Sequel " SEMERBAK WANGI AZALEA"
Zara Aisyah Damazal masih menempuh pendidikan kedokteran ketika dia harus mengakhiri masa lajangnya. Pernikahan karena sebuah janji membuatnya tidak bisa menolak, namun dia tidak tau jika pria yang sudah menjadi suaminya ternyata memiliki wanita lain yang sangat dia cintai.
" Sesuatu yang di takdirkan untukmu tidak akan pernah menjadi milik orang lain, tapi lepaskan jika sesuatu itu sudah membuatmu menderita dan kau tak sanggup lagi untuk bertahan."
Akankah Zara mempertahankan takdirnya yang dia yakini akan membawanya ke surga ataukah melepas surga yang sebenarnya sangat di cintainya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon farala, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 6 : Tugas pertama
Zayn masuk ke dalam kelas setelah menemani adiknya sarapan. Tidak berselang lama, Ezar pun muncul dari balik pintu.
Ezar menatap Zayn yang duduk paling belakang. Semenjak menikahi Zara, Dia belum pernah sekalipun berbicara dengan Zayn.
Jujur Ezar sedikit segan dengan saudara kembar Zara. Itu karena sikap Zayn yang pendiam dan misterius.
Auditorium class di mana Zayn duduk paling belakang dengan posisi di atas bisa sangat jelas menatap wajah Ezar.
Kalimat Ezar saat berbicara dengan adiknya beberapa jam sebelum akad nikah keduanya berlangsung terus berputar di kepala Zayn. Mungkin karena itu, dia menganggap Ezar sekarang adalah musuhnya.
Karena Zayn tidak akan pernah membiarkan siapapun membuat adik tercintanya menangis. kasih sayang abi dan uminya yang berlimpah menjadikan Ezar pun ikut memanjakan Zara.
Ezar mulai menjelaskan materinya hari ini. Beberapa mahasiswa sudah banyak yang mencatat penjelasan Ezar, entah itu di laptop atau di kertas, apa saja mahasiswa lakukan agar tidak kehilangan informasi penting sang dosen yang sangat perfeksionis.
Namun berbeda dengan zayn, dia tidak mencatat apapun, hanya duduk bersandar sembari menatap Ezar yang sesekali melihat ke arahnya.
" Apa kailan mengerti?" Tanya Ezar.
" Iya dok."
" Baiklah, pasang kuping kalian baik baik, saya hanya akan membacakan sekali."
Ezar mulai dengan kuisnya, setiap mengajar, sebelum kelas selesai, dia selalu memberikan semacam pertanyaan. Itu adalah sesi terakhir sebelum dia meninggal kan kelas.
" Laki laki 25 tahun, mengalami KLL, dada kiri terbentur stir, mengalami sesak nafas, nyeri dada kiri. Hipersonor paru kiri. SDV tidak ada. Apa diagnosa yang paling tepat untuk kasus di atas?" Tanya Ezar.
Seorang mahasiswa mengangkat tangan.
" Ya kamu."
" Flail chest."
" Salah. Ada yang lain."
Tidak ada yang berani mengangkat tangan. Hingga Ezar menatap zayn yang terlihat cuek cuek saja. Zayn tertangkap hanya memainkan pulpennya.
" Kamu." Ezar menunjuk Zayn.
Zayn pura pura tidak melihat dan tidak mendengar ketika Ezar menunjuknya. Teman di sebelahnya sudah memberikan kode dengan menyentuh lengan Zayn. Zayn menoleh.
" Apa?"
" Dokter Ezar menunjukmu."
Zayn kemudian menatap Ezar.
" Aku tidak suka jika ada mahasiswa di kelasku yang tidak fokus. Kalau kau tidak suka aku mengajar, silahkan keluar." Tegas Ezar.
Zayn tersenyum tipis sekali, bahkan senyum itu tidak jelas terlihat jika tidak di perhatikan dengan baik baik.
" Saya fokus dok, hanya saja, anda tidak menyebut nama, jadi saya pikir pertanyaan itu bukan untuk saya." Ujar Zayn santai.
Satu kelas dengan serempak menoleh menatap Zayn. Raut wajah mereka berbeda beda, ada yang meringis menandakan jika seharusnya Zayn tidak perlu menjawab teguran dosennya. Ada juga yang menaruh tangannya di leher menandakan jika tamat sudah riwayat Zayn, tapi lebih banyak yang tersenyum simpul sembari mengangkat jempolnya tanda menyukai pemberontakan Zayn.
Ezar cukup kaget dengan jawaban Zayn, dia tidak menyangka akan mendapatkan kalimat sindiran itu. Karena ini di kelas, Ezar tentu harus profesional.
" Maaf, siapa namamu?" Tanya Ezar seperti membalas sindiran Zayn.
Kali ini Zayn malas berdebat, Bisa saja dia mengatakan jika Ezar harusnya melihat absensi karena namanya pasti tertera di sana. Cari aman, begitulah kira kira.
" Zayn Ashraf Damazal."
" Ya, Zayn, kamu sudah dengar pertanyaan ku bukan?"
" Iya dok."
" Lalu apa jawabannya?"
" Tension pneumothoraks."
" Kelas selesai."
Ezar langsung keluar setelah mendengar jawaban Zayn.
" Kamu berani juga." kata teman yang duduk di sebelahnya.
Zayn hanya tersenyum tipis lalu berlalu meninggalkan kelas.
Beberapa kelas dari kelas Zayn, Zara terlihat tertawa bahagia berjalan beriringan dengan Syifa. Zara baru saja menyelesaikan ujiannya dengan nilai sempurna. Syifa sudah tidak heran lagi dengan kemampuan Zara.
" Kau memang luar biasa Ra."
" Kalau kau belajar dengan giat, pasti bisa juga."
" Minggu depan kita wisuda, dan aku dengar, kita akan coas di rumah sakit brawijaya."
" Syukurlah, aku jadi tidak terlalu jauh ke rumah sakit nantinya."
" Iya sih, tapi kau tau kan, konsulen di sana hebat hebat semua, aku jadi takut."
" Tenang saja, mereka tidak makan orang."
" Apa sih, bukan begitu maksudku. Kamu sih enak, Allah menciptakan mu dengan otak yang cerdas. Nah aku, bisa di bantai aku di sana nantinya."
Zara tertawa." Kamu itu ada ada saja. Aku kasi tau, orang cerdas masih kalah sama orang yang tekun."
" Iya, tapi kalau dia cerdas sekaligus tekun seperti kamu, bagaimana? Matilah aku ini."
Zara kembali tertawa lepas, Syifa terkadang membuatnya lupa dengan berbagai macam permasalahan yang sedang menimpa. Mungkin Allah mendatangkan seseorang yang ceria seperti Syifa, tentu untuk membuatnya tertawa dengan bahagia.
Namun tawanya seketika terhenti saat beberapa meter di depannya Ezar sedang berbincang dengan dosen yang baru saja memberinya ujian.
" Siang dok." Sapa Syifa dan Zara hampir bersamaan.
" Siang. Zara.." Panggil dokter Syamil.
" Iya dok." Zara berhenti, sementara Syifa melanjutkan langkahnya.
Zara berdiri di antara dokter Syamil dan Ezar. Ezar terus menatap Zara yang terlihat menundukkan pandangan.
" Sebulan lagi kamu sudah coas kan?"
" Iya dok."
" Aku akan menunggumu di departemen anak."
" Mohon bimbingan nya dok."
Dokter Syamil mengangguk.
" Saya permisi dok."
" Iya."
Zara mempercepat langkahnya menyusul Syifa yang sudah berada di ujung koridor.
" Dia salah satu mahasiswi yang pernah aku ceritakan padamu."
Ezar mengangguk.
" Ujiannya hari ini dapat nilai sempurna."
" Benarkah?"
" Dia pintar Zar, andai umurku tidak terpaut jauh darinya, mungkin aku sudah melamarnya. Susah loh, dapat gadis spek seperti dia. Cantik, pintar, sopan dan soleha. Pokoknya paket komplit.
Ezar berdehem, dia mulai sedikit risih ketika ada seorang pria yang memuji Zara.
" Beruntung sekali pria yang bisa menikah dengannya. Apalagi aku dengar desas desus, kalau Zara itu putri bungsu dokter Adam. Kau tau sendirikan, berarti Brawijaya Hospital adalah miliknya. Bisa kau bayangkan sebahagia apa suaminya kelak."
" Kalau iya, itukan hanya kabar angin saja. Ayo, aku lapar." Ujarnya memutus percakapan tentang Zara, telinganya gerah juga dengan berbagai macam pujian yang di tujukan untuk Zara.
Jam lima sore, Ezar sudah tiba di rumah, dia melihat jika mobil zara sudah terparkir cantik di garasi, itu berarti gadis itu sudah pulang.
Ezar masuk ke dalam kamarnya. Hari ini dia sangat lelah, lelah batin dan pikiran, apalagi setelah ia hampir saja di permalukan oleh Zayn.
" Mungkin dia tidak suka aku menikah dengan adiknya, asal dia tau saja aku juga tidak mau menikahi bocil seperti adiknya itu. Kalau saja bukan di jodohkan, ogah.." Gerutu Ezar sembari membuka satu persatu kancing kemejanya.
Setengah jam setelah Ezar pulang, Zara keluar kamar, ini tugas pertamanya menyiapkan makanan untuk Ezar, setelah pagi tadi dia tidak sempat melakukannya karena sedang terburu buru.
Dia membantu bi Surti menyiapkan makan malam. Sambil bekerja, Zara terus berbincang hangat dengan asisten rumah tangganya itu. Awalnya bi Surti risih, dia hanya pembantu dan yang sedang bersama dengannya saat ini adalah majikannya, tapi Zara mengikis perbedaan itu. Dari kecil Zara di didik untuk tidak membedakan kasta orang lain, karena perbedaan itu hanya terlihat ketika kita masih bernyawa, begitu masuk liang lahat, semua berubah, semua sama di mata Allah SWT.
" Biasanya dokter makan malam jam berapa bu?" Tanya Zara sambil menata meja.
" Biasanya non lepas maghrib."
" Ooo,, baiklah, ini kan sudah siap semua, saya mandi dulu ya bu, tidak enak di cium, bau bawang soalnya." Ucapnya tertawa ringan.
" Baik non." Kata bi Surti ikut tertawa.
Zara menghilang dari balik pintu.
Bi Surti menghela napas panjang. " Nona Zara beda sekali dengan nona Ghina." Gumam bi Surti.
" Kenapa dengan Ghina bi?" Ezar tiba tiba muncul di belakang bi Surti lalu membuka kulkas mencari sesuatu yang bisa menyegarkan tenggorokannya.
" Tidak ada tuan." Kata bi Surti gugup.
Ezar menatap meja makan. Terlihat ada yang lain di sana.
" Apa Zara yang menyusun ini semua?"
" Iya tuan."
" Mana dia."
" Lagi mandi tuan."
" Ooo.."
Setelah menghilangkan dahaga Ezar pun kembali ke kamar.
" Ternyata bocil itu boleh juga." Katanya dengan seulas senyum yang menguasai wajah tampannya.
...****************...
stadium akhir 😩
kasian ghina
zara ank msih bayi knp la langsg lanjut pendidikn ny. fokus di rs, urus ank2 dn urus suami dulu knp. sayang x momen ny bnyak melewat kn tumbuh kembang si kembar. toh zara gk kekurangn materi tujuh turunan😁