Alya, seorang gadis desa, bekerja sebagai pembantu di rumah keluarga kaya di kota besar.
Di balik kemewahan rumah itu, Alya terjebak dalam cinta terlarang dengan Arman, majikannya yang tampan namun terjebak dalam pernikahan yang hampa.
Dihadapkan pada dilema antara cinta dan harga diri, Alya harus memutuskan apakah akan terus hidup dalam bayang-bayang sebagai selingkuhan atau melangkah pergi untuk menemukan kebahagiaan sejati.
Penasaran dengan kisahnya? Yuk ikuti ceritanya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aurora.playgame, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
12. TIDAK SEBAIK ITU
🌸Selingkuhan Majikan🌸
Keesokan harinya...
Pagi hari sekali, di dapur, beberapa ART sedang sibuk menyiapkan sarapan pagi. Aroma masakan menyebar, namun suasana pagi itu lebih ramai dari biasanya karena dua dari mereka sedang asyik mengobrol tentang majikan mereka, Arman.
"Kamu tau nggak, kemarin aku lihat Pak Arman pake jas hitam yang elegan banget! Duh, kalau aja aku bukan ART, pengen rasanya deh punya suami kayak Pak Arman," ujar Dinda sambil terkikik seraya tangannya sibuk mengiris sayuran.
"Iya, ya! Pak Arman itu ganteng, sukses, perhatian lagi. Coba aja kita bisa ketemu pria kayak dia, pasti hidup kita enak banget. Bukan cuma kerja jadi pembantu kayak gini," sahut Rina yang sedang mengaduk bubur di panci.
"Bayangin aja, punya suami kayak Pak Arman. Rumah besar, uang banyak, kita tinggal duduk cantik aja di rumah," lanjut Dinda sambil tertawa kecil.
"Bener banget! Dan kamu tau nggak, aku lihat dia selalu romantis ke Bu Andin. Pasti mereka pasangan yang bahagia banget, ya?," balas Rina mengangguk penuh semangat.
Keduanya tertawa karena menikmati khayalan mereka tentang kehidupan mewah dan penuh romansa, seolah-olah mereka sendiri yang menjalani kehidupan itu.
Tepat saat itu, Alya masuk ke dapur dengan langkah pelan, matanya sembab dan wajahnya terlihat pucat.
Ia mendengar percakapan Dinda dan Rina tentang Arman hingga membuat hatinya mencelos.
Tangannya spontan meremas erat bajunya, mengingat perlakuan kejam yang ia alami dari pria yang sedang mereka puja-puja itu.
"Eh, Alya! Sini deh, gabung sama kita. Kita lagi ngomongin Pak Arman nih," panggil Rina sambil tersenyum.
"Iya, Alya. Kamu kan sering lebih dekat sama Bu Andin dan tentunya sering melihat Pak Arman. Gimana sih, dia orangnya? Romantis, kan?," tambah Dinda penasaran.
Alya diam sejenak seraya menatap kedua rekannya yang begitu mengagumi majikan mereka.
Namun, di dalam hatinya, ia merasa perih. Kenangan pahit dari malam-malam yang dilaluinya bersama Arman sangatlah menyakitkan.
Bagaimana mungkin orang yang mereka puja sebagai pria sempurna itu adalah orang yang telah merenggut kehormatannya?
Dengan suara serak, Alya hanya berkata singkat, "Aku nggak tau. Kalian bisa menilainya sendiri."
Setelah berkata begitu, Alya lalu memalingkan wajahnya dan mulai sibuk dengan pekerjaannya, berusaha menghindari obrolan yang akan berlanjut .
Kemudian ia mengambil lap dan mulai membersihkan meja dengan gerakan cepat, meski tangannya gemetar.
Dinda dan Rina pun saling bertukar pandang karena merasa heran dengan reaksi dingin Alya.
"Kenapa Alya cuek banget, ya? Biasanya dia nggak gitu," bisik Rina pelan ke Dinda.
"Iya, aneh deh. Mungkin dia lagi capek kali," sahut Dinda, mencoba mengabaikan perubahan sikap Alya.
Namun, dalam hati, Alya bergulat dengan rasa sakit dan kebencian yang ia pendam.
Bagaimana bisa Arman, yang terlihat begitu sempurna di mata orang lain, ternyata seorang pria yang kejam dan memanfaatkan kekuasaannya terhadap dirinya?
Selanjutnya...
Alya dan Dinda membawa nampan penuh makanan menuju meja makan dan menyiapkan sarapan untuk kedua majikan mereka.
Langkah Alya terasa berat, terutama saat ia melihat Arman dan Andin berjalan beriringan menuruni tangga.
Andin terlihat sumringah, wajahnya terlihat bahagia. Mungkin karena kejadian semalam yang membuatnya merasa lebih dekat dengan suaminya.
Namun, di balik senyum bahagia Andin, Arman terlihat berbeda. Matanya menatap lurus pada Alya dengan tatapan yang sulit diartikan hingga membuat Alya merasa, jika sorotan itu seperti membakar punggungnya yang membuatnya canggung dan tidak nyaman.
Lalu, ketika ia menoleh sekilas ke arah Arman, tatapan mereka bertemu sesaat. Alya pun segera menundukkan kepalanya karena takut dan gelisah.
"Wah, hari ini kita sarapan apa?," tanya Andin dengan semangat saat duduk di meja.
Andin terlihat begitu ceria. Ia bahkan mengambil inisiatif untuk menyajikan makanan untuk Arman dengan menaruh porsi besar di piring suaminya itu.
"Sarapan istimewa untuk suami tercinta," ujar Andin dengan senyum manis, sementara Arman tetap diam dan hanya menatap Alya yang bergegas pergi dari ruang makan bersama Dinda.
"Tadi lihat kan, Al? Mereka memang pasangan yang romantis," ujar Dinda, begitu mereka tiba di dapur.
Alya yang baru saja meletakkan nampan kosong, hanya menoleh sejenak ke arah ruang makan tempat Andin dan Arman duduk bersama.
Sebuah pemandangan yang di mata orang lain mungkin terlihat harmonis, namun bagi Alya, semua itu palsu, karena nyatanya, Arman sudah mengkhianati istrinya sendiri, bahkan dengan seorang pembantu.
Tanpa menjawab komentar Dinda, Alya kembali sibuk dengan tugas lainnya. Ia menanggung beban yang sangat besar namun tidak mampu mengungkapkan kebenaran yang seharusnya tidak dilihat oleh siapapun.
Perasaan bersalah, marah, dan sakit hati berbaur menjadi satu dalam hatinya.
Bagaimana mungkin seseorang yang dianggap suami yang baik bisa memperlakukan dirinya dengan begitu hina? Dan bagaimana bisa dia tetap tersenyum di samping istri yang begitu mencintainya setelah mengkhianatinya?
"Al, kamu nggak apa-apa?," tanya Dinda tiba-tiba, menyadari Alya yang lebih pendiam dari biasanya.
Alya menoleh dan memaksakan senyum kecil di wajahnya. "Aku nggak apa-apa, Din. Mungkin cuma kecapekan," jawabnya singkat, mencoba menutupi luka batin yang terus membekas.
"Al, kalau kamu punya masalah, cerita aja, gak usah sungkan, ok," lanjut Dinda.
"Aku gak papa kok," balas Alya, bersikap seolah baik-baik saja.
"Maaf Din, aku berbohong karena mungkin ini lebih baik untuk semua."