Sebuah pulpen langganan dipinjam Faiq kini tergeletak begitu saja, pemuda yang suka menggodanya, mengusiknya dengan segala cara, ia tidak pernah kehabisan akal untuk mengerjai Vika.
Vika memandanya dengan harap si tukang pinjam pulpen itu akan kembali. Ia memelototi pulpen itu seolah memaksanya membuka mulut untuk memberitahu dimana keberadaan Faiq.
••••••••
Goresan Pena terakhir ini
Kini tinggalah kenangan
Yang pernah kita ukir bersama
Sekarang kau tak tahu dimana
Tak ada secarik balasan untukku
Akankah titik ini titik terakhir
Yang mengakhiri kisah kita?
Kisah kau dan aku
-Vika Oktober 2017
⏭PERHATIAN CERITA MURNI HASIL PEMIKIRAN AUTHOR, BILA ADA KESAMAAN TOKOH MAUPUN TEMPAT, DLL. MERUPAKAN MURNI KETIDAK SENGAJAAN⏮
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kepik Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bukti
silahkan razia typo dan lain-lain, karena pasti akan ada banyak typo kedepannya, silahkan berkomentar.
...|Happy Reading|...
...••★••...
Baru saja Vika hendak masuk ke dalam rumah, dia menghentikan langkahnya ketika suara deruman motor mengusik pendengarannya. Cewek itu menoleh, melihat Faiq dan seluruh temannya kembali dengan selamat namun Faiq dan beberapa dari mereka babak belur. Tatapan cowok itu langsung tertuju kepada Vika.
"Gimana, Iq?" tanya Zaki.
"Mereka berhasil ditangkap. Sesuai rencana Faiq," Kata Aries, menjawab pertanyaan yang diajukan pada Faiq.
"Dan untung om lo datang tepat waktu, mereka bahkan punya pistol anjir! Berasa lagi di film-film laga gue." Aries menggosok lengan kirinya dengan bulu-bulu halus yang sudah berdiri karena merinding. Mendengar itu Vika menjadi cemas, ia segera masuk kedalam untuk mengambil kotak P3K.
"Ta-tangan Kakak," kata Vika, ia berdiri sambil memegang kotak P3K. Wajah gadis itu pucat namun tidak sepucat tadi saat mereka ada di gedung itu. Mungkin ia sudah mulai tenang. Seluruh pria yang ada di sana memandang Vika yang berjalan menuju Faiq. Ketara sekali dia sangat menghawatirkan bocah badung satu itu. Tangannya menarik tangan Faiq yang diperban. Wanita itu memandangnya sebelum satu kalimat meluncur dari mulutnya.
"Aku obatin ya kak?" ingin ia tidak peduli tapi tak bisa, Faiq terluka begini juga karena menolongnya. Vika mendudukan Faiq di kursi yang sama ketika membantunya mengerjakan PR. Mungkin luka-luka seperti ini sudah menjadi hal yang biasa untuk Faiq dan teman-temannya. Sering sekali ada lawan di balapan yang tidak menerima kekalahan sampai berakhir dengan tawuran antar geng motor. "Itu bibir lo ngapain dimerah-merahin gitu? Udah mirip cabe-caben aja lo." cletuk Faiq yang melihat sudut bibir Vika penuh dengan obat merah.
Sedikit menyesal rasanya sudah peduli kepada Faiq, ujung-ujungnya masih diejek. Tapi Vika tetap melanjutkan kegiatannya mengobati luka Faiq. Vika tidak bisa menyembunyikan ringisannya ketika melihat tangan Faiq yang diperban sudah seperti tomat busuk, Vika bisa merasakan sakitnya juga.
"Hei, lo kenapa? Bibir lo sakit lagi?" ujar Faiq, dia memegang dagu gadis itu agar bisa melihat bibirnya yang terluka. Vika menggeleng pelan. "Vik, lo yang udah nolong gue waktu jatuh dari motor yah?"
Vika memelototkan matanya, ia terkejut bukan main bagaimana bisa Faiq mempertanyakan itu? Bukankah waktu itu dia tidak bisa melihat wajah Vika karena penerangan yang minim?
"Eng-gak, bukan aku." Vika mengelak, ia memalingkan wajahnya dari hadapan Faiq.
"Lo nggak usah ngelak! Tahi lalat di sudut bibir lo, jaket merah yang lo pake saat nolong ibu gue, dan jam tangan ini." Faiq mengangkat lengan Vika yang memakai jam tangan yang sama saat ia menolong Faiq waktu itu.
Vika sama sekali tidak bisa menepis ucapan pria di hadapannya. Karena semua yang dikatakan Faiq benar. Vika memutuskan untuk diam, dia melanjutkan kegiatannya yang sempat terhenti. "Vika, selama ini gue cari gadis berjaket merah itu. Gue mau ngucapin terima kasih dan balas budi ke dia, tapi malah gue jadi punya hutang budi lagi setelah gue tahu siapa gadis itu."
Vika mendongak melihat tatapan sendu di manik Faiq, ini kedua kalinya Vika melihat hal itu. "Lo terluka berulang kali karena gue, dan insiden ini karena gue juga. Gue minta maaf."
"Insiden ini terjadi bukan karena Kakak, nggak mungkin kan Kakak diem aja setelah tau Tante Sekar jadi korban kejahatan dan kalau Kakak enggak datang tadi, hal yang lebih buruk pasti menimpa aku. Terima kasih Kak udah nolongin aku."
"Nggak. Harusnya gue enggak kayak gini, gue udah tahu dari awal semua rencana busuk mereka. Pukul gue Vika pukul gue sekarang juga, bahkan lo bebas memenjarakan gue." Vika menggeleng pelan, ia kecewa, sangat. Tapi ia tahu ini yang terbaik untuk menyelesaikan permasalahan ini sampai ke akarnya.
"Kalau Kak Faiq masuk kantor polisi, Tante Sekar sama siapa?" Faiq mematung kerena ucapan Vika. Benar, kalau sampai ia ditahan di kantor polisi siapa yang akan merawat ibunya? Ayahnya sudah tiada, putra sulungnya sibuk bekerja menumpuk harta. Hanya Faiq yang bisa melindunginya, menjadi tempat Bu Sekar bercerita untuk sekedar isu politik.
"Iya, siapa yang bakal berdebat sama ibu soal calon presiden taun depan. Kalau beneran ada polisi yang mau nangkep gue, gue bakal lari cepat. Kaki gue kan panjang, nggak kayak punya lo." dengan sengaja, Faiq mencolek hidung Vika. Vika menatapnya tajam, "Nggak apa-apa kaki aku pendek, segini pantasnya untuk orang Indonesia. Daripada kaki Kak Faiq yang kepanjangan, kayak jerapah."
Entah mengapa, kali ini Faiq tidak marah karena ada yang sudah mengejeknya. Padahal, biasanya dia akan langsung naik pintam begitu ada yang berani mencoreng ego tingginya. Faiq malah tertawa kencang, membuat Vika mematung di tempat. Seluruh tubuhnya mendadak lumpuh, ia terfokus pada detak jantung yang dua kali lebih cepat daripada biasanya. Mata Vika bahkan tidak bisa dialihkan ke arah lain selain Faiq, bahkan suara yang bisa ia dengar hanya suara dari Faiq seorang.
Mengapa ini semua bisa terjadi dengan melihat Faiq tertawa lepas? Apa Vika terkena serangan jantung karena suara tawa Faiq? Nanti ia harus konsultasi kepada dokter.
Sadar diperhatikan, Faiq menghentikan tawanya walaupun susah. Apa jin danau yang waktu itu masuk ke tubuh Faiq? Pria itu mengusap puncak kepala kepala Vika sampai rambutnya berantakan. Sepertinya mengusap puncak kepala Vika sudah menjadi hobinya sekarang.
"Ekhem. Jangan kaget! Barusan itu sisi lain gue yang enggak banyak diketahui orang lain. Rahasiain, ya?" Vika hanya bisa mengangguk patuh. Tanpa mereka duga dua wanita paruh baya sibuk menguping dari balik tirai. Wajah kedua wanita itu berseri melihat interaksi Faiq dengan Vika.
***
Faiq, Vika beserta anak motor lainnya kini tengah menikmati bakso di halaman rumah Eyang Sinta. Tadi Zaki menghadang tukang bakso keliling, ketika melihat itu Bu Sekar langsung menyuruh tukang bakso itu meracik bakso untuk semua orang yang ada di sana. Suara deruman motor mengganggu aksi makan mereka, ternyata itu Alam dia baru saja pulang kuliah.
"Woy! Lagi makan bakso nih, bagian gue mana yah?" ujarnya ketika selesai memarkirkan motor hitamnya. "Bilang aja ke tukang baksonya, Nak Al." ujar Bu Sekar, dengan senang hati Alam langsung mendekati tukang bakso agar memberikan seporsi bakso untuknya. Lalu ia mendekati anak motor lainnya, berjabat tangan ala lelaki dengan mereka. "Kak Alam akrab yah sama mereka." Vika tersenyum melihat itu, ia bisa melihat kakak sepupunya yang dulu. "Bang Al dulu juga anggota CMC (Cobra Motorcycle Club), makanya dia akrab sama mereka." ujar Faiq yang sedang menuang kecap ke mangkok baksonya. Melihat kecap dia jadi teringat kejadian itu, "Kak aku mau tanya, yang waktu itu sengaja numpahin rok aku pakai kecap siapa?"
"Oh itu Aries, dia sengaja kotorin seragam lo waktu itu. Dia tahu kalau gue pelototin lo terus, katanya sengaja pengin liat sifat asli lo. Dia bilang sifat cewek yang sebenarnya bisa dilihat dari refleksnya. Tapi ternyata lo biasa-biasa aja nanggapinya, malah langsung ke toilet tanpa marah-marah dulu. Anehnya dia bilang emm nggak jadi."
"Bilang apa kak?"
"Gue bilang, kalau kalian berdua cocok." ujar Aries dia tiba-tiba saja menyahut pembicaraan Faiq dengan Vika dengan mulut yang asik mengunyah bakso. Lantas Vika menaikan sebelah alisnya dia heran cocok dari mananya?
"Ekhem, Aku udah biasa di bully. Mikirnya, daripada melawan bikin masalah tambah runyam lebih baik pergi aja gitu. Eh ternyata enggak segampang itu, aku sengaja menghindar supaya enggak jadi korban bully lagi. Memang yah tanpa melakukan kesalahan satupun bisa membuat orang lain enggak suka sama diri kita malah mereka membully dengan alasan yang tak pantas." Vika mulai menyantap baksonya, mengecap rasanya sudah pas atau belum. Dia tidak terlalu suka pedas tapi tidak terlalu suka manis juga, tetapi setiap kali membeli bakso dia selalu menggunakan sambal daripada saus menurutnya itu lebih nikmat.
"Tambah sambal kan?" cletuk Faiq, dia juga sudah menggeser mangkok sambal agar mudah Vika jangkau. Vika heran darimana Faiq tahu kebiasaannya itu? Kelakuannya yang aneh itu mengundang rasa penasaran Vika. "Lo suka makan bakso ya? Makanya dulu lo chubby banget, udah mau sebulat bakso pipi lo dulu tuh." Faiq cekikikan ketika mengingat gadis kecil yang hampir menangis ketika kehilangan sandalnya.
Pikiran Vika buyar ketika melihat Faiq tertawa lagi, kenapa melihat lesung pipi pria itu membuat jantungnya bekerja ekstra? Tolonglah, tenangkan jantung Vika di dalam sana. Sepertinya dia bener-benar harus konsultasi kepada dokter nanti. "Eh, kenapa lo bisa jadi bahan bully-an dulu?"
Kini Vika rasa napasnya tercekat, kenapa Faiq harus bertanya soal ini? Vika benci. "Karena rumor buruk itu." melihat raut wajah Vika yang berubah drastis Faiq langsung terdiam. Dia sangat menyayangkan apa yang pernah Vika alami, ia sudah banyak tau tentang Vika dari Ibu Sekar, biasa Eyang Vika dan Ibunya suka sekali mengobrol bahkan bergosip bersama.
Meski tidak pernah di posisi Vika, Faiq paham betul rasa sakit dan bencinya. Kenapa ya orang bisa membully hanya karena rumor yang bahkan belum diketahui kebenarannya. Faiq yakin, tidak akan mudah untuk bangkit dan menganggap pem-bully-an yang dialami sebagai angin lalu. Tapi lihatlah gadis itu begitu tegar, jika Faiq yang berada di posisinya tak mustahil ia akan menyentuh alkohol dan narkoba, ia akan lebih badung dari ini dan mungkin saja dia akan bunuh diri.
"Kalau nanti ada lagi yang nge-bully lo di sekolah, apalagi ada kaitannya sama gue, jangan sungkan bilang ke gue. Jangan dipendam sendiri, Vik, lo enggak sendiri."
Pergerakan tangan Vika yang akan memasukan potongan bakso ke mulutnya terhenti. Matanya menatap Faiq, menelisik adanya kebohongan di sana, tapi dari manik pria itu dia dapat melihat ketulusan yang begitu besar. Apa-apaan ini?
"Ekhem, nanti aku bilang kok, tapi enggak sama Kakak. Paling sama Dita dan Lita mereka kan sahabat aku."
"Kenapa lo enggak mau bilang sama gue? Karena hubungan kita nggak jelas? Karena kebetulan tetanggaan? Lo mau hubungan kita jelas?" sengit Faiq, ia merasa harga dirinya diinjak-injak. Padahal dia berbaik hati menawarkan perlindungan saat Vika membutuhkannya.
Percayalah meskipun bakso milik Vika tidak terlalu pedas, sudah mampu membuat tenggorokannya perih ketika tersedak, bahkan matanya sampai berair. Faiq yang melihat itu langsung memberikannya minum.
"Apaan sih? Maksud aku nggak gitu, aku nggak mau membebani Kak Faiq dengan masalah aku."
Entah apa yang sebenarnya terjadi dengan Faiq? Biasanya dia tidak mau peduli dengan urusan orang lain, tapi ini? Ini benar-benar mengkhianati karakter asli seorang Faiq, ada apa dengannya?
•••••
...*...
...*...
...*...
...TBC...
...Thanks for Reading 💙🌻...
...Jangan lupa like dan komen ya🫶...
...Luv You All💙🌻...
^^^🐞Kepik senja^^^