Amara Calista seorang gadis berbadan bongsor, yang mempunyai hobi main basket, jatuh cinta pada seniornya yang bernama Altaf Alfarizi. Altaf yang mempunyai banyak fans, awalnya hanya memandang sebelah mata pada Amara. Amara berusaha sungguh-sungguh untuk merubah penampilannya demi mendapatkan hati Altaf. Dan dengan kekuasaan sang papa Amara bisa mendapatkan Altaf melalui sebuah perjodohan. Namun sebuah musibah membuat Amara pupus harapan dan memilih berpisah dengan sang suami tercinta. Bagaimana kisah cinta Amara dan Altaf? Ikuti kisah lengkapnya dalam "Asmara Ke Dua".
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Marsia Niqi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hadiah
Malam itu juga mama dinda membicarakan keinginan Ara pada sang suami untuk dijodohkan dengan Altaf. Mulanya pak David menolak keinginan Ara. Tapi setelah mama Dinda membujuknya dan setelah berfikir bahwa Altaf sangat peduli dengan dunia pendidikan, dan cocok sebagai penerusnya nanti, pak David akhirnya setuju. Pak David meminta sang istri utuk mengatur semuanya, agar tidak terkesan Ara yang mengejar-ngejar Altaf.
***
Pagi itu suasana sarapan di meja makan keluarga Himawan nampak senyap. Semua hanya sibuk dengan makanannya masing-masing. Mama Fifi melirik pada Altaf, melihat ada luka lebam di mata kanannya.
"Mata kamu masih sakit Al?" Tanya mama Fifi memecah kesunyian.
"Nggak ma, Al nggak papa!" Jawab Altaf tanpa melihat ke arah mamanya.
"Tinggal di sini dulu beberapa hari, sejak di apartemen kamu jarang pulang!" Kata papa Aldi pada putra bungsunya.
"Nggak pa, nanti Al langsung pulang ke apartemen aja, menghindari keributan. Lagian kita masih bisa ketemu di kantor." Jawab Altaf dingin.
"Al, jangan gitu, ini rumah kamu, kamu harus sering-sering pulang! Mama juga pingin sering-sering ketemu kamu!" Pujuk mama Fifi.
"Kalau Al sering pulang, artinya akan sering ada keributan ma. Udah mama santai aja, Al nggak papa, Al bisa ngurus diri Al sendiri, mama nggak perlu khawatir!" Kata Altaf dengan nada lesu.
"Sorry Al, gua semalam kebawa emosi!" Akhirnya Alfin buka suara, dan Rena hanya bisa menghela nafas berat.
"Its okay, santai aja mas, nggak masalah. Lebih baik mas Alfin jaga komunikasi sama Rena, biar nggak salah paham terus. Ma, pa, Al duluan ya, Al ada kelas pagi, harus pulang ke apartemen dulu ngambil tas!" Kata Altaf yang pamit dengan mencium tangan papa, mamanya dengan takzim.
Setelah Altaf pamit ponsel mama Fifi bergetar, nama maam Dinda tertera di layar.
"Waalikumsalam Din, iya, nggak kok nggak sibuk, sekalian nanti sore mau jenguk besan di rumah sakit, ok, tunggu aku ya! Waalaikumsalam."
Panggilan telepon ditutup mama Fifi.
***
Ara berjalan dengan tergesa gesa menuju kelas Altaf. Altaf yang baru sampai berjalan santai, mendengar namanya ada yang memanggil, suara yang sudah sangat di hafalnya.
"Kak Al, tunggu!" Panggil Ara sambil lari.
"Ada apa Ra, pagi-pagi udah heboh?!" Tanya Altaf.
"Mata kakak kenapa, kok biru gitu, habis berantem ya?!" Bukannya menjawab pertanyaan Altaf, Ara malah balik bertanya.
"Kejedot." Jawab Altaf singkat dan Ara mengerutkan keningnya tak percaya.
"Kejedot tinjunya mas Alfin Ra, maaf kakak bohong." Kata Altaf dalam hati tak mau banyak pertanyaan dari Ara.
"Rara manggil kakak mau ngapain, kalau nggak ada yang penting, kakak mau masuk kelas!" Kata Altaf menghindar.
"Kakak lagi pms ya, kok sensi gitu! Nih Ara cuma mau ngasih ini buat kakak! Ya udah Ara pergi dulu!" Kata Ara sambil memberikan paper bag pada Altaf.
"Mau kamana Ra?!" Tanya Altaf ketika Ara sudah melangkah menjauh.
"Menghilang.....! pergi dari hidup kakak!" Jawab Ara sambil berlari.
"Awas aja kak, berani ngejauh dari Ara, Ara sumpahin kakak bucin sama Ara, nggak bakal bisa menghindar dari Ara, tunggu aja kak!" Kata Ara dalam hati dengan senyum anehnya.
***
Mama Fifi dan mama Dinda janjian di sebuah restoran. Mereka berbicara ngalor ngidul dengan semangat. Sampai waktu mama Dinda memancing obrolan sesuai tujuannya bertemu dengan mama Fifi.
"Mbak Fifi, menurut mbak Fifi, Ara anak saya gimana anaknya?" Tanya mama Dinda memancing pendapat mama Fifi.
"Baik, gadis sopan, ceria, supel, feminim, dan senyum manisnya itu lho yang aku suka!" Jawab mama Fifi enteng.
"Kalau Altaf putra mbak Fifi gimana anaknya?" Tanya mama Dinda.
"Altaf itu dingin, irit bicara, suka menyendiri tapi kalau punya keinginan dia gigih untuk mencapainya. Eh Din, kayaknya Al cocok deh sama Amara, yang satu ceria, yang satu irit bicara. Jadi mereka bisa saling melengkapi!" Kata mama Fifi semangat. Dan seperti mendapat angin segar, mama Dinda mengambil nafas lega.
"Apa iya mbak?" Tanya mama Dinda pura-pura kurang paham.
"Iya, mereka pas banget, gimana kalau kita comblangin mereka biar jadian?!" Kata mama Fifi antusias.
"Maksud mbak mereka kita jodohin?" Tanya mama Dinda memastikan.
"Iya, gimana? Kamu setuju nggak? Kamu suka nggak Al jadi mantu kamu, kalau aku suka banget Amara jadi mantu aku Din." Kata mama Fifi lagi, yang berpikir kalau Altaf punya pasangan tidak ada lagi keributan dengan Alfin dan Rena.
"Ya kita coba aja jodohin mereka mbak!"
"Tapi Din, kata Amara, Al nggak tahu kalau Amara itu putrimu dengan pak David. Jadi gini aja, kita atur malam Minggu ini kita buat acara makan bersama. Al nggak usah diberi tahu siapa yang akan dijodohkan dengan dia, gimana?!" Tanya mama Fifi dengan semangatnya.
"Tapi apa Al mau menerima mbak?"
"Kamu tenang aja, aku tahu kok gimana Al itu, dia kaku tapi penurut, dia pasti nggak bisa nolak!" Kata mama Fifi lagi. Seperti yang mama Dinda harapkan, rencananya berjalan mulus tanpa harus repot-repot merayu mama Fifi.
***
Selesai kelas Altaf menunggu Ara dengan menyandar di badan mobil Ara. Ara datang tersenyum melihat Altaf yang menyandar di mobilnya dengan memainkan ponselnya.
"Misi pak, kalau nggak mau terjungkal mending bapak minggir dari mobil saya deh!" Canda Ara dengan mode serius. Dan.....
TUKKKKK
Satu sentilan mendarat di hidung mancung Ara. Sentilan sayang 🤭😍😍
"AUWWWW!"
"Jangan sembarangan ya! Dikira hidung Ara lalat apa main sentil aja!" Kata Ara dengan nada kesalnya.
"Hadiah buat orang yang judes, ngeselin!" Kata Altaf santai.
"Biarin! Dia sendiri juga ngeselin, nyadar dong!" Kata Ara tak mau kalah.
"Thanks isi paper bag nya, nanti kakak lelang! Kali aja ada yang mau!" Kata Altaf sambil melangkah meninggalkan Ara sendiri di parkiran.
"Hih.....ngeselin banget sih, awas ya! Tunggu pembalasan Ara!" Teriak Ara karena Altaf sudah menjauh. Dan yang diteriaki malah senyum-senyum sendiri.