Arabella harus menelan kekecewaan dan pahitnya kenyataan saat dirinya mengetahui jika pria yang selama dua tahun ini menjadi kekasihnya akan bertunangan dan menikah dengan wanita yang sudah dijodohkan dengan pria itu.
Arabella pikir dirinyalah wanita satu-satunya yang dicintai pria itu, tapi ternyata dirinya hanyalah sebagai pelampiasan selama wanita yang dijodohkan berada di luar negeri.
"Bagaimana jika aku hamil? apa kau memilih ku dan membatalkan perjodohan mu?"
"Aku tidak mungkin mengecewakan kelaurga ku Ara."
Jawaban Maher cukup membuat hati Arabella seperti ditikam benda tajam tak kasat mata. Sakit, terlalu sakit sampai dirinya lupa bagaimana melupakan rasa sakit itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lautan Biru, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
pergi
Siapa yang akan tahan melihat pria yang dicintainya dan sudah meninggalkan benih di dalam rahimnya akan menikah dengan wanita lain, Arabella tidak sekuat yang orang lihat selama ini. Buktinya wanita itu mulai menangis tersedu-sedu dengan pilu, Arabella menyesali apa sudah terjadi padanya.
"Ibu, bapak maafkan Ara."
Wajahnya bersimbah air mata yang bercucuran, matanya sembab dengan hidung yang sudah memerah, apapun yang terjadi dirinya harus kuat, ingin mengugurkan kandungan rasanya dirinya kok jahat sekali, sudah melakukan dosa besar, Arabella tidak mau lagi melakukan dosa yang lebih besar lagi dengan membunuh janin yang tidak berdosa. Biarkan saja dirinya yang menanggung dosa.
Mungkin inilah karma baginya karena tidak mengingat nasehat orang tua, Arabella mengerti kenapa wanita ibarat seperti cabai. Jika sudah busuk tidak akan di pakai lagi dan di buang, noda cacat yang tidak bisa terlihat bagus lagi.
Sedangkan pria, mereka adalah besi yang sudah karatan, tapi jika di asah atau di amplas maka hasilnya akan mengkilap tidak ada bekas karat lagi. Sungguh Arabella benar-benar merutuki kebodohannya yang tersesat dunia fana sementara.
Karena lelah menangis dan menyesali apa yang terjadi, wanita itu tanpa sadar tertidur kerena lelah menangis, selama beberapa minggu, tidurnya tidak nyenyak dan nyaman.
Brak
Maher membuka pintu apartemen dengan keras, pria itu melangkah masuk dengan pandangan menelisik.
"Ara! Ara! kamu dimana?" langkah kakinya lebarnya menyusuri setiap ruangan tapi tidak ada tanda-tanda jika Arabella di sana.
Terakhir Maher membuka kamar yang selama ini mereka tempati berdua, hanya saja beberapa minggu ini Maher sudah tidak pernah datang lagi untuk menemui Arabella, dan itu semua karena Karin yang selalu ingin ditemani, dan Maher tidak bisa menolak jika orang tuanya yang meminta.
"Ara!"
Langkah kaki Maher terhenti saat matanya melihat kesekeliling kamar yang tampak kosong, bahkan ruangan luas itu seperti sudah tidak berpenghuni.
"Ara." Maher menyusuri kamar matanya mengedar ke sembarang arah berharap bisa melihat wanita itu.
Tapi saat tatapannya tertuju di atas meja rias di mana Arabella selalu memoles wajahnya di sana, saat itu juga Maher merasakan dadanya begitu sesak.
Tanganya mengambil beberapa kartu yang dia berikan pada Arabella, dan di samping kartu itu Maher menatap nanar cincin dan kalung yang pernah dia berikan saat Arabella berulang tahun.
"Ara.." Gumamnya dengan bahu bergetar, Maher merasakan dadanya begitu sesak. Dirinya menyadari sudah melukai hati wanita itu.
"Ara maafkan aku."
Rasanya begitu perih seperti ada sayatan yang tergores di hatinya, tubuh Maher merosot sampai terduduk di lantai.
Maher belum menyadari perasaanya sendiri, rasa takut kehilangan tidak Maher sadari jika hatinya sudah di miliki. Dan Maher hanya meyakinkan dirinya sendiri jika semua sudah usia setelah ini. Tidak ada lagi kebersamaan keduanya, tidak ada lagi berbagai kehangatan untuk keduanya. Setelah ini Maher akan memiliki kelurga baru di mana dirinya harus benar-benar bisa melepaskan Arabella tanpa ada bayang-bayang wanita itu lagi setiap dirinya memejamkan mata.
Semua yang Maher alami dan rasakan di tepisnya untuk menjauh, agar bayangan dua tahun bersama Arabella tak menyisakan dalam dirinya. Tapi entah kenapa nyatanya tak semudah yang Maher pikirkan, kini rasanya ada sesuatu yang menghilang setelah tahu Arabella pergi.
"Tio, cek semua transportasi yang beroperasi. Cari tahu kemana Arabella pergi."
Maher mencekram erat ponselnya di tangan, tatapan pria itu berubah tajam seketika.
.
.
Jangan lupa tinggalkan jejak kalian 😘😘