Mengalami pelecehan bukan hal yang mudah untuk diterima, dunia Aya yang penuh semangat, seakan tiba tiba berhenti berputar.
"Aku akan memberi kompensasi untuk kejadian malam itu, berapa harga keperawanan mu, akan ku berikan berapapun yang kamu inginkan." Darren Alexander Geraldy.
"Jika aku menerima uangmu, sama halnya dengan aku menjual kehangatan tubuhku." Cahaya Dihyani.
Musibah datang silih berganti, menempa semangat hidup seorang Aya, yang akhirnya bersedia menerima takdir buruknya menjadi istri rahasia dari teman sekelas nya semasa SMU, demi menyelamatkan sang kakak dari jerat hutang rentenir.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon moon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
#19
#19
Hari beranjak siang, Darren kembali bangun setelah berhasil tidur selama jam, tubuhnya terasa bugar seperti tak terjadi apa apa pagi tadi.
Darren menyibak selimutnya, mendadak ia merasa lapar, dan yang pertama kali terbayang di kepalanya adalah bubur sum sum buatan ibu mertuanya, bubur yang terbuat dari tepung beras, santan dan garam, serta saus karamel yang berasal dari gula aren, biasanya Darren anti memakan bubur sum sum, karena tinggi kandungan gula, dan bisa berbahaya bagi program mempertahankan berat badan idealnya.
Tapi kali ini perpaduannya pas, lapar, tubuhnya sudah terasa bugar, dan tak ada lagi mual yang tertinggal, walau masih aneh karena tiba tiba ia begitu menginginkan masakan buatan ibu mertuanya tersebut, yakni bubur sum sum.
Darren keluar dari kamar dan menemukan Dion tengah memeriksa sesuatu di depan laptop nya.
"Lho… kok keluar, sudah gak pusing dan mual lagi?" Tanya Dion.
"Seperti nggak mas, kaya gak sakit aja," Jawab Darren kalem. "Lagi baca apa mas?"
"Ini ada tawaran film baru buat kamu, aku masih pelajari proposal, script nya baru dikirim besok lusa, karena masih dalam proses cetak."
Darren membuka lemari pendingin dan hanya menemukan tumpukan air mineral tersusun di sana, memang dirinya tak pernah menyediakan makanan ringan untuk camilan di apartemen mewah nya, wajahnya lesu karena kini menahan keinginan yang mendadak sangat menggebu, "mas… aku pengen bubur sum sum." Darren mengatakan apa yang sekak bangun tidur tadi terbayang di kepala dan imajinasinya.
Dion yang mendengar keinginan Darren tersebut seketika mendongak, tak biasa biasanya sang aktor kesayangan sejuta gadis itu menginginkan makanan tinggi kalori, yang biasanya pantang ia makan. "Aku pesan via online yah?"
Darren mengangguk pasrah, kemudian ikut duduk di depan laptop, meneguk air mineral, sambil membaca proposal penawaran yang diajukan untuknya, beberapa perbincangan ringan mereka lakukan sambil menunggu pesanan tiba.
Beberapa saat kemudian bel berbunyi, Dion segera membukakan pintu demi mengambil pesanan bubur sum sum tang Darren inginkan.
Aroma harum gula aren bercampur pandan langsung tercium, sungguh menggugah selera, tapi sungguh di luar dugaan, Darren lagi lagi menutup hidungnya, "singkirkan makanan itu… aku gak mau mas… huweeeekk…" Lagi lagi Darren mual dan segera berlari ke wastafel demi mengeluarkan isi lambungnya.
"Tadi katanya bubur sum sum?" Tanya Dion heran, ketika Darren kembali duduk ke kursinya.
Darren menggeleng lemah, "entah lah mas, sungguh sampai saat inipun aku masih menginginkan bubur sum sum, tapi aku mual mencium bau bubur itu." Keluh Darren masih dengan menyumpal hidungnya.
Hal itu sukses membuat Dion ternganga tak percaya, baru kali ini ia melihat tingkah absurd Darren.
"Aku pesen lagi dari tempat lain yah?"
"Aturlah sama mas Dion."
Dion pun memesan apa yang diinginkan Darren, bahkan tak tanggung tanggung, Dion memesan dari 5 tempat sekaligus, namun kenyataannya?
Hasilnya sama saja, Darren masih tetap mual, bahkan lebih parah dari sebelumnya.
Pria 19 tahun itu kini tiduran di sofa, wajahnya kuyu, kedua matanya merah, dirinya menginginkan sesuatu hingga rasanya ingin menangis meraung, "katakan… apa yang kamu sembunyikan?" Tanya Dion pengertian, pasti ada sesuatu yang Darren sembunyikan, namun ia tak ingin mengungkapkannya, hingga berakhir uring uringan, menginginkan sesuatu tapi tak tahu bagaimana cara mengungkapkannya, entah apa yang mengganjal di hatinya.
.
.
Sementara itu, Aya yang usain bekerja langsung di jemput oleh Nita, merasa terkejut.
"Kak… kok ada di sini?"
Nita terkekeh geli, sebelum mulai berbicara, "tadinya aku hanya ingin mengantarkan pesanan mas Dion untuk si bumil cantik ini."
Aya sedikit tersipu mendengar pujian Nita, selama ini belum pernah ada yang memuji kecantikan wajahnya, dan seperti nya Aya pun tak pernah menyadari bahwa dirinya punya kecantikan alami yang tersembunyi di balik penampilan sederhana nya. "Ah… mbak Nita berlebihan, aku tak secantik itu,"
"Aku rasa selama ini kamu terlalu sibuk belajar, hingga tak pernah memperhatikan kecantikan yang tersembunyi di wajahmu, kalau tak percaya aku tanya Darren deh."
Mendengar nama Darren mendadak mood nya memburuk, "tolong jangan ingatkan aku pada lelaki itu, aku sama sekali tak ingin mendengar apapun tentangnya," Jawab Aya dengan wajah muram.
"Baiklah… mbak minta maaf, tapi Ay… mas Dion bilang aku harus membawamu ke apartemen Darren sekarang."
"Nggak mbak, makasih… aku langsung pulang aja," Aya menanggapi dengan dingin, sama sekali tak berselera, apalagi mengingat apartemen Darren adalah saksi bisu kejadian nahas malam itu. "Aku takut kak, aku tak mau lagi datang ke tempat kejadian mengerikan waktu itu." Aya mendadak berkeringat dingin, dan sekujur tubuhnya gemetaran.
Nita menyadari perubahan tersebut, ia segera memeluk Aya dan menenangkannya. "Bukan Ay… apartemen yang ini, bukan apartemen tempat kejadian malam itu, Darren punya 3 apartemen, satu apartemen aku tempati bersama mas Dion, satu apartemen lagi hanya digunakan ketika singgah alias apartemen yang tak ingin kamu datangi, yang ketiga Penthouse yang selama ini menjadi tempat tinggal Darren,"
"Tetep aja mbak, aku gak mau ketemu dia,"
"Tapi…" Nita menatap wajah Aya, "Darren sakit Ay, sejak pagi ia mual dan pusing, dan sampai jam segini belum makan apapun selain air mineral." Jelas Nita dengan suara sepelan mungkin, wajahnya pun tampak cemas, sama seperti ketika kemarin Aya berniat menyingkirkan nyawa tak berdosa dari dalam rahimnya.
Ada sedikit iba di hati Aya, namun tak cukup mengena, hingga hatinya merasa biasa saja.
"Terus… apa hubungannya denganku?"
"Yang Darren inginkan adalah makan masakan ibumu Ay…" Jawab Nita, lagi lagi dia bersuara pelan. "Dia pengen makan bubur sum sum yang biasa di jual di kantin sekolah."
Aya cukup terkejut, mendengar pernyataan Nita, selam sekolah, Darren bahkan tak pernah menyambangi kantin sekolah, kecuali jika pria itu membeli air mineral, dan kini Darren menginginkan bubur sum sum buatan ibunya, padahal si pemilik resep dan pembuat bubur sum sum itu adalah dirinya, sama halnya dengan batagor yang ia racik dengan bahan dan trik khusus, hingga terasa sungguh spesial di lidah penikmatnya.
"Mau ya… kita ke apartemen Darren? Kasian juga tu anak, kalo sakit jadwal syutingnya bisa amburadul, sementara jadwal kontrak pekerjaan masih padat merayap…" Keluh Nita yang mau tak mau membuat Aya terpaksa mengangguk.
"Tapi mampir supermarket dulu ya mbak, aku belanja bahan sama peralatan masak, di apartemen ada perabot dapur?" Tanya Aya mulai merinci apa saja bahan dan peralatan yang ia perlukan.
"Siap buk mil…"
"Sssttt…" Lagi lahi Aya menegur Nita dengan meletakkan jari telunjuk di bibir.
Usai Aya mengakhiri Shift kerja nya hari itu, mereka mendatangi supermarket yang lumayan lengkap menyediakan berbagai macam kebutuhan konsumen.
Hingga hampir jam 9 malam keduanya tiba di penthouse Darren, Nita bahkan memberitahukan pada sang nyonya rumah berapa kode pintu apartemen mewah tersebut.
Ketika mereka memasuki ruang tengah, Aya melihat Darren tertidur dengan wajahnya yang kusut, dan pucat tak bertenaga, sementara di meja ada beberapa bungkusan bubur sum sum yang di pesan Dion siang tadi, namun Darren tak berselera memakannya.
Cukup lama Aya berkutat di dapur, ia beradaptasi dengan semua perlengkapan canggih serba listrik yang ada di dapur mewah tersebut, beruntung Nita mengajarinya dengan telaten, hingga satu jam kemudian apa yang Darren inginkan tersaji, aroma daun pandan bercampur santan dan gula aren, memenuhi seluruh penjuru ruangan, hingga membuat Darren terbangun dari tidur lelap nya, karena mendapati aroma yang terekam jelas di alam bawah sadar nya.
"Mas… bau apa ini? Kok wangi banget?" Tanya Darren yang belum menyadari keberadaan Aya di apartemen nya.
"Masa' sih… dari tadi juga ada bau pandan dari bubur sum sum pesenanmu." Goda Dion yang sungguh gemas dengan tingkah Darren hari ini, padahal aroma daun pandan ini sejak tadi ia hirup dari bubur sum sum yang ia pesan via online food.
Nita membawa semangkuk sedang bubur sum sum yang masih hangat kehadapan Darren, Darren menatap semangkuk bubur itu dengan perasaan bahagia yang tak bisa ia lukiskan dengan kata kata, entah… tak biasa biasanya ia lebay dan mellow seperti saat ini. "Dimakan yah… ini made by order loh spesial langsung dibuat oleh sang koki."
Mendengar pernyataan Nita Darren pun menoleh, "eh ini beneran bubur nyak Leha?"
"Iya… tuh yang masak." Tunjuk Nita ke arah Aya yang baru selesai membersihkan kehebohan dapur.
"Loh bukan buatan nyak Leha?" Darren kembali bertanya, ia gelisah takut takut mual melanda, padahal perutnya sudah ber orkestra ria.
"Makan syukur… gak mau makan buang aja…" Jawab Aya tanpa ba bi bu.
.
.
Yang belum like? Plis tolong di like 😊
Komen? Bebas asal sopan, othor terbuka untuk kritik dan saran juga kok 🥰
Vote? Seikhlas dan ridho nya kalian 🤗
Mohon maaf jika seandainya di nupel ini nanti, retensinya tak sesuai standar editor, mungkin novel ini bakalan HIATUS 🤓
Terima kasih 🙏
💙