia segera menjawab Clarisse dengan suara lantang, "Tentu saja saya tidak keberatan, Yang mulia. Saya bahkan siap jika harus menjadi tameng anda di medan perang."
Munafik.
Ingin sekali Clarisse meludahkan kata itu dan menempelkannya di jidatnya. Tentu saja Clarisse tidak bisa melakukan hal itu karena dia harus fokus ke tujuan utamanya.
"Kalau begitu, lakukanlah!"
Madeline membalikkan badannya lalu mulai berjalan menuju kamar Pangeran Verel. Ia rasa dokter pasti sudah pergi sekarang, karena itulah dia menyuruh Madeline untuk segera menemui pangeran Verel.
Benar saja, mereka berpapasan dengan dokter di depan pintu. Clarisse menganggukkan kepalanya membalas dokter Frans yang memberinya salam. "Bagaimana keadaan Lady Diana, dokter?"
"Saat ini dia baik-baik saja. Saya telah memberinya salep dan membersihkan lukanya. Asal dia merawat lukanya dengan baik dan meminum obatnya, dia akan sembuh beberapa hari ke depan."
"Terimakasih."
"Sama-sama Yang mulia. Silahkan hubungi saya jika terjadi sesuatu dengannya."
"Baik." jawab Clarisse sambil tersenyum.
"Kalau begitu saya akan pergi." pamit Dokter Frans lalu melangkahkan kakinya meninggalkan Clarisse.
Clarisse menganggukkan kepalanya sambil melihat sosok Dokter Frans yang mulai menjauh. Setelah itu, Clarisse kembali melanjutkan langkahnya menuju kamar Pangeran Verel di ikuti oleh Madeline yang sedari tadi berdiri di belakangnya.
Sesampainya disana Clarisse langsung saja menarik tangan Madeline dan menendang lututnya. Hal itu tentu saja langsung membuat Madeline terjatuh ke tanah. "Buktikan perkataanmu!" ujar Clarisse menahan amarahnya. Melihat duo ibu dan anak itu langsung berpelukan ketika melihat Madeline, membuat ia menyesal tidak jadi mencambuknya tadi.
"Kenapa saya harus berlutut, Yang mulia?" protes Madeline tidak terima.