Dituduh pembunuh suaminya. Diusir dari rumah dalam keadaan hamil besar. Mengalami ketuban pecah di tengah jalan saat hujan deras. Seakan nasib buruk tidak ingin lepas dari kehidupan Shanum. Bayi yang di nanti selama ini meninggal dan mayatnya harus ditebus dari rumah sakit.
Sementara itu, Sagara kelimpungan karena kedua anak kembarnya alergi susu formula. Dia bertemu dengan Shanum yang memiliki limpahan ASI.
Terjadi kontrak kerja sama antara Shanum dan Sagara dengan tebusan biaya rumah sakit dan gaji bulanan sebesar 20 juta.
Namun, suatu malam terjadi sesuatu yang tidak mereka harapkan. Sagara mengira Shanum adalah Sonia, istrinya yang kabur setelah melahirkan. Sagara melampiaskan hasratnya yang ditahan selama setelah tahun.
"Aku akan menikahi mu walau secara siri," ucap Sagara.
Akankah Shanum bertahan dalam pernikahan yang disembunyikan itu? Apa yang akan terjadi ketika Sonia datang kembali dan membawa rahasia besar yang mengguncang semua orang?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Santi Suki, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11
Begitu mereka menjauh, Shanum baru menyadari air matanya sudah jatuh tanpa terasa. Ia segera mengusapnya, tetapi Sagara melihat lebih dulu.
“Kamu tidak perlu menunduk di depan siapa pun,” kata Sagara lembut tapi mantap.
“Kamu sudah cukup menderita. Mulai sekarang, biar aku yang berdiri di depanmu.”
Kata-kata itu seperti angin hangat yang menembus hati Shanum. Ia menatap Sagara lama, antara syukur, cinta, dan sakit yang tak bisa dijelaskan.
“Tapi, sampai kapan aku harus bersembunyi, Mas?” Suara Shanuk bergetar, nyaris seperti bisikan.
“Sampai kapan aku harus pura-pura bukan siapa-siapa di sampingmu?”
Sagara menatapnya. Di balik wajah tenang itu, ada pertempuran besar dalam batinnya. Antara rasa bersalah kepada Sonia dan perasaan yang semakin tumbuh untuk Shanum.
“Sampai aku bisa menyelesaikan semuanya,” jawabnya pelan, nyaris serak.
“Tolong, bertahan sedikit lagi. Demi anak-anak. Demi hubungan kita.”
Shanum terdiam. Kalimat itu sederhana, tetapi mengandung beban yang luar biasa.
Ia hanya mengangguk. Dia sadar kalau cintanya tak boleh tumbuh dan luka yang belum sembuh.
***
Shanum duduk di kursi goyang, menggendong Arsyla yang baru saja tertidur. Di pelukannya, bayi mungil itu bernapas lembut, damai, tanpa tahu betapa berat beban yang sedang menekan dada ibunya.
Sejak kejadian siang tadi, dada Shanum seperti diremas. Bukan hanya karena penghinaan Bu Elia dan Alana, tetapi juga karena cara Sagara melindunginya.
Satu kalimat sederhana dari bibir pria itu—“Biar aku yang berdiri di depanmu”—masih bergema di kepalanya.
Setiap mengingatnya, hatinya bergetar, tetapi juga perih.
“Dia melindungiku, tapi bukan karena cinta,”
batin Shanum lirih. “Dia melakukannya karena tanggung jawab atau mungkin rasa kasihan.”
Air mata Shanum jatuh , dia menangis tanpa suara. Ia cepat menghapusnya sebelum tetesan itu membasahi pipi Arsyla. Namun, air mata yang disembunyikan justru semakin menyesakkan dada.
Dari arah pintu terdengar langkah kaki berat.
Shanum langsung memejamkan mata, pura-pura tidur. Dia yakin kalau yang datang itu adalah Sagara.
Sagara berdiri di ambang pintu, mengenakan pakaian santai, rambutnya sedikit basah, mungkin baru selesai mandi. Wajahnya tampak segar dan menambah ketampannya. Matanya lembut memandangi pemandangan di depannya, Shanum dan si kembar yang tertidur dalam pangkuannya.
"Shanum," panggil Sagara dengan suara pelan.
Shanum pun membuka mata perlahan. Dia mengira Sagara akan membiarkannya tidur.
“Mereka sudah tidur?” tanya Sagara, suaranya pelan, nyaris seperti bisikan agar tak membangunkan anak-anak.
Shanum hanya mengangguk tanpa menatap langsung. Ia tahu, kalau matanya bertemu mata pria itu sekarang, seluruh benteng hatinya akan runtuh.
Abyasa dan Arsyla sudah dibaringkan di boks masing-masing. Keduanya tertidur pulas setelah kenyang menyusu.
Sagara menatap bayi-bayi itu dengan senyum samar di bibirnya. Dengan lembur dia mengusap kepala kedua anaknya satu persatu.
“Dulu aku sempat berpikir, apakah aku dan kedua anakku akan baik-baik saja setelah kepergian Sonia dari hidup kami? Aku sampai menyalahkan Tuhan karena kejadian itu. Rupanya Tuhan tidak benar-benar jahat padaku,” kata Sagara pelan.
“Sonia pergi meninggalkan kita, tapi menaruh kamu di sini. Menjaga anak-anak dan menjaga aku.”
Shanum tersentak. Kalimat itu menohok jantungnya. Ada kehangatan dalam nada suara Sagara, tetapi juga luka yang dalam.
Shanum menatap langsung pria itu untuk pertama kalinya. Dia melihat bukan hanya seorang majikan, tetapi seorang lelaki yang rapuh di balik sikap dinginnya.
“Mas, jangan bicara seperti itu,” ucap Shanum lirih. “Aku ... aku cuma menjalankan kewajiban.”
Sagara menatapnya lama, lalu menghela napas panjang. “Kewajiban?” ia mengulang, suaranya serak. “Kalau hanya kewajiban, kenapa kamu menangis dan membela aku waktu bertengkar dengan mantan mertua kamu tadi?”
Shanum terpaku. Kata-kata itu membuka perasaannya. Ia tak bisa menjawab. Lidahnya kelu, jantungnya berdetak terlalu cepat.
Wajah Sagara lebih dekat, jarak mereka tidak sampai sejengkal. Tangannya perlahan terulur, menyentuh pipi Shanum yang masih lembap.
“Kamu tidak perlu menahan diri di depanku,” kata Sagara pelan.
“Aku tahu kamu kuat, tapi kamu juga manusia, Shanum.”
Tangan itu hangat, tapi Shanum merasa seolah terbakar. Air matanya kembali jatuh, kali ini tanpa bisa ia tahan.
“Kenapa kamu selalu membuatku bingung, Mas?” Suara Shanum bergetar. “Kamu melindungiku, memperlakukanku seolah aku berharga, tapi di sisi lain, kamu juga yang membuat aku jatuh sedalam ini.”
Sagara menatapnya lama, pandangannya dalam, campuran antara rasa bersalah dan sesuatu yang tak bisa ia sembunyikan lagi.
“Aku juga bingung, Shanum,” kata Sagara akhirnya. “Aku takut kehilanganmu, tetapi aku juga takut pada diriku sendiri.”
Keheningan menggantung di antara mereka.
Hanya suara hujan dan detak jantung yang terdengar.
Sagara menunduk, mendekat perlahan. Wajahnya semakin mengikis dengan wajah Shanum.
Napas mereka bersentuhan, kemudian kedua bibir itu saling bertautan. Namun tiba-tiba, Shanum memalingkan wajah.
“Jangan, Mas,” bisik Shanum, air mata masih mengalir. “Aku tidak ingin menjadi alasan seseorang kehilangan hatinya dua kali.”
Sagara terdiam. Ia tahu maksud kalimat itu. Sonia. Nama yang masih menghantui mereka berdua.
Pria itu akhirnya mundur selangkah. Ia menatap Shanum dengan mata yang penuh perasaan, lalu berbisik, “Aku janji, aku tidak akan menyakitimu lagi, Shanum. Tapi jangan pernah menjauh dariku.”
Setelah itu, Sagara berbalik dan meninggalkan ruangan, langkahnya berat, seolah setiap langkah menjauh adalah pertarungan dengan dirinya sendiri.
Shanum menatap punggung pria itu hingga menghilang di balik pintu.
Dadanya terasa sesak, tapi di tengah air mata, hatinya berbisik, “Aku sudah jatuh terlalu dalam, Mas. Dan aku tidak tahu bagaimana caranya berhenti.”
Seperti nya Shanum yng bakal ketiban pulung nih 😠😠😠
Trus siapa yg menukar bayi Sonia dengan bayi Shanum ?