Zhafira kiara,gadis berusia 20 tahun yang sudah tidak memiliki sosok seorang ayah.
Kini dia dan ibunya tinggal di rumah heru yang tak lain adalah kakeknya.
Dia harus hidup di bawah tekanan kakeknya yang lebih menyayangi adik sepupunya yang bernama Kinan.
Sampai kenyataan pahit harus di terima oleh zhafira kiara, saat menjelang pernikahannya,tiba-tiba kekasihnya membatalkan pernikahan mereka dan tak di sangka kekasihnya lebih memilih adik sepupunya sebagai istrinya.
Dengan dukungan dari kakeknya sendiri yang selalu membela adik sepupunya,membuat zhafira harus mengalah dan menerima semua keputusan itu.
Demi menghindari cemooh warga yang sudah datang,kakek dan bibinya membawa seorang laki-laki asing yang berpenampilan seperti gelandangan yang tidak diketahui identitasnya.
Mereka memaksa zhafira untuk menikah dengannya.
Siapakah sebenarnya laki-laki itu? apakah zhafira akan menemukan kebahagiaan dengan pernikahannya?
Ikuti kisahnya selajutnya ya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mommy jay, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 14
Mendengar eric menyebutkan namanya, tubuh zhafira terasa kaku.bahkan untuk memandang eric saja seakan dia tidak mampu.
"Eric! Bersikaplah lembut. Jangan terlalu kasar pada wanita karena bagaimana pun juga dia istri, mu!" tegur Louis.
Eric tidak lagi menyahut, dia langsung pergi meninggalkan zhafira dan Louis yang masih berada di sana.
"Maafkan sikapnya eric! Kakek berharap dengan kehadiran kamu, sikap perlahan akan berubah." ucap Louis, ketika zhafira menatap kepergian eric.
"Apa yang sebenarnya terjadi, kek! Sungguh aku tidak mengerti dengan semua ini."
Mendengar pertanyaan zhafira, membuat Louis menghampirinya.
"Kamu tanyakan sendiri pada, eric. Maaf kakek tidak banyak memberitahu mu." Menatap zhafira, lembut. " Sekarang hampiri dia dan tanyakan, apa yang mengganggu pikiran, mu." Louis pun pergi dari ruangan itu. meninggalkan zhafira yang kembali duduk di kursi dengan tatapan bingung.
"Maaf nona, king meminta anda untuk menemuinya." Seorang laki-laki berpakaian serba hitam, menghampiri zhafira.
"Ba-baiklah! Di mana saya harus menemui dia?" Dengan perasaan takut, zhafira menjawab.
Laki-laki itu mempersilahkan zhafira untuk berjalan mengikutinya.sampailah mereka di sebuah ruangan di lantai tiga,tepatnya di depan sebuah ruangan besar.
Laki-laki itu pun, mengetuk pintu kemudian terdengar suara sahutan dari dalam agar mereka. masuk.
Dengan tubuh yang gemetar bahkan perasaan yang tidak menentu, zhafira memasuki ruangan itu.
"King,saya sudah membawanya." ujar laki-laki itu, membungkuk hormat.
"Terima kasih. Kamu boleh keluar!" titah eric, tanpa mengalihkan pandangannya dari dokumen yang dia pegang.
Laki-laki itu pun,mengikuti perintah eric dan segera pergi dari sana. kini di ruangan besar itu tinggal zhafira dan eric yang sama-sama terdiam.
"Duduk!" titah eric, dingin.
Zhafira mengangguk dan segera mencari kursi untuk dia duduki.dia pun duduk berhadapan dengan eric,dengan meja besar yang menjadi penghalang jarak di antara mereka.
Eric menatap tajam zhafira yang tertunduk. "Bagaimana kabar mu? tanyanya dingin.
Perlahan zhafira mengangkat kepalanya,dan memberanikan diri untuk menatap eric.
" Aku baik!"
Eric tersenyum miring,saat mendengar jawaban singkat dari zhafira.
"Apa ada yang saya lewatkan? Apa yang sudah terjadi pada mu, zhafira?" Kini dengan suara bariton yang tegas namun dingin, eric bertanya kembali.
Zhafira meremas ujung bajunya, saat harus mengingat kejadian dimana dia diusir dari rumah heru.
Dia pun menghela nafas, bagaimana pun juga eric adalah suaminya.dia pun berhak tahu,apa yang sudah terjadi kepadanya,selama eric pergi.
Dengan suara bergetar,zhafira menceritakan semuanya tanpa di tutupi.eric pun mendengarkannya, sesekali dia melirik sekilas pada zhafira yang kembali tertunduk.
Seketika hati eric merasa kesal, setelah mendengar cerita dimana dirlan hampir saja melecehkan zhafira.
Kini eric tahu apa penyebabnya, sehingga zhafira sampai di usir dari rumah itu.
"Menjijikkan." gumam eric pelan.
Setelah selesai menceritakan semuanya, zhafira mengusap pipinya yang kembali basah karena menangis.
Melihat hal itu membuat eric sedikit merasa iba, namun dengan cepat dia menepis rasa di hatinya itu.
"Dan mulai sekarang tinggallah di sini." ujar eric,menatap zhafira yang baru selesai bercerita.
Zhafira tersenyum tipis, merasa senang mendengar perkataan eric. "Terima kasih," ucapnya pelan.
"Jangan senang dulu! Saya melakukan semua itu karena bentuk dari pertanggung jawaban saya pada mu. Dan saya mau, kamu jangan terlalu berharap dengan pernikahan ini." sahut eric,dingin.
Senyuman zhafira yang baru saja terukir,kini seketika menghilang saat mendengar perkataan eric,yang sangat membuat hatinya bagaikan di tusuk beribu-ribu pisau tajam.
"Ma-maksud, kamu apa?" tanya zhafira tergagap.
Eric melemparkan dokumen yang di pegangnya. dia menatap tajam zhafira, yang menatapnya penuh dengan tanda tanya.
"Dari awal saya tidak mengenal mu! Saya terpaksa melakukan semuanya pada saat itu. Jika saja orang tua itu tidak memaksa saya,mungkin pernikahan konyol ini tidak akan terjadi antara kita."
"Maksud kamu apa? Apa yang sudah kakek ku lakukan kepada, mu?" Meskipun sakit, namun zhafira ingin sekali mengetahui apa yang sebenarnya terjadi,pada saat tiba-tiba heru membawa eric sebagai calon suaminya.
Eric tersenyum kecut. "Kamu tahu! Saat itu...
Flashback on
Terlihat heru sedang berjalan tergesa-gesa bersama retno.
" Kita mau kemana, yah? "tanya retno, bingung.
" Sudahlah ikuti saja ayah, retno! Kita harus segera mencari laki-laki yang akan kita nikahkan dengan fira."
Retno menghentikan langkahnya dan menatap heru."Maksud ayah, apa?"
Heru menghela nafas. "Aku tidak mau semua orang tahu,jika fira gagal menikah karena Kinan merebut dirlan darinya.Jadi bagaimana pun juga, sekarang ayah ingin mencarikan laki-laki yang mau menikahi fira."
Retno manggut-manggut, seakan sudah mengerti dengan maksud heru.
"Ayah lihat!" pekik retno,tiba-tiba.
"Ada apa?" sahut heru, sedikit kesal.
Retno pun mengarahkan pandangan heru, pada sosok seorang pemuda yang sedang memejamkan mata,sambil menyandarkan tubuhnya di samping bak sampah.
"Sepertinya dia, cocok untuk jadi pendamping fira." celetuk retno, membuat heru seketika berpikir,dan segera menghampiri pemuda itu.
"Nak, siapa nama mu?" Heru menepuk pundak pemuda itu.
"Saya Eric. Tolong saya...!" jawab eric.
Heru dan Retno tersenyum penuh arti. "Baiklah aku akan menolong mu, tapi dengan satu syarat!" ucap heru, dingin.
Tanpa berpikir panjang,eric pun menyetujui syarat yang di berikan heru.awalnya heru memberi syarat agar eric membantunya,yang sedang kesusahan juga.
Namun setelah tahu maksud heru,eric tidak menyangka jika dia harus menikahi zhafira pada saat itu juga.
flashback off.
Eric menghela nafas setelah selesai menceritakan tentang dirinya yang pada saat itu mau menikahi zhafira.
Sementara itu,zhafira hanya terdiam dan tertunduk. pantas saja eric terlihat membencinya,ternyata semua ini karena ulah kakeknya yang telah menipu eric.
"Jadi saya minta, kamu jangan pernah melibatkan hati pada hubungan kita ini.Saya juga minta,agar kamu tidak mencampuri urusan saya.Intinya, kita urusi saja kehidupan kita masing-masing. Mengerti? Eric menyandarkan tubuhnya dan menatap tajam zhafira yang hanya terdiam.
" Kenapa kamu tidak melepaskan ku saja. Aku ikhlas,jika harus mengakhiri pernikahan ini." Setelah lama terdiam, zhafira kini membuka suara dan menatap eric.
Eric tersenyum sinis. "Saya bukan tipe orang, yang mudah melepaskan sesuatu,yang sudah menjadi milik, saya! Jadi jangan harap,kamu bisa terlepas dari, saya!" ucapnya dingin, penuh penekanan.
"Lalu akan seperti apa hubungan ini, jika kita saja tidak saling ada rasa.... " lirih zhafira.
"Kamu tidak perlu khawatir, saya melakukan ini atas bentuk rasa terima kasih.Karena dengan menikahi mu,saya bisa terlepas dari orang-orang yang ingin membunuh,saya."
Zhafira tersenyum getir,mendengar alasan yang baginya tidak masuk akal.dia pun hanya bisa pasrah menerima semua, karena meminta perpisahan pun percuma karena eric tidak menyetujuinya.
Di rasa sudah selesai berbincang, zhafira pun pamit pergi pada eric.namun sebelum zhafira keluar, eric pun menghentikannya.
"Saya mau mulai besok, kamu melayani kebutuhan saya sebagai mestinya. Tapi ingat tanpa melibatkan perasaan."
Zhafira mengangguk pelan,dan segera pergi dari ruangan yang menurutnya seperti ruangan pengadilan.