Karena jebakan dari sahabatnya membuat Naya dituduh telah tidur dengan Arsen, seorang bad boy dan ketua geng motor. Karena hal itu Naya yang merupakan anak dari walikota harus mendapat hukuman, begitu juga dengan Arsen yang merupakan anak konglomerat.
Kedua orang tua mereka memutuskan untuk menikahkan mereka dan diusir dari rumah. Akhirnya mereka hidup berdua di sebuah rumah sederhana. Mereka yang masih SMA kelas dua belas semester dua harus bisa bertahan hidup dengan usaha mereka sendiri.
Mereka yang sangat berbeda karakter, Naya seorang murid teladan dan pintar harus hidup bersama dengan Arsen seorang bad boy. Setiap hari mereka selalu bertengkar. Mereka juga mati-matian menyembunyikan status mereka dari semua orang.
Apakah akhirnya mereka bisa jatuh cinta dan Naya bisa mengubah hidup Arsen menjadi pribadi yang baik atau justru hidup mereka akan hancur karena kerasnya kehidupan rumah tangga di usia dini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puput, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 7
Sampai pelajaran pertama dimulai, Arsen tak juga masuk ke dalam kelas. Naya beberapa kali melihat bangku Arsen yang ada di belakang paling pojok.
Ngapain gue mikirin Arsen. Biarin aja dia mau bolos kek atau apa. Terserah.
Setelah pelajaran selesai dan waktunya istirahat, barulah Naya tahu jika Arsen sedang dihukum berdiri di depan tiang bendera sambil hormat.
"Ada masalah apa? Tumben mereka berdua dihukum."
"Denger-denger mereka berantem.
"Mereka kan temenan."
"Gak tahu. Ada konflik internal mungkin."
Beberapa teman yang melihat mereka terus bergosip. Naya tak peduli dengan Arsen. Dia berlenggang menuju toilet. Sebenarnya dia sudah lapar tapi dia tahan, karena mulai sekarang dia harus berhemat.
"Nay, ke kantin yuk?" ajak Rani setelah mereka keluar dari toilet.
Naya menggelengkan kepalanya. "Lo aja yang ke kantin. Gue gak ikut."
"Naya, ayo gue traktir. Selama ini lo baik banget sama gue, sekarang gantian gue yang bantu lo. Yuk!"
Naya akhirnya menganggukkan kepalanya. Mereka berdua berjalan menuju kantin. Setelah sampai di kantin Naya mengambil satu roti saja.
"Gak mau mie ayam aja?" kata Rani sambil memesan mie ayam.
Naya menggelengkan kepalanya lalu dia duduk bersama Rani yang sudah membawa semangkok mie ayam. "Nay, mau gak?"
Naya menggelengkan kepalanya lagi. "Lo makan aja gak papa. Gue makan ini aja. Makasih ya."
"Iya, gak usah sungkan sama gue."
Beberapa saat kemudian ada Arsen yang duduk di sebelah Naya sambil meletakkan bakso dan es jeruk di atas meja. Tubuhnya berkeringat setelah berdiri di bawah terik matahari selama hampir tiga jam.
"Ngapain lo duduk sini!"
"Gak ada tempat lain!" Arsen memakan baksonya. Dia melirik Naya yang hanya memakan satu roti kecil. Kemudian dia berdiri dan meninggalkan makanannya beberapa saat.
Dia kembali dan meletakkan semangkok bakso di depan Naya lengkap dengan satu gelas es jeruk.
"Apa ini?"
Rani hanya terdiam sambil menatap interaksi mereka berdua.
"Buat lo."
"Gak usah sok care."
Arsen mendekatkan dirinya dan membisikkan sesuatu pada Naya. "Kalau lo mau tanggung jawab gue, ya ini termasuk bentuk tanggung jawab gue buat lo."
Seketika Naya mendorong Arsen agar menjauh. Kemudian dia memakan bakso itu. Tak butuh waktu lama semangkok bakso dan es jeruk itu telah tandas.
Rani semakin tersenyum. "Kalian lucu ya. Kalau dilihat-lihat kalian cocok loh."
"Enggak!" jawab mereka secara bersamaan.
"Tuh kan, sehati lagi!"
Tiba-tiba Tika menyahuti perkataan Rani. "Gimana gak sehati? Kan udah seranjang."
"Tika, jaga mulut lo!" Naya berdiri dan menuding Tika.
Tika hanya tersenyum miring. "Kalian berdua boleh mengelak, tapi fakta pasti akan terungkap."
Naya berdiri dan menghentakkan kakinya keluar dari kantin sebelum masalah semakin panjang dan berita itu menyebar.
"Tika, sekali lagi lo menyebar gosip itu, lo berurusan sama gue!" Arsen mengancam Tika karena sepertinya Tika benar-benar akan menghancurkan Naya.
Kemudian dia juga keluar dari kantin.
Tika hanya tersenyum miring. Tunggu saja tanggal mainnya.
...***...
Saat mata pelajaran terakhir, tiba-tiba Naya merasakan nyeri di perutnya.
Kenapa tiba-tiba perut aku nyeri gini. Kayaknya waktunya tanggal merah. Aduh, gue lupa belum beli pembalut.
Sampai pelajaran berakhir, Naya hanya berdiam diri. Bahkan beberapa temannya juga sudah keluar dari kelas karena sudah waktunya pulang.
"Nay, ayo pulang," ajak Rani.
"Iya, lo duluan aja."
"Nanti kalau ada waktu gue tanyain ya sama Rangga." kata Rani.
"Iya, tapi kalau ada di tempat lain aja ya."
"Oke. Ya udah gue duluan ya." Rina melambaikan tangannya dan keluar dari kelas.
Naya menghela napas panjang lalu dia berdiri dan melihat pan tat nya. "Tuh kan tembus."
Sepertinya Naya tak menyadari jika masih ada Arsen yang duduk di bangkunya. Arsen berdiri dan melepas jaket yang baru saja dia pakai lalu dia mendekati Naya dan melingkarkan jaketnya di pinggang Naya.
"Eh." Naya sangat terkejut. Dia kini menatap Arsen sambil mengerutkan dahinya.
"Pulang sama gue. Gue tunggu di samping sekolah."
Tidak ada pilihan lain. Dia ingin cepat sampai di rumah. Akhirnya dia mengikuti langkah Arsen beberapa meter di belakangnya sambil memegang perutnya yang terasa nyeri.
Naya melihat sekitar tempat itu terlebih dahulu sebelum naik ke boncengan Arsen.
"Ayo," kata Arsen karena Naya tak juga naik ke boncengannya.
"Iya sabar." Naya akhirnya naik ke boncengan Arsen dan beberapa saat kemudian motor Arsen segera melaju.
Naya semakin memegangi perutnya. Bahkan keringat dingin sudah mengalir di pelipisnya. Ditambah motor ninja Arsen yang sangat tidak nyaman untuknya seolah membuatnya akan terjatuh saja dari motor.
"Ar, pelan-pelan!" teriak Naya.
"Makanya pegangan!"
Akhirnya Naya memegang pinggang Arsen karena Arsen melajukan motornya semakin kencang. Dia sudah terbiasa menjadi penguasa jalanan, tidak bisa jika harus melajukan motornya pelan.
Setelah sampai di depan rumah, Naya turun dari motor dengan lemas lalu mengunci pintu. Setelah membuka pintu dia masuk ke dalam rumah lalu melempar tubuhnya di atas sofa sambil meringkuk memegangi perutnya.
Kenapa nyeri sekali? Biasanya gak kayak gini. Mungkin ini efek aku stres dan sering telat minum.
Arsen masuk ke dalam rumah dan melihat Naya yang sedang meringkuk dengan wajah pucatnya.
"Lo kenapa?" tanya Arsen sambil berjongkok. "Gak usah nakutin gue lo!"
"Biasa cewek. Udah lo pergi sana!"
Arsen berdiri dan berdengus kesal. "Beli obat apa? Biar gue beliin."
Naya menggelengkan kepalanya. "Gak usah!"
Arsen memakai kembali helmnya yang baru saja dia lepas. Lalu dia keluar dari rumah dan menutup pintu. "Ke apotek atau ke minimarket?" Arsen menaiki motornya. "Cari yang paling deket ajalah. Dasar, cewek!"
Meskipun Arsen terus menggerutu tapi dia tetap membelikan keperluan Naya. Dia kini menghentikan motornya di minimarket biru. Sebenarnya dia malu membeli perlengkapan wanita tapi tidak ada pilihan lain. Bagaimanapun juga dia masih punya hati.
Dia masuk ke dalam minimarket itu dan ke deretan pembalut. Banyak pilihan, yang membuatnya pusing. Tapi dia pilih merk yang sering muncul di televisi saja dan tentu yang kemasan besar.
Beberapa perempuan yang melihatnya berbisik-bisik saat melihat seorang Arsen yang cool belanja pembalut. Rasanya dia ingin lenyap saja dari muka bumi ini.
Setelah itu dia menuju kasir dan membayarnya.
"Tambah apa lagi, Kak?" tanya kasir itu sambil tersenyum.
Arsen sampai terlupa jika dia juga harus membeli pereda nyeri. "Ada obat pereda nyeri itu... Hmm.." Arsen menggaruk rambutnya sesaat.
Kasir itu tersenyum dan mengambilkannya untuk Arsen. "Ada obat ini sama ada jamu juga. Bisa meredakan nyeri."
"Dua-duanya saja. Ini pesanan kakak perempuan aku sama tambah rokok ya Mbak," kata Arsen sambil tersenyum kaku.
Setelah selesai membayar, Arsen keluar dari minimarket itu. Dia menghela napas panjang dan melihat isi dompetnya yang tinggal tiga lembar uang berwarna merah saja. "Aduh, uang gue menipis. Gimana kalau bensin gue habis. Nanti biar gue lihat jadwal buat balapan lagi."
Arsen menaiki motornya dan kembali pulang.
💕💕💕
.
Like dan komen ya... 🤭
Btw salut buat Arsen krn dah berani jujur.
Wah....