Demi menjaga nama baiknya sendiri Aylin sampai rela terjerat dosennya yang galak.
"Pak Aland = Sialand." Aylin.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lunoxs, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
TDG Bab 24 - Buah Cherry di Musim Panas
"Mungkin pak Aland sudah pergi," gumam Aylin, Dia memutuskan untuk menekan Bell sekali lagi, jika dalam 10 detik pintu tidak terbuka maka dia akan memutuskan untuk langsung pergi.
Di dalam hati gadis cantik tersebut dia mulai menghitung, 1 2 3 ... Sesekali menatap ke arah bawah dan melihat lantai yang begitu mewah. Aylin masih menggunakan baju wisudanya, hanya toga dan jas hitamnya yang sudah dia lepaskan.
4 5 6, Aylin melihat jam di pergelangan tangan kirinya, waktu menunjukkan pukul setengah lima sore.
7 8 ... Dan akhirnya pintu terbuka..
Deg! Jantung Aylin adalah yang paling berdegup. Mereka memang sering bertemu tapi tidak pernah bertemu di tempat seperti ini.
Kamar hotel bukanlah tempat yang wajar untuk mereka bertemu, tapi nyatanya takdir membawa mereka berdua ke tempat ini.
Tapi Aylin bukanlah gadis penakut ataupun mudah terintimidasi. Meskipun sejenak merasa gugup namun Dia mampu menguasai diri, hingga yang ditunjukkannya hanyalah kepercayaan diri.
"Ayo masuk," ajak Aland, dia membuka pintu lebar-lebar. Tanpa banyak kata Aylin pun menuruti ucapan sang dosen, sampai akhirnya Aland kembali menutup pintu ketika mereka telah sama-sama berada di dalam kamar tersebut, kamar 7009.
Tatapan Aylin langsung terkunci pada sebuah buket bunga mawar merah di sofa ruang tamu. Juga sebuah kotak hadiah kecil di atas meja.
Dia tidak bertanya apapun, sampai akhirnya sang dosen berdiri tepat di hadapannya.
"Maaf tentang kemarin dan ... Selamat untuk wisuda mu," ucap Aland.
"Selamatnya aku terima, tapi kata maafnya masih aku pertimbangkan," balas Aylin.
Aland yang gemas reflek mengusap puncak kepala Aylin, membuat gadis itu reflek menunduk dan mengeluh.
"Iihh," rengek Aylin.
Hari ini Aylin nampak begitu berbeda, gadis yang biasanya menggunakan setelan celana, hari ini terlihat cantik menggunakan gaun berwarna putih, pres ditubuhnya yang indah.
Aland baru sadar jika Aylin adalah seorang wanita dewasa, bukan gadis ingusan yang bar-bar saja.
"Kamu suka bunga apa? Aku membawakanmu bunga mawar merah." kata Aland, dia mengambil bunga di atas sofa dan menyerahkannya pada Aylin, hadiah kecil yang telah dia siapkan.
Bukan hanya demi mendapatkan maaf, tapi juga apresiasi untuk Aylin yang hari ini wisuda.
"Aku tidak tahu apa bunga kesukaan ku, tapi bunga mawar merah cantik juga," balas Aylin, dia menerima bunga itu dan menghirup aromanya.
Tidak menyangka jika sang dosen galak akan memberinya hadiah manis seperti ini.
"Satu lagi, hadiah untuk mu," ucap Aland, dia mengambil kotak hadiah di atas meja dan menyerahkan pada Aylin. Tanpa pikir panjang gadis itu menerima dan membukanya.
Sebuah gelang yang sangat cantik, lengkap dengan berlian sebagai mahkotanya. Jujur saja Aylin begitu terkejut ketika mendapatkan hadiah ini, gelang dari merek ternama dengan harga yang tak main-main.
Rasanya Aylin tidak pantas mendapatkan hadiah ini jika mengingat hubungan mereka yang hanya sementara.
"Biar aku pasangkan," kata Aland lagi.
"Tapi Pak _"
"Kenapa? Kamu tidak suka? Ingin memilih model yang lain?"
"Bukan begitu, tapi ini terlalu berlebihan. Bapak tidak sedang menyogokku dengan ini kan?"
"Menyogok apa? Agar dimaafkan? Tidak, hadiah ini untuk wisudamu. Hukumanku bisa dibicarakan nanti."
Aylin akhirnya hanya diam saat gelang tersebut dipasang di tangan kanannya. Memang terlihat sangat cantik, namun ada pula perasaan berat di dalam hati. Belum apa-apa Aylin sudah memikirkan untuk membalas pemberian ini, sudah berencana untuk membelikan jam tangan mewah untuk sang dosen.
Sungguh, Aylin tak ingin hanya menerima. Dia merasa harus membalas semua kebaikan orang.
"Cantik," kata Aland, singkat namun membuat Aylin tersenyum kikuk.
Bukan tanpa alasan kenapa Aland memberikan Aylin hadiah sebuah gelang, selama ini dia pun selalu mengamati kepribadian dan kebiasaan Aylin. Gadis ini tak pernah terlihat menggunakan perhiasan yang mencolok, seperti anting dan kalung.
Aland hanya tahu Aylin yang menggunakan gelang dan jam tangan. Karena itulah kini hadiahnya jatuh pada gelang ini.
Dan pujian pak Aland itu membuat Aylin mencebik, dia tahu Pak Aland sedang memuji gelangnya, namun dia juga merasa kata-kata itu ditujukan padanya.
"Aku belum memaafkan Bapak," kata Aylin kemudian, yang ingin mengembalikan suasana normal diantara mereka. Bukan hawa penuh debaran seperti ini, tapi hawa penuh perdebatan.
"Apa yang kamu inginkan? Aku akan mengabulkannya."
"Serius?"
"Iya, tapi jangan minta putus."
"Apa aku boleh menampar Pak Aland?"
"Ha?" tanya Aland sekali lagi, "Apa?" tanyanya lagi saking terkejutnya.
"Aku ingin menampar Pak Aland," balas Aylin tanpa ragu sedikitpun. Kata-kata pak Aland sudah sangat menyakiti hati dan harga dirinya.
Bagaimana bisa julukan murahan itu dilontarkan, jadi dia ingin membalas dengan setimpal. Memberi pelajaran pada mulut kurang ajjar tersebut.
Jika pak Aland menolak, maka simpel saja, sampai kapanpun Aylin tak akan pernah memaafkan tuduhan jahat itu.
Namun siapa sangka pak Aland justru menyerahkan wajahnya. "Tamparlah, sebanyak yang kamu inginkan," kata Aland.
Glek! Aylin malah jadi menelan ludahnya sendiri dengan kasar. Jika sudah seperti ini maka dia tak akan mundur.
"Aku akan menampar dengan kuat," kata Aylin, bicara pula dengan nada dingin.
Aland mengangguk, menunggu sang gadis melayangkan sebuah tamparan keras padanya.
Ayo Aylin, lakukan, jangan hanya menghayal saja bisamu. Batin Aylin.
Dan setelah membulatkan tekad, akhirnya di benar-benar melayangkan tangan kanannya yang telah terpasang gelang tersebut.
PLAK! Satu tamparan keras berhasil mengenai wajah pak Aland.
Namun detik itu juga Aylin sendiri yang merasa cemas.
"Ya ampun keras sekali, sakit ya Pak?" tanya Aylin, mendadak gelisah, dia bahkan berjinjit dan menyentuh wajah sang dosen, melihat salah satu pipi pak Aland yang jadi merah.
Mendadak merasa bersalah jadi Aylin sebisa mungkin ingin mengurangi rasa sakit itu, Aylin meniup wajah sang dosen.
Aylin tidak tahu bahwa saat ini Aland sedikitpun tidak merasa kesakitan, dia justru menatap bibir Aylin yang terlihat merah merekah.
Seperti buah buah Cherry di musim panas.