Di hancurkan berkeping-keping oleh suaminya dan juga ibu mertuanya, kehidupan Laras sangat hancur. selain harus kehilangan anak keduanya, Laras di serang berbagai ujian kehidupan lainnya. Putranya harus di rawat di rumah sakit besar, suami mendua, bahkan melakukan zina di rumah peninggalan orantuanya.
Uluran tangan pria tulus dengan seribu kebaikannya, membawa Laras bangkit dan menunjukkan bahwa dirinya mampu beejaya tanpa harus mengemis pada siapapun. Akan dia balaskan semua rasa sakitnya, dan akan dia tunjukkan siapa dirinya yang sebenarnya.
Sehebat apa luka yang Laras terima? apakah dia benar-benar membalaskan rasa sakitnya?
Yuk simak terus ceritanya sampai habis ya 🤗🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reni mardiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Matre?
Malam hari.
Baru saja Laras selesai mengobati punggungnya, dia juga mengistirahatkan badannya yang terasa ngilu. Malam ini Langit tidur bersama Elsa, gadis kecil itu terus merengek meminta Aiman untuk mengantarkannya ke rumah Laras. Sejak kembali dari kota kelahirannya, Laras menatap lurus kearah depan dengan bayangan-bayangan masa lalu yang masih seringkali menghantuinya.
DUG! DUG! DUG!
Dari arah luar terdengar suara pintu di gedor dengan keras, Laras terperanjat sehingga lamunannya buyar berganti dengan jantung berdebar. Dilihatnya, jam menunjukkan pukul 10 malam. Entah siapa yang tengah menggedor pintu rumahnya, takut anak-anak bangun Laras pun berjalan menuju jendela yang mengarah ke luar, lebih tepatnya di samping pintu utama.
"Laras! Keluar kamu! Keluar kau pencuri." Pekik Seseorang dari luar.
Mendengar dari suaranya, Laras tentu kenal siapa orangnya. Sebelum ia keluar, Laras menghela nafasnya panjang dan mengumpulkan semua keberaniannya karena menghadapi orang gila pastinya butuh kesabaran ekstra.
Krekkk ...
Mata Jefri menyorot tajam kearah Laras, sedangkan Laras bersidekap seraya mengerlingkan matanya, malas sekali dia harus meladeni pengkhianat.
"Apa! Yang sopan dong kalau bertamu, jangan bikin gaduh!" Sentak Laras.
"Kau berubah, Laras! Ternyata ibu benar, kau itu matre! Durhaka! Kembalikan rumah Ibu dan juga mobilku, kalau tidak, aku tak segan memenjarakanmu." Jefri menodong Laras dengan telunjuknya, jangan lupakan tatapan matanya yang seakan ingin memakan Laras.
Laras yang semula bersidekap, kini berdiri tegap menepis kasar tangan mantan suaminya. Dia mendorong tubuh Jefri sampai mundur dua langkah ke belakang, mungkin Jefri lupa apa yang sudah ia lalui selama ini.
"Matre? Durhaka? Baiklah, silahkan kau nilai sendiri semua ucapanku ini. Kau yang memintaku dengan bersungguh-sungguh sampai melawan restu ibumu demi menikah muda denganku, setiap proses aku selalu ada di sampingmu, semua tabunganku habis untuk biaya kuliahmu dan juga kehidupan rumah tangga kita DULU. Nafkah? 700 ribu kau memberikan aku nafkah tanpa memikirkan apakah cukup atau tidak uang itu dalam satu bulan, aku sampai heran kemana tanggung jawabmu sebagai suami! Pria yang aku hormati, aku layani dengan sepenuh hati malah membuatku hidup seperti di neraka! Suami yang seharusnya menafkahi hidup anak dan istrinya, malah lebih memilih menafkahi JANDA lahir dan batin tanpa adanya kewajiban. Di rumah istrimu menunggu, anakmu butuh sosok ayahnya, tapi kemana kamu! Langit merasa bersalah karena bajunya banyak bolongnya, dia menganggap dirinya banyak makan, padahal setiap hari kita makan sedikit karena takut menyusahkanmu. Apa balasanmu? Di saat anak sendiri sakit, kau malah bertunangan dan mengusirku. Aku melakukan ini semua karena hasil yang kau capai itu sebagiannya adalah hakku dan juga anakku! Selama bertahun-tahun kalian semua mendzalimiku, mulai sekarang kalian akan merasakan apa yang aku rasakan dulu." Ucap Laras menggebu-gebu, bahkan air matanya sudah tak bisa ia elakkan lagi. Tak ingin terlihat lemah, dengan cepat Laras mengusapnya dengan kasar.
Jefri membeku di tempatnya, kemana saja dia selama hampir 7 tahun membina rumah tangga. Mendengar ucapan Laras membuat hatinya berdenyut nyeri, tetapi egonya kembali menutupi dirinya karena merasa perilakunya itu tidak sepenuhnya bersalah.
"Salahmu sendiri tak pandai mengurus diri! Lihat Diana, walaupun dia sama-sama memiliki anak dia masih bisa merias dirinya, melayaniku dengan baik. Tidak sepertimu! Di saat aku pulang kerja, yang kau tanya uang, uang dan uang saja!" Jefri tak mau kalah, dia membandingkan Diana dengan Laras.
"Hahaha." Laras tertawa lebar mendengar ucapan suaminya, alih-alih tersinggung justru dia sangat tergelitik saat Jefri dengan tanpa malunya membandingkan dirinya dengan selingkuhannya.
Laras menyeka air mata dari sudut matanya, perutnya terasa keram karena tertawa. Jefri sendiri pun bingung melihat Laras tertawa, tak bisa ia pungkiri wanita yang pernah menyandang status istrinya terlihat kembali lebih muda. Wajahnya yang teduh, putih dan juga terlihat ramping persis seperti Laras 6 tahun lalu sebelum ia menikahinya, melihat rumah yang di tempati Laras pun bisa di perkirakan harganya sangat fantastis.
"Untuk menyambung hidup saja aku tidak tahu bagaimana, kau ingin aku seperti j*l*ngmu itu? Helloww, aku tak semurah itu tuan Jefri yang terhormat! Aku lebih baik menjadi gelandangan daripada harus mencuri suami orang, melempar tubuhku pada lelaki bajingan sepertimu. Dulu aku bagaikan ratu di keluargaku, tapi sejak denganmu aku bagaikan babu yang tidak ada harganya. Dengar-dengar ada yang mau nikah ya? Jangan lupa mengundangku ya, aku ingin melihat dua lalat berdiri diatas tumpukan sampah, hahahaha." Laras semakin tergelak melihat wajah Jefri yang sudah merah padam.
Jefri mengepalkan tangannya, dia hendak melayangkan tangannya pada Laras, tetapi suara anak kecil yang memanggil Laras dengan sebutan 'Ibu' membuat niat Jefri urung.
"Ibu." Panggil Langit yang keluar dari dalam kamarnya, dia berjalan sambil menggosok matanya yang masih terasa rapat.
Laras membalikkan tubuhnya, dia melihat Langit berjalan mencari dirinya. Beruntung Mbok Wati langsung menghampiri Langit, dia membawa Langit kembali ke kamarnya karena tak mau Langit melihat perdebatan Laras di luar.
"Keluarkan Ibuku dan Dania dari penjara, atau aku tak segan-segan mengambil Langit darimu!" Ancam Jefri.
"Jangan lakukan itu, uhhh.. Aku takut, hahahaha." Laras semakin membuat mantan suaminya itu kesal, biarlah Jefri kelimpungan sendiri karena ia tidak mungkin dengan mudahnya mengeluarkan ibu dan tunangannya itu, jika pun bisa pastinya memerlukan biaya yang tidak sedikit.
Kesabaran Jefri sudah semakin menipis, dia berjalan maju kearah Laras. Tawa yang tadinya nyaring seketika terdiam, Laras berjalan mundur ke belakang saat melihat Jefri mengendurkan dasinya dan juga melepas kancing bajunya, tatapannya membuat nyali Laras ciut.
"Kenapa? Hemm, takut? Oh, ayolah, bukankah kita sudah biasa melakukannya?" Seringai Jefri semakin yakin kalau saat ini Laras tak bisa lari darinya, jika ucapannya tak mampu mengembalikan apa yang sudah menjadi miliknya, maka ia tidak akan segan-segan melakukan tindakan yang akan membuat Laras mati kutu.
Terbesit dalam benak Jefri ingin melakukan sesuatu pada Laras, tentu saja dengan menodai mantan istrinya itu. Melihat perubahan pada Laras membuatnya kembali merasakan kobaran api di dalam tubuhnya.
"Jangan mendekat!" Laras mengambil sapu yang berada di dekatnya.
Jefri merebut paksa sapu tersebut, ia melemparnya ke sembarang arah. Tatapan Jefri menajam dan menyeringai, ia mencekal tangan Laras yang memberontak tidak sudi di sentuh oleh pria bejat seperti mantan suaminya itu.
"Lepaskan! Dasar bajingan!" Pekik Laras.
Sret.
Bug .. Bug ..
Dari arah belakang, seseorang menarik kerah baju Jefri dengan kasar, tak lupa ia juga memberikan bogeman mentah tepat di wajah Jefri.
"M-mas, Aiman." Ucap Laras bergetar ketakutan.
Bug .. Bug ..
Aiman kembali melayangkan tinjunya, melihat Laras ketakutan membuat darahnya mendidih. Tadinya Aiman berniat menjemput Elsa, karena besoknya ia akan menjemput Ayah kandung Elsa yang sudah sembuh dari depresinya. Tetapi saat ia sampai, pintu rumah Laras terbuka dan terdengar suara Laras ketakutan sehingga ia mempercepat langkahnya.