Aluna, gadis berusia delapan belas tahun dengan trauma masa lalu. Dia bahkan dijual oleh pamannya sendiri ke sebuah klub malam.
Hingga suatu ketika tempat dimana Aluna tinggal, diserang oleh sekelompok mafia. Menyebabkan tempat itu hancur tak bersisa.
Aluna terpaksa meminta tolong agar diizinkan tinggal di mansion mewah milik pimpinan mafia tersebut yang tak lain adalah Noah Federick. Tentu saja tanpa sepengetahuan pria dingin dan anti wanita itu.
Bagaimana kehidupan Aluna selanjutnya setelah tinggal bersama Noah?
Langsung baca aja kak!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 19
Mereka berdua saling menatap dalam diam. Tidak ada satu patah kata pun yang keluar dari bibir keduanya.
Vincent menjadi serba salah, di sisi lain ada Lucas, pria yang telah menyelamatkan hidupnya selama ini. Lalu disisi lain juga ada Noah, sahabat sekaligus bosnya sendiri yang sudah dianggap seperti keluarganya.
“Mungkin Anda memang harus ikhlas dan menerima, apa yang anda miliki di sumbangkan ke panti sosial, Tuan. Bukankah itu yang kakek anda katakan jika anda menolak menyetujui persyaratan darinya?” Vincent memberanikan diri membuka suara.
“Termasuk kamu juga, begitu?” Noah melirik tajam Vincent.
“Ya, kalau Anda mengijinkannya saya sih siap saja, Tuan.” Vincent bicara dengan begitu entengnya.
“Dengan senang hati, aku akan merelakan mu juga di sumbangkan ke panti sosial dan—”
“Kenapa anda tega sekali pada saya, Tuan. Saya yatim piatu loh. Seharusnya Anda itu menjamin kehidupan saya.” Vincent bicara dengan nada memelas, berpura-pura kalau dirinya sedang ternistakan.
“Kamu juga sama saja, mengkhianati aku demi kakek.” Noah menghela nafas kasar lalu beranjak dari tempat duduknya, kemudian berjalan ke arah jendela kaca besar yang ada di belakang tempat duduknya. “Mengasingkan aku juga salah satu rencana mereka rupanya.”
Keheningan kembali terjadi. Sebenarnya Vincent tidak tega melihat Noah yang seperti ini. Mereka sudah bersahabat sejak lama. Noah juga selalu membantunya dalam hal apapun.
“Bagaimana kalau menikah kontrak, Tuan? Setelah warisan itu jatuh ke tangan anda, ceraikan saja istri Anda. Beres kan?” Vincent terkekeh dengan ucapannya sendiri.
“Beres gundul mu!” Noah berbalik dan melangkah mendekati Vincent kemudian duduk di sampingnya. “Apa kamu pikir gampang mencari perempuan yang sesuai dengan kriteria kakek?”
Vincent hanya diam. Dia pun sulit berpikir kalau mengenai wanita. Karena dia bukan ahlinya.
“Tunggu, aku ingin bertanya sesuatu padamu, Vin.” Noah menyipitkan matanya curiga.
“Ya, tanyakan saja apa yang ingin anda tanyakan pada saya, Tuan. Saya akan menjawabnya dengan sepenuh hati,” jawab Vincent yang masih fokus dengan ponselnya sambil memakan permen karet di mulutnya.
“Katakan sejujurnya padaku, siapa gadis yang ada di mansion. Apa dia wanita yang kamu pesan untuk memuaskan nafsumu?” Noah bertanya dengan wajah serius dan menatap Vincent penasaran.
“Uhuk...uhuk…” Vincent tersedak permen karet yang dia makan.
Tidak dengan Noah, diamnya Vincent semakin membuat pria itu curiga. Sebenarnya apa yang sedang asisten pribadinya itu sembunyikan darinya.
*****
Wajah Noah bertambah murka mendengar penjelasan Vincent. Perasaan marah juga emosi berbarengan menghampiri pria berwajah tampan itu.
“Apa kamu bilang?! Jadi kamu dengan berani membawa gadis dari tempat bordir ke mansion pribadiku?!” Noah bicara dengan nada membentak, tidak terima dengan perbuatan Vincent yang seenaknya saja membawa seorang gadis tanpa meminta izin darinya.
“Kamu mau aku kuliti dan memberikannya pada buaya kelaparan itu, hah?!” Noah murka.
“Maafkan saya, Tuan. Saya benar-benar khilaf malam itu. Saya kasihan padanya jadi terpaksa saya bawa dan menyembunyikannya di mansion. Karena saat melihat saya melihat matanya, selalu mengingatkan saya pada Qu—”
“Tapi, seharusnya kamu tidak sembarangan membawanya pulang! Kamu punya apartemen, bawa saja dia kesana, bodoh!” Noah memijat kepalanya. Salah apa dirinya, kenapa masalah tak henti-hentinya datang. “Bagaimana kalau gadis itu punya penyakit dan membuat alergiku kambuh?”
Vincent tertunduk lesu. Rasa bersalah semakin menggerogotinya.
“Dan satu lagi, jangan pernah menyebut nama Queen di hadapanku, Vin! Itu membuatku—”
“Tok...tok…”
Belum selesai Noah bicara, suara ketukan pintu dari luar mengalihkan pandangan mereka berdua.
“Apa hari ini aku ada jadwal bertemu dengan seseorang?”
“Tidak, Tuan. Jadwal kita hari ini kosong.” Vincent berdiri dan hendak berjalan untuk membuka pintu. “Mungkin dia adalah gadis yang akan magang disini.”
“Magang?” Noah mengernyit bingung.
“Ya, Tuan. Seorang mahasiswa berusia sembilan belas tahun, putri dari tuan Theo Rafael.”
“Sepertinya aku tidak asing dengan nama itu.” Noah mengetuk-ngetuk dagunya dengan jari telunjuk sambil mengingat nama Theo.
“Tentu saja Anda harus mengingatnya. Theo Rafael adalah sahabat Tuan Reinhard. Sekarang mereka jadi rekan bisnis setelah Tuan Theo memutuskan untuk berhenti jadi asisten pribadinya.” Vincent menjelaskan panjang lebar dan diangguki oleh Noah.
Ya, cukup sulit memang mengingat satu persatu orang yang perlahan pergi meninggalkan dirinya. Tanpa mereka tahu, apa yang dia rasakan selama ini.
“Oh…”
“Hanya oh, Tuan?”
“Lalu kamu mau aku menjawab apa!”
“Saya harap Anda tidak menolak gadis ini dan mengusirnya seperti bocah-bocah magang sebelumnya. Karena Tuan Theo, dia—”
“Aku tahu siapa Uncle Theo tanpa kamu menjelaskannya padaku. Kamu pikir aku ini bodoh! Cepat buka pintunya sana!” Noah melotot tajam ke arah Vincent.
“Kalau Anda sudah tahu, kenapa sejak tadi Anda terus bertanya pada saya?” ketus Vincent. Sepertinya dia akan cepat tua jika terus berada di samping Noah. “Jangan-jangan sebenarnya anda sudah tahu siapa Aluna dan tahu kalau putri Tuan Theo akan datang kemari?”
Yang ditanya hanya mengangkat bahunya acuh. Membuat Vincent geram.