Adinda Khairunnisa gadis cantik yang ceria, yang tinggal hanya berdua dengan sang ayah, saat melahirkan Adinda sang bunda pendarahan hebat, dan tidak mampu bertahan, dia kembali kepada sang khaliq, tanpa bisa melihat putri cantiknya.
Semenjak Bundanya tiada, Adinda di besarkan seorang diri oleh sang ayah, ayahnya tidak ingin lagi menikah, katanya hanya ingin berkumpul di alam sana bersama bundanya nanti.
Saat ulang tahun Adinda yang ke 17th dan bertepatan dengan kelulusan Adinda, ayahnya ikut menyusul sang bunda, membuat dunia Adinda hancur saat itu juga.
Yang makin membuat Adinda hancur, sahabat yang sangat dia sayangi dari kecil tega menikung Adinda dari belakang, dia berselingkuh dengan kekasih Adinda.
Sejak saat itu Adinda menjadi gadis yang pendiam dan tidak terlalu percaya sama orang.
Bagaimana kisahnya, yukkk.. baca kisah selanjutnya, jangan lupa kasih like komen dan vote ya, klau kasih bintang jangan satu dua ya, kasih bintang lima, biar ratingnya bagus😁🙏🙏🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon devi oktavia_10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22
"Waahhh.... keknya kita bikin cafe kekinian kaya gini juga bagus kali ya!" pekik Adinda ke girangan, saat mereka mendatangi sebuah Cafe.
"Apa lagi menu yang kita jual juga murah meriah, bisa di jangkau sama anak anak sekolah dan kalangan menengah bawah, tambah meken lagi." sahut Lusi.
"Bikin teman indoor out door gitu lebih bagus." Sita.
"Sediain tempat bermain anak juga, biar anak anak betah di sini, ngak gangguin orang tua mereka, kan ibu ibu sekarang ada acara arisan arisan gitu, jadi kita sediain taman bermain, biar bocah bocah pada anteng." ujar Rini.
"Di tambah Wifi gratis, beuhhh..... makin mantap ini mah." ujar Sita lagi.
"Ide kalian sangat menarik, nantilah kita aku hubungi om Rio, untuk mencari tempat yang strategis, kita kan kurang paham daerah sini, kita butuh bantuan dia." ujar Adinda.
"Hah... Rasanya sudah ngak sabar untuk buka cafe Din, aku ngak enak loh bergantung hidup sama kamu terus." gumam Rini.
"Ck, mikir apa sih kamu, ngak usah merasa ngak enak, kita bukan hanya sekedar teman, tapi saudara, sudah sewajarnya kita saling bantu." omel Adinda.
"Iya sih, tapi. Ngak ngegantungin semua semua di penuhin sama kamu juga Din, ini mulai dari yang besar sampai yang kecil kamu yang mepenuhi." ujar Sita, sebenarnya dia ingin membantu sedikit, namun di larang oleh Adinda, semua kebutuhan selalu redi di rumah mereka, saat belanja kebutuhan untuk kuliah, di bayar semua oleh Adinda, uang mereka cukup simpan saja untuk kebutuhan mendadak mereka.
"Udahlah, kalian nikmati aja, selagi ada, kenapa repot sih, yang penting kalian kuliah yang benar, dan dapat kerajaan yang baik, atau buka usaha nantinya, perlihatkan sama mereka yang merendahkan kalian, kalian bisa maju tanpa mereka." ujar Adinda, dia tidak ingin teman temannya terbebani masalah uang saat kuliah, biarlah mereka hanya memikirkan masalah kuliah saja, lagian dia tidak merasa terbebani, dengan segitu banyak harta yang dia punya saat ini, anggap saja sebagai sedekah, dari pada dia bersedekah ke tempat lain, belum tentu di pergunakan dengan baik, klau ini jelas terlihat di depan mata, mereka makan dan gunakan untuk biaya kuliah, dia pun merasa senang.
"Din, kamu baik banget sih, keluarga kami aja ngak perduli tentang kami, tapi kamu." gumam Lusi tercekat, dengan mata berkaca kaca, dia memang salah satu yang tidak mendapatkan perhatian dari orang tua kandungnya, mau susah atau senang, sudah makan atau tidak, orang tuanya benar benar sudah lupa mempunyai seorang anak, demi kesenangan mereka sendiri.
"Din, sumpah, kami tuh, beruntung banget bisa kenal kamu dan ayah Din, tanpa kamu, aku pun belum tentu bisa lanjut kuliah, mungkin saja dari kemarin aku sudah putus sekolah, namun karena kebaikan ayah kamu, aku bisa lanjut sekolah sampai selesai, dan kini, aku kuliah berkat kamu Din, makasih banget Din, bahkan keluarga ku kamu tampung di rumah kamu, orang tua aku kamu bukakan usaha Din, aku ngak tau cara membalas budi ke kamu." ujar Rini terisak, dia memang yang paling banyak di bantu oleh Adinda.
"Iya Din, aku dulu suka di bully orang, tidak ada yang mau berteman sama aku, tapi, tiba tiba kamu datang, dan orang pertama yang mau berteman dengan ku, kamu juga yang merubah penampilan aku yang culun di masa itu, hingga tidak ada satu orang pun lagi yang berani membully ku, sekarang mereka ingin berteman dengan aku." ujar Sita.
"Kami sangat beruntung, dan berhutang budi sama kamu Din, kami ngak tau mau balas pakai apa." ujar Lusi.
"Sudah, sudah. Kenapa jadi melow gini sih, yukkk makan, itu makanannya sudah dingin loh." putus Adinda, dia paling ngak suka klau teman temanya sudah bawa bawa hutang budi, lagian dia membantu teman temannya ikhlas kok, karena dia merasa mampu untuk membantu mereka, masa dia berpangku tangan melihat teman temannya kesusahan, itu bukan Adinda orangnya.
Akhirnya mereka makan dengan hikmat, tanpa ada drama lagi, mereka sebenarnya tau. sahabat mereka itu tidak nyaman klau sudah bawa bawa si budi, namun mereka ngak bisa klau ngak bawa bawa si budi, terlalu banyak yang sudah di lakukan oleh sahabat mereka itu dalam hidup mereka, mereka berjanji akan selalu menjaga dan melindungi Adinda sampai nanti.
"Kita jadi ke bundaran HI?" ujar Adinda.
"Jadi dong, penasaran aku tuh, benaran cantik ngak sih." ujar Rini penuh semangat.
"Iya, kita malam mingguan di sana." kekeh Sita.
"Gas keun lah, dari pada si Rini nyinyir mulu." kekeh Lusi, di sambut dengan tatap maut oleh Rini, gimana ngak, padahal semua juga heboh pengen melihat suasana HI di malam hari, maklum semenjak sampai di jakarta mereka belum ada kemana mana, masih sibuk mengurus masalah kuliah.
"Besok pagi kita ke senayan ya, ikut joging di sana." pinta Sita.
"Laksanakan lah, mumpung masih senggang, kapan lagi ya ngak." ujar Adinda.
"Masih ada waktu libur, kita senang senang dulu lah, nanti pas kuliah, susah lagi buat jalan jalan." ujar Rini dan di anggukin sama yang lainnya.
Bersambung.....