Arumi harus menelan kekecewaan setelah mendapati kabar yang disampaikan oleh Narendra, sepupu jauh calon suaminya, bahwa Vino tidak dapat melangsungkan pernikahan dengannya tanpa alasan yang jelas.
Dimas, sang ayah yang tidak ingin menanggung malu atas batalnya pernikahan putrinya, meminta Narendra, selaku keluarga dari pihak Vino untuk bertanggung jawab dengan menikahi Arumi setelah memastikan pria itu tidak sedang menjalin hubungan dengan siapapun.
Arumi dan Narendra tentu menolak, tetapi Dimas tetap pada pendiriannya untuk menikahkan keduanya hingga pernikahan yang tidak diinginkan pun terjadi.
Akankah kisah rumah tangga tanpa cinta antara Arumi dan Narendra berakhir bahagia atau justru sebaliknya?
Lalu, apa yang sebenarnya terjadi pada calon suami Arumi hingga membatalkan pernikahan secara sepihak?
Penasaran kisah selanjutnya?
yuk, ikuti terus ceritanya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nadya Ayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 33
Arumi memang sengaja menghindari Narendra. Selain karena kejadian semalam yang membuat dirinya merasa canggung pada pria itu, ia juga tidak ingin Narendra mengetahui jika nanti dirinya pasti akan dimarahi habis-habisan oleh Bu Desi sebab dua hari tidak bekerja.
Saat ini Arumi tengah bersembunyi di balik tembok ruang loker, setelah memastikan Narendra keluar dari area sana, Arumi segera kembali untuk meletakkan tas kerja dan segera mengerjakan pekerjaannya.
“Huh, untung belum ada yang dateng,” gumamnya pelan. Namun, ketika Arumi hendak mengambil peralatan kerjanya, ia tanpa sengaja berpapasan dengan Bu Desi yang pagi ini sudah memberikan tatapan nyalang ke arahnya.
“Arumi! Ikut saya!” Desi berseru dan meminta Arumi mengikuti dirinya menuju pantry.
Arumi sudah was-was, pasalnya ia memang telah melakukan kesalahan dengan pergi dari kantor tanpa izin meskipun untuk cutinya yang kemarin dirinya sudah melapor.
“Duduk!” titahnya tanpa mau dibantah.
Arumi hanya menurut, begitu sampai di pantry, wanita itu segera duduk di kursi yang memang sudah ada di sana.
“Dua hari yang lalu, kamu pergi ninggalin kerjaan kamu begitu saja, ‘kan? Ada beberapa karyawan yang mengatakan kalau kamu pergi dengan Pak Narendra, benar, bukan?” Bu Desi bertanya dengan nada tidak suka pada Arumi.
Jelas saja, wanita itu sangat cemburu karena Narendra bisa mudah akrab dengan Arumi yang jarang sekali bertemu dengannya, sementara dengan dirinya sendiri, Narendra tidak satu kali pun melirik ke arahnya. Padahal dirinya selalu ada untuk pria itu.
“A-anu, s-saya …,”
“Anu, saya, apa? Kalau ditanya, jawab yang bener!” sentaknya dengan nada tinggi.
Wanita itu sangat kesal pada Arumi, terlebih tadi dirinya mendapati jika Narendra sudah mencari-cari Arumi di waktu yang sepagi ini.
“I-itu … kemarin Pak Narendra minta saya buat menemani dia, Bu. Ya, menemani Pak Narendra mencari kado untuk mamanya,” celetuk Arumi asal.
Bohong, bohong dah, lu, daripada aku didamprat, batin Arumi.
“Jangan bohong kamu, Arumi. Ngapain juga mau-maunya ikut? mau keganjenan? sengaja goda Pak Narendra? Kamu jangan macem-macem, ya, Arumi. Saya peringatkan sama kamu untuk tidak lagi pergi ke ruangan Pak Narendra, mengerti!” Wanita itu membentak Arumi hingga membuat Arumi tersentak kaget.
“Hah, tapi kenapa, Bu?” Arumi sungguh tidak tahu maksud wanita di hadapannya saat ini. Wanita itu terlihat seperti tengah cemburu padanya.
Masak iya, Bu Desi suka sama Naren, batinnya dalam hati.
“Nggak usah banyak tanya. Intinya jauhi Pak Narendra kalau kamu masih tetap ingin kerja di sini! Lagipula, bukannya kamu sudah menikah? jadi, jangan kegatelan sama atasan sendiri! Kalau gatel, suruh saja suamimu buat garukin!”
Desi memang belum mengetahui gagalnya pernikahan Arumi dwtngan kekasihnya dan berujung menikah dengan sepupu kekasihnya.
Arumi benar-benar dibuat melongo oleh wanita tambun di hadapannya sebab setelah kejadian di mana dirinya diminta untuk membuatkan kopi untuk Narendra beberapa hari yang lalu, wanita itu berubah sangat ketus padanya. Padahal sebelumnya Desi cukup baik pada dirinya.
“B-baik, Bu,” jawab Arumi yang sudah tidak ingin disembur lagi.
“Ya, udah, balik kerja sana. Ingat ucapan saya tadi. Jangan dekati Pak Narendra, mengerti!”
“Mengerti, Bu.” Arumi segera berlalu dari hadapan Desi.
Ia pikir Desi akan memarahinya karena kedapatan bahwa dirinya bolos bekerja. Akan tetapi, ia tidak menyangka, jika Desijustru marah padanya sebab dirinya kini sering berinteraksi dengan Narendra yang pada dasarnya adalah suaminya sendiri.
Fix, sih, ini. Dia pasti suka sama Naren, batinnya menduga.
***
Sudah dua hari ini Vino berada di apartemen Karina, kekasihnya. Keduanya terlihat begitu romantis selayaknya pasangan suami istri yang tengah merasakan perasaan menggebu-gebu dengan saling memadu kasih.
Perasaan kusut dan semrawut yang sebelumnya mendarat di kepala Vino kini seakan lenyap ketika ia tiba di apartemen dan mendapati kekasihnya telah siap memanjakan dirinya dan juga adik kecilnya.
“Terima kasih sudah memanjakan dia dua hari ini, Sayang,” ucap Vino melirik sesuatu yang menyembul di antara kedua pahanya dan turut mendaratkan kecupan basah di leher sang kekasih.
“Semua untukmu, Sayang… .” jawab Karina tersenyum manis.
Saat ini keduanya masih dalam keadaan polos tanpa busana sebab baru saja menyelesaikan pagi panas bersama. Selama dua hari ini Karina benar-benar dijadikan budak oleh Vino untuk menghilangkan emosinya yang sempat meluap-luap. Pria itu tidak membiarkan wanitanya beranjak dari atas kasur selain ke kamar mandi serta mengisi perutnya yang lapar akibat aktivitas panas mereka.
“Hari ini aku akan pulang. Kamu baik-baik di sini dan jangan bertingkah atau aku akan menghukummu, mengerti!” ancam Vino membuat Karina semakin merapatkan tubuhnya pada sang kekasih.
“Kalau hukumannya seperti semalam, sepertinya aku akan memilih untuk membuat masal~ahhh~ Sayangh,” Karina mende sah pelan kala tangan besar kekasihnya mencubit puncak gunung miliknya.
Wanita itu bak jala*ng yang haus akan sentuhan. Terus menggoda hingga membuat Vino kembali bangun dan langsung menerkamnya.
Karina adalah seorang aktris pendatang baru. Dirinya akan melakukan banyak hal untuk mempertahankan eksistensinya di dunia hiburan agar namanya semakin dikenal banyak orang. Ia juga rela menjadi kekasih gelap ataupun simpanan agar pundi-pundi uangnya semakin menggunung.
Sebelum mendekati Vino, wanita itu juga pernah mendekati Narendra. Namun, sayang seribu sayang sebab Narendra sama sekali tidak tertarik padanya dan malah terang-terangan menolak kehadirannya. Hingga dirinya bertemu dengan Vino, seorang cucu dari pengusaha real estate terkenal di Indonesia. Bak gayung bersambut, niatnya untuk mendekati Vino diterima dengan tangan terbuka sebab sebelumnya pria itu ternyata sudah menaruh hati padanya.
“Aahh~” Desa*han panjang mengakhiri kegiatan pagi panas keduanya.
“Thank you, Baby.” Vino mendaratkan kecupan pada kening sang kekasih.
Vino segera beranjak dari atas kasur. Meraih kimononya dan berlalu ke kamar mandi, meninggalkan Karina yang sedang menggelepar lemas di atas kasur sendirian.
Drrt
Drrt
Terdengar suara getaran dari ponsel Vino yang tergeletak di atas nakas. Panggilan berupa video itu rupanya dari sang papa yang kembali menghubunginya setelah satu jam yang lalu sudah meneleponnya.
Vino masih berada di kamar mandi, membuat Karina yang merasa berisik pun meraih ponsel itu dan hendak dimatikan. Namun, bukannya mematikan, Karina justru menerima panggilan dari papa kekasihnya.
Glek!
Di seberang sana, Bastian yang hendak memarahi putranya menjadi urung. Pria paruh baya itu justru menelan salivanya dengan kasar. Pemandangan yang dihasilkan dari panggilan video putranya menampilkan gundukan bulat yang terlihat begitu ranum dan menggoda.
Sepertinya Karina tidak menyadari akan hal itu, ponsel yang masih ada di tangannya dengan kamera menghadap ke arahnya membuat pria di seberang sana menegang bukan main.
“Ehem!” Bastian berdeham keras.
Karina yang semula menutup matanya seketika terbelalak kaget. Suara itu jelas bukan milik Vino sebab suaranya terlihat berbeda. Namun, ketika pandangannya beralih pada ponsel kekasihnya, ia sangat terkejut ketika mendapati Bastian tengah menatap lapar ke arahnya.
“O-om?” Suara terkejut Karina seakan menjadi suara desa*han yang begitu menggoda.
Bastian mengerlingkan matanya. “Kau berniat menggodaku, Nona?”
“Tentu saja, tidak, Om. Maaf,” ucap Karina. Namun, entah sengaja atau tidak, wanita itu tidak segera menutupi tubuhnya yang polos.
“Jangan berbohong! Kalau tidak, mana mungkin kamu masih dalam keadaan polos sekarang. Mau menghabiskan malam bersamaku, Nona?”
“Jangan seperti itu, Om. Aku kekasih putramu, Vino!” gertak Karina. Namun, wanita itu merasa begitu tersanjung alih-alih terhina akan ajakan Bastian.
“Sudahlah … besok malam, Om, akan kirimkan alamatnya dan kamu harus datang, mengerti! Oh, iya, beritahu Vino, suruh dia pulang sekarang!”
“B-baik, Om,” jawab Karina.
Karina menyunggingkan senyum bahagianya karena bisa menggaet anak sekaligus papanya secara bersamaan. Itu berarti ATM berjalannya akan kembali bertambah.
“Siapa, Sayang?” tanya Vino yang baru saja keluar dari kamar mandi.
Karina yang semula tersenyum manis, kini segera berdeham dan meletakkan kembali ponsel Vino ke atas nakas. Ia merubah ekspresi wajahnya seolah tidak pernah terjadi apa-apa antara dirinya dengan papa kekasihnya.
“Tadi, papamu telpon. Kamu disuruh cepat-cepat pulang."
Karina berucap dengan tenang sembari turun dari ranjang dengan keadaan masih polos. Dikecupnya sang kekasih kemudian berlalu masuk ke kamar mandi.