Pada jaman kuno ada makhluk yang sangat taat kepada sang penguasa langit. Orang yang di angkat ke langit dan tinggal di bersama Sang Dewa. Ketaatannya sangat dalam hingga merasuk kedalam jiwa, hingga sebuah Dom tercipta yang menjadi sumber kekuatan jiwa baginya. Dengan adanya kekuatan Dom di dalam dirinya, Makhluk itu pun merasa setara dengan makhluk langit lainnya dan mulai melawan kekuasaan langit. Sang Dewa pun marah dan mengusir makhluk itu dari surga ke sebuah Dunia bernama Gaia. Sebuah dunia yang tidak memiliki sihir, hanya ada kekuatan jiwa (Dom) yang di berikan oleh Sang Dewa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Adam Erlangga, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
11 - Benda Langit
Ledakan yang sangat besar pun terjadi di tengah-tengah pemukiman desa Majaren.
WOOSH. DRRRMMM.
"Itu akan membunuh bocah itu sekaligus menghancurkan desa mereka." kata Gedo.
"Haaaa." suara Guru Sima yang sudah tidak berdaya melihat ledakan itu.
Dan berjalannya waktu, pasukan pejuang dari Clan Siga pun sudah terbunuh sepenuhnya, hanya tinggal Guru Sima sajalah yang tersisa.
Dengan hati yang sangat hancur, melihat Muridnya di hantam tombak hijau di depan matanya. Guru Sima pun sangat marah. Dan tiba-tiba tubuhnya melayang.
Sep sep SEP. Sebuah formasi terbentuk di atas udara. Dan ribuan pedang keluar dari lingkaran itu. Dengan satu gerakan tangannya, ribuan pedang itu pun melesat kebawah.
BREDOM BREDOOM BDREM.
Gedo pun hanya melihat dengan tercengang dan tidak sempat membuat formasi perlindungan diri.
"SIALAN KAU PAK PAK TUAAA." teriak Gedo.
SWOOOSSSH SWOOSH. BREDOM.
Pedang-pedang itu pun terus keluar dari lingkaran formasi milik Guru Sima.
"Ini adalah teknik terlarang milik Clan Siga. Siapapun yang mengunakan teknik ini akan mati setelahnya. Itu sudah cukup untuk sebuah pengorbanan atas kematian muridku."
DREDOOM..
Serangan pedang milik Guru Sima pun berhenti seketika, bahkan tubuhnya pun langsung terjatuh ke bawah tanah.
Pasukan Clan Shinbi pun di libas habis oleh serangan Guru Sima. Bahkan tidak ada tanda-tanda seseorang yang hidup disana.
Bruuk
Tubuh Guru Sima pun tergeletak di atas tanah. "Uhuk uhuk. Mungkin perjuanganku sudah berakhir sampai disini. Maafkan aku para Leluhur Clan Siga, aku tidak bisa menjaga tanggung jawab untuk menjaga Amanah kalian semua." kata Guru Sima
Lalu, terlihat di antara tumpukan mayat Pasukan Clan Shinbi, sebuah tangan yang bergerak dan berusaha keluar dari tumpukan mayat itu
"huh huh huh, kurang ajar kau Pak Tua." kata Gedo dengan kondisi tubuh yang sangat mengenaskan.
"Dia masih hidup rupanya. Aku tidak bisa membiarkan orang itu tetap ada. Masih ada harapan bagi Clan Siga tetap hidup, warga desa yang berusaha menyelamatkan diri mereka, itu adalah harapan." kata Guru Sima
Ia pun berusaha berdiri sebelum ajal menjemputnya. Lalu, ia melesat kearah Gedo.
SWOOSH. Suing Suing. Guru Sima pun membentuk dua pedang yang keluar dari udara.
"Ha.?" sahut Gedo dengan sangat terkejut.
JLEB JLEB. "Arrrgh." dua pedang cahaya itu pun menancap di tubuh Gedo, dan langsung menghilang.
Bruk Bruk Bruk. Tubuh Guru Sima pun terpental ketanah.
...
Pertempuran yang terjadi di desa Majaren, membuat kedua belah pihak mengalami kerugian yang besar, bahkan pasukan dari Clan Shinbi tidak ada satu pun yang selamat.
Pemandangan yang sangat mengenaskan, puluhan ribu mayat tergeletak di sana, dan aliran darah mengalir seperti sungai. Pertempuran itu tidak menemukan hasil.
Guru Sima yang paling berjasa atas pertempuran itu harus mengorbankan nyawanya demi menyelamatkan generasi Clan Siga yang tersisa. Dan pemimpin Clan Shinbi pun ikut meninggal saat terkena serangan terakhir dari Guru Sima.
...
Di tempat Anna berada.
Semua pasukan kekaisaran yang menyerang melalui jalur belakang pun, berhasil di ringkus oleh Leo bersama dengan pasukannya.
"Huh huh huh."
"Apa ini sudah berakhir.?" sahut Leo dengan tubuh yang sudah sempoyongan.
Terlihat semua orang disana menangis secara histeris melihat keluarganya meninggal karena luka parah. Dan Anna meneteskan airmata sambil menyembuhkan beberapa orang yang terluka.
...
Pagi hari pun tiba.
Rombongan sisa Clan Siga pun berhenti di sebuah bukit yang cukup jauh dari pemukiman desa Majaren. Mereka beristirahat sambil menunggu bantuan dari Clan Siwa.
"Lily." sahut Leo sambil menghampiri tubuh Lily yang masih pingsan.
"Tenanglah Jendral. Lily hanya butuh istirahat sampai dia pulih kembali." sahut warga desa.
Dan sisi lain. Terlihat Anna yang merenung sambil memegangi tangan kirinya.
"Dion." kata Anna dengan penuh kesedihan sambil meremas lengannya sendiri.
"Kita akan kembali kesana dan mencari orang-orang yang masih hidup Nyonya." kata salah satu pejuang Clan Siga.
Namun Anna hanya terdiam sambil melihat pemandangan bukit di depannya.
...
Beberapa jam pun berlalu, Rombongan Clan Siga pun sampai di kawasan Clan Siwa. Beberapa prajurit Clan Siwa pun langsung membantu mereka semua, dan merawat orang-orang yang terluka.
Verda pun menghampiri Anna yang sedang duduk dengan tatapan kosong.
"Anna."
Namun Anna hanya terdiam tanpa berkedip sekalipun. Luka yang sangat mendalam bagi Anna, yang tidak bisa menemukan Dion.
"Hmm, aku sudah memerintahkan beberapa prajurit Clan Siwa untuk mencari Dion. Kau tenang saja, mereka pasti membawa Dion kembali dengan selamat." kata Verda.
Tapi tetap, Anna hanya bisa terdiam seribu bahasa dengan tatapan kosong.
...
Dan waktu pun berjalan begitu cepat. Malam hari pun tiba. Di desa Majaren, tempat Dion terkena serangan tombak hijau. Sesuatu bersinar dari lubang tempat Dion terkena serangan.
Tubuh Dion masih utuh dan tiba-tiba melayang keatas. Lalu dalam sekejap mata, cahaya itu pun menghilang. Dan tubuhnya pun terhempas jatuh kembali.
Bruok.
Dion pun membuka matanya. Dan ia merasakan sakit yang sangat luar biasa di tubuhnya.
"Aaarg." Dion pun menoleh kearah kiri, dan ia melihat tubuh Seto yang hancur disana. Dengan sontak Dion pun langsung terkejut "Ha."
"Kak Seto.? Tidak mungkin."
Ia pun teringat saat-saat terakhir sebelum tombak mengarah kearahnya. Seto melempar tubuh Dion, dan dengan cepat, Seto membuat sebuah formasi pelindung untuk dirinya.
Dion pun langsung meneteskan airmatanya, Pengorbanan Seto untuk menyelamatkan Pemimpin Clan Siga pun berhasil. meskipun tubuhnya hancur sebagai bayarannya.
"Hiks kak Seto. Maafkan aku. Hiks hiks."
Hujan pun turun. Dan beberapa serangga bahkan burung gagak sudah memenuhi tempat itu. Dalam gelapnya malam dan hujan yang begitu lebat, Dion menangis dan larut dalam kesedihan.
Tiba-tiba Sraaaak langit pun membelah, dan dengan cepat, awan diatas membentuk sebuah lingkaran. Lalu sebuah cahaya keluar dari lingkaran awan itu.
"Ha.?" Dion yang melihatnya pun sangat terkejut dengan fenomena itu.
Terlihat sebuah cahaya yang bersinar sangat terang turun dari atas langit menuju kebawah dengan sangat cepat dan menghantam bukit di samping desa.
BREDEMM. bahkan tanah pun ikut terguncang, getarannya pun sampai bisa di rasakan oleh Dion.
"Apa itu.?" sahut Dion
Dalam kesedihannya itu, Dion pun menyadari bahwa dirinya masih harus tetap hidup. Demi menjaga Artefak Unik dan demi Clan Siga, ia berusaha bangkit dari keterpurukannya itu.
"Errrgh. Aaah." dia berusaha naik ke permukaan. Dengan sekuat tenaga, ia pun berhasil sampai di atas. Lalu ia melihat tubuh Seto yang sudah hancur.
"Maafkan kecerobohan ku kak Seto, aku akan kembali dan memakamkan kalian semua nanti." kata Dion sambil menangis.
Lalu ia pun berusaha berdiri, dan terjatuh.
"Kaki kiriku patah tulang. Ini sakit sekali, hiks sakit."
Dengan kondisi tubuh yang sudah terluka parah, Dion masih berusaha berdiri dan berjalan secara perlahan sambil menahan rasa sakit di tubuhnya.
"Huh huh huh." ia berusaha melompat selangkah demi selangkah. Lalu ia pun terjatuh. Dan berdiri lagi, lalu terjatuh lagi, bahkan dia tidak menemukan tongkat atau serpihan kayu yang bisa membantunya.
"Aku harus melihat cahaya itu. Aku harus hidup, harus tetap hidup."
Dion pun merangkak dan menyeret tubuhnya menggunakan kedua tangannya. Terkadang ia tertidur beberapa kali, dan bahkan pingsan berkali-kali.
...
Pagi hari pun tiba, cahaya terang menyinari wajah Dion yang penuh luka.
"Sudah pagi ya. Aargh."
Ia pun melanjutkan perjalanannya sendiri tanpa ada seorang pun yang tau. Hingga siang hari, lalu berlanjut malam hari. Dion masih merangkak menuju ke atas bukit sendirian.
"Sakit, hiks ibu. Hiks sakit. Aku juga sangat lapar."
Dan ia pun pingsan lagi sampai pagi hari di hari berikutnya tiba. Kondisi tubuh Dion semakin lemah dan sangat kurus. Dia mencoba meminum air hujan yang ada di tanah untuk bertahan hidup. Lalu melanjutkan berangkat ke atas bukit.
"Huh huh huh. Aku sudah tidak kuat. Bahkan aku tidak bisa merasakan sakit di tubuhku. Apa aku sudah mati.?" kata Dion yang sudah tergeletak di atas tanah.
Selama 3 hari dia berusaha menuju ke atas bukit dengan luka tubuh yang sangat parah, dan tanpa memakan apapun.
"Aku harus tetap hidup. Aku harus tetap hidup. Aku harus tetap hidup."
Dia pun berusaha sekuat tenaga untuk melanjutkan perjalanannya. Hingga saat malam hari, dia berhasil sampai di puncak bukit.
"Huh huh huh." dia melihat sebuah lubang yang bercahaya di depannya.
"Akhirnya aku sampai disini. Huh huh huh. Aku harus segera kesana."
Dion pun merangkak menuju lubang didepannya. Dan terlihat sebuah benda seperti jarum menancap di tengah-tengah lubang besar. Jarum itu bersinar dengan sangat terang berwarna putih.
"Ternyata hanya sebuah benda yang bercahaya."
Lalu, ia pun pingsan dan terjatuh kelubang itu. Tubuhnya pun menggelinding ketengah lubang. Dan tanpa di sengaja, tangan Dion menyentuh benda itu.
Tiba-tiba tubuhnya bersinar dengan sangat terang. Dan tubuhnya pun melayang ke atas udara. Tubuh Dion menyerap esensi energi yang ada di jarum itu hingga jarumnya terekstrak sepenuhnya kedalam tubuh Dion.
Lalu, tubuhnya itu pun terjatuh kebawah tanah. Bruok
...