#Mertua Julid
Amelia, putri seorang konglomerat, memilih mengikuti kata hatinya dengan menekuni pertanian, hal yang sangat ditentang sang ayah.
Penolakan Amelia terhadap perjodohan yang diatur ayahnya memicu kemarahan sang ayah hingga menantangnya untuk hidup mandiri tanpa embel-embel kekayaan keluarga.
Amelia menerima tantangan itu dan memilih meninggalkan gemerlap dunia mewahnya. Terlunta-lunta tanpa arah, Amelia akhirnya mencari perlindungan pada mantan pengasuhnya di sebuah desa.
Di tengah kesederhanaan desa, Amelia menemukan cinta pada seorang pemuda yang menjadi kepala desa. Namun, kebahagiaannya terancam karena keluarga sang kepala desa yang menganggapnya rendah karena mengira dirinya hanya anak seorang pembantu.
Bagaimanakah Amelia menyikapi semua itu?
Ataukah dia akhirnya melepas impian untuk bersama sang kekasih?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mama Mia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
26. Ultimatum Raka
.
Raka sampai di rumah ketika hari hampir gelap. Suasana di ruang tamu terasa tegang. Pak Wiranto dan Bu Sundari, Widuri dan suaminya juga ada di sana, menunggu dengan raut wajah serius. Raka memicingkan matanya, merasa tidak suka melihat keberadaan Safitri.
"Dari mana saja kamu, Raka? Kenapa hampir malam baru pulang?" tanya Bu Sundari seolah-olah dia sedang merasa khawatir.
Raka berdiri tegak, memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana. Raut wajahnya datar, sorot matanya dingin. "Kenapa bertanya padaku? Bukankah Safitri sudah melapor padamu?" suaranya terdengar benar-benar dingin.
Safitri sedikit gelagapan. "Apa maksudmu, Mas Raka?" tanya Safitri pura-pura tidak paham. Gadis itu menelan ludahnya susah payah. Bagaikan ada biji kedondong menyangkut di tenggorokannya. Apa mungkin Raka tahu kalau dia tadi membuntuti?
Raka menatap Safitri dengan sinis. Yang gadis itu tidak tahu adalah, Raka sudah mengetahui keberadaannya sejak ia keluar dari rumah. Dari kaca spion, Raka juga tahu Safitri membuntuti dirinya hingga ke dealer. Bahkan Raka sengaja bersikap mesra dengan Amelia saat di halaman parkir dealer untuk memanasi Safitri.
"Apa yang sudah kau laporkan pada Bu Sundari?" tanya Raka, menatap datar ke arah Safitri. "Apa kau melaporkan kalau aku baru saja membelikan sepeda motor untuk Amelia?"
Safitri terbelalak. Jadi, Raka benar-benar tahu kalau dia membuntutinya? Namun, gadis itu masih berusaha membela diri. "Aku... aku tidak apa maksudmu bicara seperti itu, Mas," ucapnya gugup.
“Jadi, menurutmu mataku rabun?" tanyanya Raka mengejek.
Bu Sundari mencoba membela Safitri. "Raka. Jangan bicara seperti itu pada Safitri. Dia itu bermaksud baik. Dia tidak mau kamu diporotin sama gadis miskin itu," ucapnya.
Dalam hati, Sundari mengumpat pada kebodohan Safitri. Bisa-bisanya tidak hati-hati hingga ketahuan oleh Raka. Namun, tak mungkin ia memarahi Safitri. Baginya, anak dari juragan beras itu adalah aset masa depan.
"Lalu, apa yang ingin kau tanyakan?" tanya Raka, mengalihkan pandangannya yang tajam ke arah ibu tirinya. “Kalian berkumpul seperti ingin menginterogasi diriku. Apa kalian pantas? Dan asal kalian tahu, Amelia bukan cewek matre seperti yang kalian pikirkan.”
Pak Wiranto yang merasa situasi sudah tidak kondusif, berusaha untuk melerai. "Sudah, jangan ribut Maghrib-Maghrib begini. Nanti didengar tetangga malah jadi gosip" ucap pria tua itu mencoba bersikap bijak. Ia tidak ingin terus ada keributan antara anak dan istrinya.
"Raka, bersihkan dirimu. Setelah itu, kita makan malam bersama," ucap Pak Wiranto, mencoba menengahi.
Raka mengangguk singkat. Ia melangkah untuk pergi ke kamarnya. Baru saja sampai di anak tangga, pemuda itu menghentikan langkahnya tanpa menoleh.
"Ada yang akan aku bicarakan setelah makan malam," ucapnya datar, lalu melanjutkan langkahnya menuju kamar.
Safitri menatap Raka dengan tatapan kesal. Ia merasa dipermalukan di depan semua orang. Lagipula, bagaimana Raka bisa tahu kalau dirinya tadi mengikuti? Padahal dia sudah menjaga jarak aman.
Bu Sundari mendengus kesal. “Lihat itu Pak," ucapnya pada Pak Wiranto. "Anakmu itu semakin hari semakin tak sopan padaku," lanjutnya. Ia tidak suka dengan sikap Raka yang semakin membangkang. Ia benar-benar kehilangan kendali atas anak tirinya.
Pak Wiranto menghela napas panjang. Ia merasa lelah dengan pertengkaran yang tak kunjung usai antara Raka dan Bu Sundari. Padahal dulu, setelah Gayatri meninggal, Pak Wiranto berharap Raka bisa menganggap Sundari sebagai ibunya dan Sundari juga bisa bersikap welas asih pada Raka, anaknya satu-satunya. Namun, setiap hari yang ia dengar hanya pertengkaran. Karena sejak awal Raka tak pernah menerima kehadiran Sundari.
Widuri dan suaminya hanya bisa diam menyaksikan pertengkaran itu. Dalam hatinya mereka juga merasa kesal. Kenapa Raka tak bisa bersikap baik sedikit saja pada mereka.
*
Di dalam kamarnya, Raka membersihkan diri kemudian melakukan kewajibannya sebagai seorang muslim, lalu kembali ke ruang makan. Ia duduk di kursi paling ujung, kursi khusus kepala keluarga dengan tenang. Semua orang yang sudah menunggu kehadirannya.
Suasana di ruang makan terasa canggung. Tidak ada yang berbicara. Semua orang sibuk dengan pikiran masing-masing. Safitri, yang oleh Raka dianggap sebagai gadis tak tahu malu masih ada di rumah itu, duduk di samping Bu Sundari.
Setelah selesai makan, Raka berdehem untuk menarik perhatian semua orang. "Ada yang ingin aku sampaikan," ucapnya dengan nada serius.
Semua mata tertuju pada Raka. Mereka menunggu apa yang akan dikatakan oleh pemuda itu.
"Aku akan menikahi Amelia," ucap Raka dengan tegas.
Sontak, semua orang terkejut mendengar ucapan Raka. Bu Sundari bangkit dari kursinya dengan marah.
“Apa? Menikah? Dengan wanita itu? Kau sudah gila, Raka!” tanpa sadar Bu Sundari berteriak histeris.
Raka menatap Bu Sundari dengan tatapan dingin. "Aku sedang memberitahu, bukan meminta izin," ucapnya dengan tenang namun menusuk.
“Minggu depan aku akan membawa Amelia untuk datang ke rumah ini."
Raka mengedarkan pandangannya ke seluruh anggota keluarga yang hadir di ruang makan. Sorot matanya tajam dan menusuk, membuat semua orang terdiam.
"Perlakukan dia dengan baik! Orang yang tidak menyukai Amelia, berarti tidak menyukaiku," lanjut Raka, dengan nada tegas. "Dan orang yang tidak menyukaiku, boleh keluar dari rumah ini."
Ucapan Raka bagaikan petir di siang bolong. Semua orang terkejut dan tidak percaya dengan apa yang baru saja mereka dengar.
Bu Sundari membelalakkan matanya. Ia merasa sangat marah dan terhina dengan ucapan Raka. "Kau berani mengusir ibumu sendiri, Raka?" teriaknya dengan nada penuh amarah.
Raka menatap Bu Sundari dengan tatapan yang sama sekali tidak menunjukkan rasa hormat. "Ingat baik-baik statusmu! Kau bukan ibuku," ucapnya datar. "Kau hanya istri dari ayahku."
Ucapan Raka bagaikan tamparan keras bagi Bu Sundari. Wanita yang sebagian rambutnya sudah memutih itu mengepalkan tangannya erat, rahangnya mengeras, kemarahannya telah mencapai ubun-ubun. Namun, ia tidak bisa membantah.
Pak Wiranto yang sedari tadi hanya diam, akhirnya angkat bicara. "Raka, jangan bicara seperti itu pada ibumu," ucapnya dengan nada pelan namun tegas.
Raka menoleh ke arah Pak Wiranto. “Sudah aku katakan sejak awal, aku takkan pernah menganggap dia sebagai ibuku sampai kapanpun," ucapnya. “Kalau dia tidak suka dengan aturanku dia boleh pergi. Dan kalau Anda membela dia Anda juga boleh ikut dengannya!”
Pak Wiranto menghela napas panjang. Setitik kesalahan di masa lalu telah membuat hubungannya dengan anaknya menjadi renggang. Dan semakin renggang dari hari ke hari. Seolah kini dirinya tak lagi bisa menggenggam tangan anaknya. Buah cinta dengan istrinya tercinta.
"Biarkan ayah bicara dengan ibumu." Pak Wiranto tak ingin karena masalah ini dia semakin jauh dari putranya.
Raka mengangguk dan menatap wajah ayahnya datar. “Buat dia sadar, rumah ini dan semua isi yang ada di dalamnya dan juga semua harta yang selama ini kalian nikmati, adalah peninggalan ibuku, Gayatri. Jadi, jangan merasa diri berkuasa.”
Raka kemudian bangkit dari kursinya dan pergi meninggalkan ruang makan. Ia sudah bertekad, sebelum Amelia masuk ke dalam rumah ini, terlebih dulu dia akan ‘membersihkan jalan’ untuk Amelia.
Safitri menatap Raka dengan tatapan penuh kemarahan. “Apa sebenarnya kelebihan dari gadis pembantu itu? Kenapa bisa membuat Raka menjadi tergila-gila padanya?" geramnya dalam hati. Namun, ia takkan menyerah begitu saja. Dia pasti akan melakukan apapun untuk menyingkirkan Amelia dari hidup Raka.
Widuri dan suaminya hanya bisa diam menyaksikan pertengkaran itu. Mereka memutuskan untuk segera berpamitan dan masuk ke kamar mereka. Namun, kini mereka tahu satu hal. Untuk bisa tetap nyaman berada di rumah itu, mereka harus berdiri di sisi penguasa.
bentar lagi nanam padi jg 🥰