"Dewa Penghancur"
Kisah ini bermula dari seorang pemuda bernama Zhi Hao, yang sepanjang hidupnya selalu menjadi korban penghinaan dan pelecehan. Hidup di pinggiran masyarakat, Zhi Hao dianggap rendah—baik oleh keluarganya sendiri, lingkungan, maupun rekan-rekan sejawat. Setiap harinya, ia menanggung perlakuan kasar dan direndahkan hingga tubuh dan jiwanya lelah. Semua impian dan harga dirinya hancur, meninggalkan kehampaan mendalam.
Namun, dalam keputusasaan itu, lahir tekad baru. Bukan lagi untuk bertahan atau mencari penerimaan, melainkan untuk membalas dendam dan menghancurkan siapa saja yang pernah merendahkannya. Zhi Hao bertekad meninggalkan semua ketidakberdayaannya dan bersumpah: ia tak akan lagi menjadi orang terhina. Dalam pencarian kekuatan ini, ia menemukan cara untuk mengubah dirinya—tidak hanya dalam penampilan, tetapi juga dalam jiwa dan sikap.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jajajuba, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32: Tak. Terkalahkan
Udara berdesir dengan antisipasi, aroma ozon memenuhi udara. Sebuah tangan kolosal, lebih besar dari yang bisa diayunkan manusia mana pun, berayun dengan kecepatan dahsyat, jari-jarinya yang besar menjangkau sosok yang melesat melalui hutan.
Swoosh!
Swoosh!
Suara gerakan tangan itu bergema di antara pepohonan, setiap sapuannya menjadi kabur gerakan.
Sosok itu, seorang pemuda bernama Zhi Hao, juga menjadi kabur. Dia menari melalui hutan, gerakannya mengalir dan anggun, menghindari tangan raksasa itu dengan mudah yang tak terduga.
"Kau tidak akan bisa kabur dariku, menyerahlah!" Teriak sebuah suara dari kegelapan, suara yang tampak menggetarkan tanah di bawah mereka.
Suara itu milik Xiao Mandai, seorang Pendekar kuat yang tubuhnya merupakan gabungan aneh antara daging dan logam. Bentuknya yang mengerikan adalah bukti pengejaran kekuatannya yang tak henti-hentinya, kekuatan yang telah melampaui batas potensi manusia.
Zhi Hao, bagaimanapun, bukanlah Pendekar biasa. Dia adalah seorang pemuda dengan hati emas, seorang ahli teknik Pedang Kilat, seni bela diri yang kuat yang telah diturunkan selama beberapa generasi. Dia telah mengasah keterampilannya selama bertahun-tahun, gerakannya menjadi secepat kilat, pedangnya setajam pisau cukur.
Namun, bahkan dengan keterampilannya, Zhi Hao mendapati dirinya menghadapi tantangan yang tak teratasi. Xiao Mandai, dengan kekuatannya yang luar biasa dan penguasaan Alam Bintang Bumi Bintang keempat ditambah perubahan yang meningkatkan satu bintang lagi, adalah lawan yang tangguh. Zhi Hao bisa merasakan kekuatan yang terpancar darinya, kekuatan yang tampak mengerdilkan kekuatannya sendiri.
"Dia telah mencapai Alam Bintang Bumi kelima," pikir Zhi Hao, pikirannya berpacu. "Kekuatannya jauh melampaui milikku."
Pertarungan telah berlangsung selama berjam-jam, kelincahan Zhi Hao nyaris membuatnya tetap hidup. Dia tahu dia tidak bisa menang dengan kekuatan kasar saja. Dia membutuhkan sesuatu yang lebih, senjata yang bisa menyamai kekuatan Xiao Mandai.
Tiba-tiba, gelombang energi mengalir melalui tubuh Zhi Hao, seolah merespon kekhawatiran.
"Qianlong, pinjamkan aku kekuatanmu!" Zhi Hao berteriak, suaranya dipenuhi dengan rasa mendesak.
Pedang di tangannya berdengung dengan energi, bilahnya berkilauan dengan cahaya biru samar. Zhi Hao merasakan gelombang kekuatan, perasaan tak terkalahkan.
"Teknik Pedang Kilat, tahap pertama - Sambaran Maut!" Zhi Hao mengaum, mengangkat pedangnya tinggi di atas kepalanya.
Hutan tampak menahan napas saat Zhi Hao bersiap untuk melepaskan serangannya. Tangan raksasa itu, masih berayun liar, berhenti sejenak, jari-jarinya yang mengerikan berkedut.
Xiao Mandai, merasakan perubahan di udara, mengeluarkan raungan yang dalam. "Kau pikir kau bisa mengalahkanku?"
Zhi Hao tidak menjawab. Dia hanya fokus pada tugas yang ada, pikirannya jernih, tubuhnya tenang. Dia menyalurkan kekuatan Qianlong, energi kilat mengalir melalui pembuluh darahnya.
Kemudian, dengan kilatan cahaya yang menyilaukan, Zhi Hao menyerang.
Bomb!
Akh!
Udara berdesir dengan energi, lantai hutan bergetar di bawah dampaknya. Bilah Zhi Hao, diresapi dengan kekuatan Qianlong, membelah udara dengan raungan yang memekakkan telinga.
Tangan raksasa itu, lengah oleh serangan tiba-tiba, terbelah menjadi dua. Hutan bergema dengan suara logam yang merobek daging, udara dipenuhi dengan bau darah.
Xiao Mandai, wajahnya mengerut karena amarah, mengaum kesakitan. Dia tidak pernah begitu terhina, tidak pernah begitu dekat dengan kekalahan.
"Kau berani!" dia menjerit, suaranya dipenuhi dengan kebencian.
Pedang Zhi Hao terangkat kembali, berdiri tegak. Dia telah merasakan kemenangan, dan dia tidak akan membiarkannya lepas.
"Kau bisa melakukan ini, Zhi Hao!" Suara Qianlong bergema di benaknya. "Kau adalah Pewaris Dewa Penghancur, aku menyambut takdir kelahiran baru ini.”
Zhi Hao tersenyum lebar, menangkap nada pengakuan dari ucapan Qianlong dan serasa ia telah diangkat menjadi Tuan yang tak terbantahkan. "Serahkan kekuatanku. Akan kugunakan kekuatan Tingkat Ketiga," sahut Zhi Hao dengan tenang namun penuh keteguhan.
Xiao Mandai, yang wajahnya merona padam oleh kemarahan, mendekat dengan langkah berat. Luka menganga di tangannya akibat sabetan pertama Zhi Hao membuktikan keganasan serangan yang ia alami. Dengan dendam yang menggebu, ia menyambut tantangan Zhi Hao yang sudah bersiap di posisi pertarungan.
"Teknik Pedang Kilat Tingkat Ketiga - Penghancur Surga!" teriak Zhi Hao dengan suara menggema.
Swoosh!
Swoosh!
Craz!
Craz!
Craz!
Rentetan bunyi pedang mengiris udara begitu cepat dan tajam, menciptakan ritme kematian yang mematikan. Zhi Hao mengayunkan pedangnya dengan presisi tinggi, mengendalikan setiap alur serangan seperti memainkan orkestra kehancuran yang mengerikan.
Xiao Mandai terperanjat; ia tidak menduga akan serangan yang demikian cepat dan mendalam.
Dalam sekejap, matanya membelalak tak percaya, merasakan sakit yang menjalar di seluruh tubuhnya sebelum ia bahkan sempat berkedip. Tubuhnya berkeping-keping jatuh ke tanah dengan genangan darah dan ketidakpercayaan menghantui jiwanya.
Swoosh!
Tiba-tiba saja Pedang Qianlong itu berubah bentuk menjadi cahaya keemasan dan melesat menuju tubuh Xiao Mandai.
Zhi Hao tidak tahu apa yang dilakukan oleh Qianlong, tidak mengerti juga apa yang diinginkan.
"Apa yang kamu lakukan, Qianlong?" Zhi Hao berteriak, suaranya memecah keheningan malam.
"Aku hanya ingin mengambil jiwanya sebelum ia terbang ke langit. Jiwa adalah konsumsi terbaik bagiku, lebih dari Batu Energi," jawab Qianlong dengan suara dingin yang menggigilkan, sebelum dia berubah menjadi cahaya dan mendekat ke arah Zhi Hao, lalu melingkar di pergelangan tangannya, berubah kembali menjadi gelang seperti asalnya.
Keluar dari Hutan itu, Zhi Hao disambut oleh massa Klan Zhi yang telah lama menunggu dengan hati yang gundah. Kegelisahan mereka berubah menjadi kegembiraan saat mereka mengenali sosok yang muncul. Mereka berduyun-duyun mendekat.
"Tuan Muda, kamu berhasil!" Seru seorang Tetua sambil mendekat dan tanpa menunggu lagi, beberapa orang mulai mengangkat Zhi Hao yang mengangguk tegas. Teriakan pujian dan sanjungan bergema di sekeliling.
“Hidup Tuan Muda Pertama.”
Di kejauhan, Zhi Sao memandang Zhi Hao dengan tatapan penuh kebanggaan. "Andai saja kamu adalah putra kandungku," gumamnya dalam hati, senyum tipis menghiasi bibirnya sebelum dia ikut membaur dalam kerumunan, hatinya dipenuhi kebimbangan dan harapan.
Hari berikutnya.
Angin sepoi-sepoi berhembus di atas atap kediaman Klan Zhi, membawa aroma bunga kamboja yang harum. Matahari sore menyinari langit Linggau, menghasilkan gradasi warna jingga dan ungu yang memesona. Di tengah pemandangan itu, Zhi Sao, kepala Klan Zhi yang disegani, duduk termenung di beranda, tatapannya tertuju pada Zhi Hao.
"Nak, kekuatanmu memang luar biasa. Tapi Kota Linggau sangatlah kecil," kata Zhi Sao, suaranya berat dan penuh makna. "Kamu seperti elang yang terkurung di sangkar. Sayapmu terlalu kuat untuk terbang di langit sempit ini."
Zhi Hao mengerutkan kening. "Ayah, aku tidak mengerti apa maksudmu. Apakah mungkin Ayah mengusirku dari Klan?" tanyanya, suaranya sedikit gemetar.
Menatap Zhi Sao dengan intens mencari maksud yang disembunyikan. Namun tampaknya tidak ada gejolak sama sekali dan dia terdiam untuk beberapa saat.