Gema Tangkas Merapi, siswa tampan dan humoris di SMA Gajah Mada, dikenal dengan rayuan mautnya yang membuat banyak hati terpesona. Namun, hatinya hanya terpaut pada Raisa Navasya, kakak kelas yang menawan. Meski Gema dikenal dengan tingkah konyolnya, ia serius dalam mengejar hati Raisa.
Setahun penuh, Gema berjuang dengan segala cara untuk merebut hati Raisa. Namun, impiannya hancur ketika ia menemukan Raisa berpacaran dengan Adam, ketua geng sekolahnya. Dalam kegalauan, Gema disemangati oleh sahabat-sahabatnya untuk tetap berjuang.
Seiring waktu, usaha Gema mulai membuahkan hasil. Raisa perlahan mulai melunak, dan hubungan mereka akhirnya berkembang. Namun, kebahagiaan Gema tidak berlangsung lama. Raisa terpaksa menghadapi konsekuensi dari pengkhianatannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon keisar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hari
Raisa membuka matanya saat sinar matahari pagi menyelinap melalui celah-celah tirai kamar. Dengan gerakan lambat, dia mengucek matanya yang masih terasa berat.
Setelah meraba-raba mencari ponselnya di samping bantal, layar menyala dan mengejutkannya. Notifikasi dari satu kontak mendominasi layar: Adam.
Adam: 9 panggilan tak terjawab
Raisa buru-buru mengetik pesan untuk Adam.
...Adam❤️...
^^^Raisa:^^^
^^^Pagi, Daaam.^^^
Tak butuh waktu lama, balasan Adam muncul di layar.
Adam❤️:
Pagi juga. Kamu ngapain aja semalem? Aku telponin terus, nggak diangkat-angkat.
Raisa menarik napas panjang sebelum membalas.
^^^Raisa:^^^
^^^Aku ada urusan, terus pas selesai, langsung tidur. Capek banget.^^^
^^^Oh iya, Dam, kamu nggak usah nganterin aku hari ini.^^^
Adam❤️:
Kenapa
^^^Raisa:^^^
^^^Gak apa-apa, lagi pengen sendiri aja.^^^
Adam❤️:
Hmm... yaudah. Jangan lupa sarapan, ya. Nanti kamu nggak ada tenaganya. Hari ini kan ada pelajaran Mtk.
^^^Raisa: ^^^
^^^Iya, iya^^^
Raisa mematikan ponselnya dan melemparkannya dengan lembut ke atas ranjang. Dia menghela napas lagi, kali ini lebih dalam, seakan mencoba mengumpulkan energi sebelum akhirnya bangkit dan berjalan menuju kamar mandi.
Di sisi lain, Gema terbangun saat aroma masakan menyusup ke kamarnya. Dengan mata yang masih berat, dia memaksa diri untuk bangun, lalu melirik jam di atas nakas kayu di samping tempat tidur.
Pukul 06.00.
Gema menghela napas, duduk di tepi kasur sambil mencoba mengumpulkan kesadaran. Matanya menyapu ruangan, barulah ia menyadari bahwa pintu kamarnya terbuka lebar. Dengan kepala yang masih terasa berat, ia berjalan perlahan menuju pintu dan menutupnya.
Setelah itu, ia melangkah ke kamar mandi dan membasuh wajahnya dengan air dingin, membantu mengusir kantuk yang masih menyelimuti pikirannya.
Ia berjalan keluar dari kamarnya, lalu menuruni tangga. Di ujung tangga, Gema mengernyitkan dahi ketika melihat sosok punggung yang tidak asing baginya.
“Kak Raisa?” panggil Gema tanpa sadar.
Raisa berbalik dan tersenyum manis.
“Good morning,” sapanya.
“Good morning juga,” jawab Gema, sambil berlari kecil menghampiri Raisa.
“Kak Raisa lagi ngapain?” Gema menatap beberapa bahan masakan yang sedang Raisa potong.
“Lagi masakin sarapan buat kamu,” jawab Raisa sambil tersenyum lagi.
Pipi Gema memerah, jantungnya berdetak lebih cepat. "Bangsat, gua harus dapetin orang setulus Kak Raisa, kalo bukan jodoh gua," batin Gema.
Berusaha menenangkan diri, Gema berkata, “Hm, kalau gitu gua mau mandi dulu.” Ia berbalik badan dan berjalan menuju tangga.
“Ngapain?” tanya Raisa.
“Mau mandi lah, Kak, siap-siap sekolah,” jawab Gema dengan santai.
“Nggak boleh, kamu masih sakit, Gem,” ujar Raisa tegas.
“Gua nggak apa-apa, Kak,” jawab Gema santai.
Raisa menghentikan kegiatannya, berjalan mendekati Gema, lalu meletakkan tangannya di kening Gema.
“Badan kamu masih hangat. Kamu juga baru aja dipukulin, badan kamu butuh istirahat,” ujar Raisa dengan nada khawatir.
“Ya elah, Kak, nanti siang pasti turun panasnya. Besok gua juga udah sehat,” sahut Gema dengan nada meyakinkan.
“Udah, ah, entar telat,” tambah Gema, mencoba mengakhiri percakapan.
Raisa menahan pundak Gema ketika pemuda itu hendak melanjutkan langkahnya. “Sekarang aku tanya, emangnya kamu kuat berangkat sekolah sambil mikirin pelajaran?” tanya Raisa dengan serius.
“Kuatlah, Kak. Liat lu mesra-mesraan sama Bang Adam aja gua kuat, mikirin pelajaran cuma ecek-ecek,” jawab Gema dengan sedikit bercanda. Raisa seketika terkekeh kecil mendengar itu.
“Yaudah mandi sana, selesai mandi langsung makan terus minum obat.”
15 menit kemudian, masakan Raisa sudah jadi. Bersama dengan Gema yang sudah rapi memakai seragamnya, mereka akhirnya makan bersama, membicarakan banyak hal yang lucu-lucu.
......................
Di sekolah, saat jam istirahat, Gema, Dava, Kian, dan Tara duduk di kelas yang kosong. Mereka asyik mengobrol, sesekali tertawa, meski Gema menyembunyikan rasa sakit di kepalanya yang masih berdenyut.
“Demi apa?! Lu beneran tidur satu kas-” Dava tak menyelesaikan ucapannya karena Gema menendangnya di bawah meja.
“Aduh! Ampun, ampun,” Dava menyerah.
“Gua beda kamar lah! Ya kali satu kasur. Ntar gua khilaf, panjang lagi urusannya,” ucap Gema dengan nada bercanda. Mereka tertawa bersama.
“Kok Kak Raisa mau ya nemenin lu sampe sembuh,” bingung Kian.
“Gua jadi makin bingung sama Kak Raisa, sebenernya pacarnya Bang Adam atau elu sih?” tambah Dava dengan cengiran lebar.
“Au,” ucap Gema acuh, tapi ada rasa perih di hatinya.
“Eh, si Raka udah lu bales pukul?” tanya Dava lagi.
Gema hanya menggeleng.
“Nah, pas banget, gua lagi pengen mukulin orang nih, gua ke kelas Raka dulu ya,” Dava bangkit dari kursinya, terlihat serius.
Seketika Gema dan Kian menahan Dava. “Udah Dav, gak usah dibales, ntar masalahnya merembet kemana-mana,” ucap Gema.
“Bener tuh, kalo kata Gema mah 'biar Allah yang bales' , biarin Dav,” tambah Kian.
Dava akhirnya melunak, ia kembali ke tempatnya, meski masih terlihat kesal.
Gema beralih ke Tara yang terlihat masam. “Lu kenapa Tar?” tanyanya.
Dava dan Kian ikut mengalihkan perhatian ke Tara.
“Sariawan lu?” tanya Kian.
Tara menggeleng dan menghela napas panjang. “Andra lagi marah sama gua,” ucap Tara sembari memberikan wajah sedih.
Gema, Dava, dan Kian langsung kaget. Dava dan Kian saling pandang, kemudian balik menatap Tara yang masih sedih.
“Marah kenapa?” tanya mereka berbarengan.
Tara menundukkan kepalanya, menatap lurus ke depan. “Katanya gua terlalu dingin sama dia. Andra sampe kesel dan marah sama gua gara-gara gua nggak peka, padahal kan ini gua,”
“Gak peka kayak gimana?” tanya Gema.
“Kemaren, gua sempet nyari makan sebelom nganterin dia ke rumah. Gua nanya ke dia mau makan apa, katanya terserah,” ucap Tara.
“Kebiasaan cewek,” Kian mengangguk penuh pengertian.
“Gua akhirnya bawa ke sate di mesjid deket rumah gua, tau kan?” mereka bertiga mengangguk. “Udah enak, murah lagi, pas selesai makan dan sampe rumah, dia kayak gini,”
Tara beranjak dari tempatnya, ia menghentakkan kakinya dengan kesal. "Gak ngerti iii," ucap Tara sembari berjalan, menirukan langkah Andra yang penuh amarah.
Seketika ketiga sahabatnya langsung tertawa terbahak-bahak ketika membayangkan wajah ekspresi Andra dan Tara saat itu terjadi.
Mereka bahkan sampai terpingkal-pingkal, membuat suasana kelas yang kosong itu menjadi ramai oleh suara tawa mereka.
Tara kembali ke tempat duduknya, masih dengan senyum lebar di wajahnya. "Katanya terserah, tapi pas gua bawa ke tempat sate malah kayak gitu. Aneh banget tuh Andra Cahya Nabila."
"Makanya, jangan terlalu dingin. Lu harus peka dikit, Tar. Lu harus tahu kesukaan Andra apaan kalau soal makan, atau barang kesukaannya," ucap Gema sambil menepuk bahu Tara dengan ringan.
"Terus kalau lu nanya dan dia jawab 'terserah', langsung bilang aja, 'beh, kamu pikir aku akinator? Bisa nebak apaan yang kamu mau?' Gitu." ucap Gema setengah bercanda.
Dava mengangguk setuju sambil menambahkan, "Lu jangan terlalu kaku, Tar. Kak Andra itu kan pacar lu. Dia pasti pengen dimanja, dibeliin barang-barang yang dia suka, kayak parfum."
Tara menghela napas panjang sebelum berkata, "Parfum termurah yang dia suka itu sejuta, Dav. Lu kira murah?"
Ucapan Tara langsung membuat Dava terdiam, kehilangan kata-kata. "Gak usah parfum. Tar, gua yakin 100% kalau hal yang paling diinginkan Kak Andra dari lu itu adalah perhatian lu. Lu nggak mau kan, kalau Kak Andra direbut orang lain?" Gema menatap Tara serius.
Tara menggeleng lemah, menyadari betul apa yang dikatakan Gema itu benar. "Yaudah, sekarang samperin pacar lu itu, minta maaf! Terus ubah diri lu sedikit demi sedikit," lanjut Gema, menegaskan.
"Otak lu lancar juga, Gem, kalau urusan percintaan. Cuman sayang aja," Dava tiba-tiba menggantungkan ucapannya, membuat Gema penasaran.
"Sayang kenapa?" tanya Gema dengan alis yang sedikit terangkat.
"Sayang lu terlalu cinta mati sama Kak Raisa, sampai lu nolak tembakan dari para betina yang suka sama lu. Berapa total cewek yang udah lu tolak?" Dava melirik Gema dengan tatapan menggoda.
Gema tertawa kecil sebelum menjawab, "Kalau cuma cewek dan beberapa yang masih nembak, sekitar 216. Kalau nambah yang cowok, 226."
Dava dan Kian langsung mengerutkan dahi mereka, tak percaya dengan angka yang disebutkan Gema. "What the f-"
Baru saja kata-kata bijak keluar dari mulut Dava dan Kian, Tara beranjak dari tempat duduknya, memotong ucapan mereka.
"Mau kemana lu?" tanya mereka bertiga hampir serempak.
"Kantin. Minta maaf ke Andra," jawab Tara singkat, tanpa ragu.
"Ikut!" seru mereka bertiga sambil berlari kecil menghampiri Tara yang sudah berada di ambang pintu kelas.
Gema yang baru saja berdiri, tiba-tiba merasakan sakit yang menusuk seluruh kepalanya. Ia memegangi kepalanya sambil bergumam dalam hati, "Bangsat! Kenapa sekarang sih, anjing-anjing."
Tapi ketika Dava memanggilnya, "Woy, Gem!" rasa sakit itu seketika menghilang. Gema langsung melangkah cepat, berusaha menyusul ketiga sahabatnya yang sudah lebih dulu keluar kelas.
Meski rasa sakit tadi masih sedikit terasa, Gema tetap memaksakan diri untuk berjalan cepat, berjalan bersama sahabat-sahabatnya.
......................
bagus kok nevelmu
aku suka